Untung saja setelah mendapat kabar dari Arman jika dirinya harus segera pulang malam ini juga untuk menyelesaikan masalah di kantor yang semakin pelik, Ammar mendapat tiket pesawat yang jam penerbangannya 30 menit kemudian. Entah suatu kebetulan atau tidak tapi yang pasti Ammar tak membuang kesempatan itu, dengan hati yang berat ia harus meninggalkan istrinya seorang diri di rumah sakit. "Maafkan aku sayang, jika semua sudah selesai aku janji akan memberitahumu, Tuhan... Jaga istriku disana dan semoga mertuaku segera sembuh agar kami bisa menjalani hidup seperti biasanya," harap Ammar dalam hati lalu tak berselang lama matanya terpejam.
Lelah? Sudah pasti Ammar sangat lelah harus bersikap seolah baik-baik saja dengan beberapa masalah yang menimpa seolah tiada henti.Ammar ingin hidup dengan bahagia, nyaman dan damai namun semesta seolah belum memenuhi keinginan sederhananya itu.Tak terasa kini Ammar sudah ada di kota tempatnya tinggal, segera Ammar memesan taksi online menuju rumah orang tuanya.Kedatangan Ammar tengah malam begini tentu saja membuat ayahnya kaget, setelah Ammar memberitahu masalah yang sedang terjadi di perusahaannya, sang ayah merasa syok dan Ino merasa jika semua ini ganjal.Tanpa Ammar tahu, setelah Ammar mengeluarkan keluh kesahnya tentang perusahaan, sang ayah diam-diam bergerak menyelidiki semuanya. Mustahil Ammar sampai kolab begini karena Ino tahu bagaimana skill anaknya dalam memimpin perusahaan.****Tiba di kantor, semua karyawan merasa segan dengan tatapan tajam yang diberikan Ammar apalagi langkah kakinya yang tergesa-gesa membuat para karyawan yang berpapasan dengan Ammar hanya mampu menyapa sambil menunduk. Mereka takut jika membuat bos besarnya semakin kesal maka amukannya membuat bulu kuduk berdiri."Siapkan semua dokumen para pemegang saham dan juga data keluar masuk dana selama 3 bulan terakhir, jangan ada yang mengedit! Tampilkan apa adanya atau kalian akan langsung saya pecat tanpa hormat!!!" perintah Ammar dengan tegas.Tak berselang lama semua dokumen telah siap, Ammar meneliti satu per satu dan tak akan Ammar biarkan lolos. Tak hanya data yang berbentuk kertas saja yang di cek Ammar melainkan data digital juga, data keluar masuk rekening koran tak luput Ammar cek. "Tak ada yang mencurigakan! Semua seperti biasanya hanya saja pendapatan akhir-akhir ini sedikit menurun, apa karena itu para pemegang saham langsung mencabut sahamnya? Rasanya mustahil... Ada sabotase besar di perusahan ini, siapa dia yang sudah beraninya mengusik hidupku!!!" batin Ammar geram.Tak mau membuang waktu Ammar pun memanggil Arman dan jajaran petinggi lainya satu persatu, Ammar langsung mengintrogasi mereka tanpa ampun hingga beberapa dari mereka merasa ketakutan dan seluruh badannya gemetar.Kecurigaan Ammar kini terpusat pada Heni yang menjabat bagian audit di perusahan nya, entah kenapa setiap Ammar memberikan pertanyaan selalu saja menjawabnya lain.Setelah seluruh karyawan yang dipanggil Ammar pergi, barulah Ammar berdiskusi dengan Arman tentang hal ini, Ammar meskipun menjabat sebagai pemilik perusahaan tapi tak pernah tutup telinga dan pikiran untuk mendengar setiap saran dari karyawannya, maka dari itu meskipun Ammar terkenal garang namun karyawannya betah bekerja disini lantaran atasannya bisa memanusiakan manusia.Heni dipanggil lagi oleh Ammar namun kali ini di ruangan kerjanya ada Arman yang turut menemani.Wajah Heni sudah pasti ketakutan bahkan belum masuk ke ruangan pun wajahnya sudah terlihat pucat."Semua data yang saya minta berasal dari anda bukan?" tanya Ammar dengan nada datar."I... Iya Pak, benar," jawab Heni ketakutan."Apakah anda bisa mempertanggung jawabkan semua data yang sudah saya baca ini?" tanya Ammar penuh penekanan.Tak ada jawaban... Heni hanya diam seribu bahasa sambil terus memainkan tangan apalagi keringat bercucuran deras di kening dan tangannya seolah