Share

Part 3

"Bu, saya beli sayur bayamnya dua ikat, tempenya satu, sama ikan asinnya satu bungkus. Berapa semuanya?"

"Semuanya sepuluh ribu, Reth. Udah itu aja?" 

"Iya, Bu," sahut Aretha seraya hendak pergi, namun ia mengurungkan langkahnya ketika ada seseorang yang memanggilnya.

"Retha, kamu yakin belanjaan segitu cukup untuk satu hari? Di rumahmu kan banyak orang, mana mungkin belanjaan segitu cukup untuk sehari?"

"Cukup kok, Bu," sahut Aretha seraya tersenyum lebar.

"Ih, masa sih? Kalau aku belanja segitu cuma buat sekali makan. Pasti kamunya saja yang sengaja irit, seharusnya kalau masak buat keluarga itu jangan hitung-hitungan Retha, Fauzan kan gajinya lumayan gede."

Aretha menghela napas. Dasar para tetangga, mereka selalu enteng ngomongnya, padahal mereka tidak tahu kondisi di rumah itu seperti apa?

Karena malas meladeni omongan tetangga yang suka mencari kesalahannya, Aretha pun tanpa mempedulikan omongan ibu-ibu tersebut, ia langsung pamit pergi.

"Aduh, udah siang nih Ibu-ibu. Maaf ya, saya duluan," ujar Aretha seraya melipir menjauh, Aretha semakin mempercepat langkahnya tanpa mempedulikan para ibu-ibu tadi yang langsung menggunjingnya.

"Huh, dasar perempuan kurang ajar! Pantas saja Bu Yuni tidak suka dengannya, kalian lihat saja kelakuannya itu. Huh, udah jelek, gayanya sok lagi!"

"Iya, aku juga ilfil dengan dia, coba kalian lihat deh penampilannya, udah kayak orang nggak keurus gitu, padahal jelas-jelas suaminya kerjanya juga sudah mapan. Tapi, dianya saja yang nggak pandai merawat diri, dan kalau si Fauzan nanti sampai kepincut sama cewek lain, hu ... jangan sampai dia nyesel!"

Orang-orang yang se- frekuensi dengan ibu-ibu yang suka menghina Aretha, mereka  jelas saja akan membenarkan perkataan ibu-ibu tersebut.

Namun, bagi orang yang waras pikirnya, mereka hanya menghela napas ketika mendengar gunjingan tersebut.

Hadeh ... emang dasar emak-emak, mereka pasti menyesal jika nggak ngegosipin orang barang sehariii aja.

Sedangkan Aretha sendiri, ia sudah sering mendengar gunjingan seperti ini, maka dari itu ia tadi memilih kabur karena sudah bosan mendengar kalimat tersebut.

"Bergosiplah sesuka hati kalian, kalau cuma begitu aja omongan kalian itu nggak ngefek buatku, sebab sekarang ada yang lebih penting daripada menanggapi gunjingan kalian."

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi, Aretha harus cepat memasak sebelum orang-orang itu keluar dari kamar.

Aretha hari ini memang sengaja belanja sedikit, sebab ia akan memberi pelajaran kepada suaminya dan juga keluarganya, hitung-hitung ini sebagai balasan karena suaminya tidak mau memberi uang lebih padanya.

Aretha sekarang tidak peduli jika ia dianggap sebagai istri yang tidak berbakti, sebab ia juga harus memperjuangkan hak-haknya yang memang perlu diperjuangkan.

Aretha mungkin akan tetap menjadi istri yang baik dan juga penurut, namun jika ia tidak dibodohi oleh suami dan keluarganya seperti ini. Dan, oleh karena itu Aretha sekarang harus melakukan ini sebagai protes atas ketidakadilan di dalam rumah tangga ini.

Setelah selesai menggoreng tempe, Aretha kemudian meletakkan di wadah yang tertutup, dan kemudian menyembunyikannya di atas kitchen set, karena hanya di situlah tempat yang paling aman dari jangkauan mata orang-orang dewasa di rumah ini sekalipun.

Sebab tempe ini hanya boleh dimakan oleh anaknya dan dirinya saja, sedangkan yang lainnya, mereka bisa makan ikan asin dan juga sayur bening bayam yang sedang dimasaknya saat ini.

Tepat setelah Aretha selesai memasak, satu persatu orang mulai keluar dari kamar mereka masing-masing, terutama suaminya yang harus pergi ke kamar mandi sebab akan berangkat bekerja.

