Namira 21.“Gimana persiapannya?” tanya Namira dalam sambungan video call dengan Ziyad.“Lancar, Kak. Dua minggu lagi mulai masuk kuliah,” kata Ziyad.“Alhamdulillah …,” Namira ikut senang mendengarnya. Sepertinya Ziyad sudah semakin membaik, karena mimpinya selangkah lebih maju.“Happy kayaknya Om Ziyad,” kata Namira pada Hanna yang saat ini di pangkuannya. Mereka sedang berada di taman, karena Hanna sedang belajar berjalan.Hanna sudah berusia satu tahun, tapi ia baru bisa berdiri beberapa saat tanpa pegangan, setelah itu terjatuh. Mungkin kakinya tak kuat menahan berat badannya sendiri, atau memang Hanna malas berjalan.Kalau kata Bu Kinanti, Hanna ini memang malas belajar jalan, karena dulu pun tak ada yang memiliki waktu penuh untuk mengajarkannya. Oma dan papanya sibuk bekerja, sementara asisten rumah tangga sibuk dengan pekerjaan masing-masing.Sebab itu, saat Namira menawarkan diri menjadi baby sitter, Bu Kinanti langsung menyetujui setelah mengamati tingkah laku Namira beber
Namira 20."Apa yang terjadi di rumahmu, Namira? Kenapa Ziyad sampai sakit?"Bu Kinanti bertanya pada Namira saat ia keluar dari kamar. Wanita paruh baya itu memanggilnya karena ingin bicara."Apa gajimu tidak cukup?" tanya Bu Kinanti lagi. Kerja Namira bagus, jadi ia ingin menaikkan gajinya."Bukan, Bu.""Lalu?" tanya wabita itu lagi."Hmmm … ada masalah sedikit dengan Ziyad," kata Namira sungkan curhat dengan majikannya."Cerita saja, Namira."Namira diam sejenak, ia menatap Bu Kinanti yang sedang menyesap teh di pagi hari. Tampaknya wanita itu bukan sekadar basa-basi, tapi memang ingin tahu."Ziyad kayaknya lagi tertekan, rencananya mau lanjut kuliah dengan beasiswa, tapi satu pun dia tak lolos." Namira mulai bercerita.Bu Kinanti hanya mengangguk. Sebenarnya ia sudah mendengar itu semalam saat Namira curhat pada Hanna.Ia ingin mengetuk dan bertanya apakah Hanna sudah tidur atau belum. Namun, mendengar Namira curhat, membuat ia tetap berdiri di pintu."Mungkin memang takdirnya se
Namira 19.Setelah mendapatkan telepon dari ibu semalam, paginya aku langsung minta izin untuk pulang sebentar. Bu Kinanti mengizinkannya, Inem yang disuruh jagain Hanna sebentar selama aku belum pulang.Aku pulang, bahkan Bu Kinanti menyuruh sopir untuk mengantar, biar cepat katanya."Assalamualaikum, Bu." Aku langsung masuk ke dalam setelah memberi salam, karena tak ada siapapun di teras."Wa'alaikumsalam, Nami."Aku menyalami tangan ibu, dan mencium keningnya. Tampaknya ibu semakin sehat, dan malah kini Ziyad yang sakit."Sejak kapan, Bu?" tanya Namira pada ibunya seraya bergegas ke kamar Ziyad.Bu Farida diam, yang membuat Namira menatapnya. Seperti ada yang tidak beres dengan ibu dan Ziyad, entah apa yang sedang terjadi. Bulan kemarin dia pioang semuanya baik-baik saja.Wanita paruh baya itu menggeleng, "Ziyad seperti orang hilang harapan, Nami." Ibunya berkata.Namira masuk ke kamar dan melihat Ziyad terbaring lemah seperti itu. Di sampingnya ada sepiring nasi goreng dan telur
Namira 18."Ayolah, Mas … sebelum besok aku masuk kerja," rengek Keira mengajak Rangga untuk jalan-jalan bersama."Ajak Mas Ervan juga," katanya lagi.Rangga hanya diam sambil mempertimbangkan. Sudah lama memang ia tidak jalan sama Keira dan yang lainnya. Apalagi besok adalah hari pertama Keira masuk kerja, pasti hari ini dia mau puas-puasin main."Apa nih, kok bawa-bawa nama gue," sahut Ervan tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka."Nah, orangnya datang, pas banget, Mas!" "Mas Ervan, jalan yuk, bareng sama Mas Rangga juga," ajak Keira. Kini ia bangkit dari sofa dan mendekat kada Ervan."Ayo!" Ervan setuju."Morning gais!" seru Raline yang juga baru datang.Ia membawakan beberapa oleh-oleh dari luar negeri. Baru saja tiba dari Italia semalam.Ervan dan Keira ambil satu persatu, tersisa milik Rangga, dan satu lagi entah untuk siapa."Ini buat siapa, Kak?" tanya Keira."Hmmm … siapa tuh namanya susnya Hanna?" tanya Raline yang lupa nama Namira."Namira," sahut Ervan cepat."Nah, iya
Namira 17.Malam ini semua orang sedang duduk di ruang keluarga, karena Hanna sedang membuka kado ulangtahunnya yang banyak itu.Keira yang paling bersemangat buka kado. Apalagi pas giliran kado dari Ervan."Wow, ini dari Om Ervan, Sayang," kata Keira pada keponakannya.Keira membuka kotak yang sangat besar, dibungkus pita. Tadi yang bawa kado itu satpamnya Ervan, ditaruh di dekat tumpukan kado lain."Wah, mobil nih, asiik Hanna punya mobil," seru Keira dan mencium pipi kiri Hanna."Kita harus coba nih," katanya lagi sambil mengambil Hanna dari troli, lalu mendudukkannya di mobil mainan remote control yang dihadiahkan Ervan."Hanna pegang sini," Keira membimbing tangan Hanna untuk memegang stir."Oke, are you ready, Hanna?" tanya Keira.Hana hanya tertawa. Sepertinya ia senang sekali mendapat mainan baru dari Ervan."Onty pencet ya!" Keira mulai memainkan remot kontrolnya, lalu mobil mainan itu mulai jalan.Hanna tertawa sepanjang perjalanannya.Sementara Namira hanya mengamati itu,
Namira 16."Wow, cantik sekali hari ini putri papa," seru Rangga saat Namira membawa Hanna keluar kamar dan menyerahkan padanya."Ayo kita keluar, Sayang. Udah banyak yang nungguin di sana," kata Rangga lagi."Saya permisi siap-siap dulu, Tuan," ucap Namira pada lelaki itu.Rangga hanya mengangguk, lalu membawa Hanna keluar di gendongan. Di luar sana sudah banyak yang menunggu.Hari ini Hanna genap satu tahun, dan Rangga merayakannya. Para tamu kebanyakan memang bawa anak-anak, mereka dari kalangan teman dan kolega bisnis Rangga dan ibunya. Acaranya meriah dan penuh warna.Hanna kemudian dibawa dengan troli yang sudah dihias. Sapaan dan doa mengalir begitu Rangga mendorong bayinya menuju para tamu.Waktu itu troli Hanna ditinggalkan Namira di jalanan, dan Rangga tak mau lagi memakai troli itu. Ia takut anjing itu menjil*t troli Hanna tanpa sepengetahuannya, yang tentu menyebabkan banyak kuman dan bakteri di sana.Rangga juga tak ingin Hanna naik troli itu lagi, karena mungkin membuat