Dan, di saat semua orang sedang sarapan, Aretha beralih bersih-bersih rumah dan kemudian mencuci baju, baru kemudian setelah itu ia mengurus Vano sebelum nantinya Vano berangkat sekolah.

Namun, hari ini sedikit berbeda dari biasanya, sebab biasanya orang-orang yang langsung makan setelah mereka duduk di meja makan, kini mereka terlebih dahulu memanggil Aretha yang sedang menyapu di ruang tamu.

"Retha, ... Retha!"

Aretha tertawa kecil saat ia mendengar teriakan ibu mertuanya, Aretha bisa menebak apa yang  menjadi sebab ibu mertuanya itu memanggilnya.

"Iya, Bu. Ada apa?" tanya Aretha pura-pura polos.

"Ini, kenapa menunya hanya ini saja? Masa iya kita disuruh makan Ikan asin, dan ini apa ini? Masa iya cuma bayam saja, nggak ada temannya sama sekali!"

"Ya mau gimana lagi, Bu. Mas Fauzan ngasih uangnya pas-pasan, jadi cuma bisa beli itu aja."

"Hah, Apa? Lho kan biasanya juga bisa beli lauk atau sayuran lainnya, tapi sekarang kenapa hanya ini saja?"

"Lho, Bu. Aku kan juga perlu beli kebutuhan buat aku sendiri, dan kata Mas Fauzan kalau aku mau beli barang, aku juga harus bisa ngatur uang yang dikasihnya, jadi sekarang makanan kita ya cuma itu aja."

"Heh, Retha! Memangnya kamu ini ingin beli apa? Kamu ini dasar istri nggak berguna ya! Bukannya mikirin kepentingan keluarga, kamu malah mau mikir kesenanganmu sendiri!"

"Lho, Bu. Ibu kok ngatain saya istri nggak berguna sih, padahal selama ini saya sudah melakukan semua kewajiban saya, dan jangan hanya karena saya ingin membeli kebutuhan saya, lalu kemudian Ibu ngatain saya istri yang tidak berguna, padahal selama ini saya juga sudah sering mengalah kalau masalah uang."

Dibalas dengan perkataan tersebut, Yuni sontak langsung diam, sebab selain perkataan Aretha yang memang benar, Yuni juga terkejut karena ternyata Aretha bisa menjawab kata-katanya, dan ini baru pertama kalinya Aretha berani padanya.

"Fauzan, lihat itu istri kamu, dia sudah berani dengan Ibu. Kamu sebagai suami harus mengajarinya dong?"

Karena tidak bisa menyudutkan Aretha lagi, Yuni menggunakan Fauzan sebagai senjatanya, sebab Yuni berpikir bahwa Fauzan pasti akan membelanya.

Namun, ekspetasi tidak sesuai dengan kenyataan, sebab Fauzan hanya mengatakan, "Sudah, Bu. Jangan berantem sama Retha, lebih baik Ibu makan dulu yang ada."

"Fauzan!"

Fauzan memberi kode pada ibunya untuk diam, sebab Fauzan sendiri juga merasa kaget melihat perubahan istrinya saat ini. Fauzan tidak menyangka bahwa Aretha yang biasanya selama ini hanya diam dan menurut saja, kini istrinya itu sudah berani menjawab kata-kata ibunya.

Mungkinkah ini semua gara-gara masalah semalam? Jadi Aretha saat ini marah dan melakukan aksi protesnya dengan cara seperti ini.

Dan, Fauzan sendiri yang sebenarnya takut jika ia harus memberi uang lagi pada Aretha, maka dari itu ia sedari tadi memilih diam saja. Padahal  tidak jauh berbeda dengan Fauzan, Yuni juga tidak berani memojokkan Aretha lagi karena ia takut jika Aretha akan mengungkit soal jatah bulanan yang dikasih Fauzan kepadanya.

Sedangkan Aretha yang melihat mereka saat ini kembali duduk dan makan dengan apa yang sudah ia sediakan, dalam hati ia tersenyum puas melihat sikap suaminya dan juga keluarganya.

"Huh, kalian pikir aku tidak tahu apa yang sedang kalian pikirkan? Baiklah, kalau ini yang memang jadi kemauan kalian, kita lihat saja, sampai kapan kalian kuat makan dengan menu seperti ini?" batin Aretha seraya tertawa dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status