menandakan jika Heni sedang amat ketakutan, padahal di ruangan Ammar sangatlah dingin dan sejuk. Aneh bukan?"Anda beraninya tidak menjawab pertanyaan saya, apa anda lupa sedang berbicara dengan siapa?" sindir Ammar."Ma..maaf Pak saya tidak tau harus menjawab bagaimana, tapi memang benar semua data berasal dari saya, untuk diminta pertanggung jawaban saya tidak berani Pak karena bukan hanya saya saja yang melakukan ini," jawab Heni akhirnya buka suara meskipun dengan suara bergetar."Kenapa anda langsung menyimpulkan begitu? Memang ada pertanyaan saya yang menuduh anda?? Kenapa anda mengakui sendiri? Jika bukan hanya anda saja lalu siapa lagi? Sebutkan dengan lengkap," perintah Ammar yang sebetulnya sangat kaget. Heni seolah sudah tau jika kedatangannya lagi di ruangan Ammar karena bosnya curiga padanya."Saya.. Saya lupa pak," jawab Heni ketakutan tanpa sedikitpun melihat ke arah lawan bicaranya."Akan saya buat kamu ingat siapa dia, Arman siapkan surat pemecatan tidak hormat untuk saudara Heni yang menjabat sebagai audit per hari ini dan pastikan Heni di blacklist dari semua perusahaan yang ada di Indonesia bahkan luar negeri, sepertinya seorang audit wanita ini sedang ingin bermain dengan saya," ancam Arman dengan suara meninggi dan menatap Heni tajam."Jangan pak, saya mohon jangan pecat saya... Saya melakukan semua ini terpaksa pak," pinta Heni langsung bersimpuh di kaki Ammar dan menangis histeris."BERDIRI!!! JANGAN SEMBAH SAYA SEPERTI ITU!!! SAYA BUKAN TUHAN!!!! SAYA HANYA INGIN KAMU JUJUR SIAPA SAJA ORANG YANG SUDAH MEMBANTU KAMU DAN APA TUJUAN KAMU DENGAN TEGA MENGKHIANATI KEPERCAYAAN SAYA!!!" bentak Ammar murka.Heni gegas berdiri dengan isak tangis yang mengalir di pipi kuning langsat nya itu. Dengan beberapa kali helaan nafas akhirnya Heni siap untuk berbicara. "Baiklah.. Saya akan memberitahu siapa saja orang dibalik semua ini tapi saya mohon pak setelah ini jangan pecat saya, maafkan saya yang sudah merusak kepercayaan bapak, saya janji ini pertama dan terakhir kalinya, tolong jangan pecat saya," pinta Heni mengiba dan Ammar hanya diam saja.Merasa bosnya sudah sangat marah membuat Heni benar-benar mati kutu, ia takut jika nanti bicara jujur maka dia akan dipecat namun jika tidak jujur nama dia akan diblacklist, Heni tau sebesar apa kekuasan Ammar di bumi ini. Apalagi perusahaan milik Ammar tak hanya di Indonesia melainkan di beberapa belahan dunia juga."Saya benar-benar minta maaf karena sudah mengkhianati perusahaan sampai akhirnya berdampak sefatal ini pak, saya melakukan karena terpaksa dan tentu saja karena saya terdesak tuntutan ekonomi yang membuat saya kurang berpikir jernih, awalnya saya sudah menolak tawaran ini pak namun di satu sisi beliau juga mengancam keselamatan keluarga saya, sekali lagi maafkan saya pak... Saya menyesalinya," ucap Heni dengan suara sesenggukan."JANGAN BERTELE-TELE!!! KATAKAN SIAPA ORANGNYA!!! DARITADI KAMU HANYA MENGULUR WAKTU SAJA!" bentak Ammar sambil menggebrak meja. Heni juga Arman merasa kaget dan refleks mengusap dada."Mamah, kenapa mamah bisa begini? Mamah sakit apa? Kenapa rambut mamah habis?" tanya Kenzo di sela tangisannya. "Mamah baik-baik saja dan nanti akan jauh lebih baik-baik saja, apa Kenzo mau berjanji sama mamah?" tanya Heni dijawab anggukan kepala oleh Kenzo. "Kenzo akan janji kepada mamah asalkan mamah juga janji untuk sembuh," pinta Kenzo yang dijawab anggukan kepala oleh Heni. "Mamah minta jika nanti mamah sudah gak ada, Kenzo hidup yang baik dan penurut ya sama om Ammar, mulai sekarang Kenzo mamah titipkan sama om Ammar, apakah Kenzo bersedia?" tanya Heni membuat tangis Kenzo semakin pecah. Kenzo memberontak ketika tau keinginan Heni, maunya Kenzo tetap hidup bersama Heni sampai selamanya. "Tidak ada manusia yang hidup selamanya, sayang, semua yang lahir sudah digariskan meninggal, mungkin sebentar lagi waktunya bagi mamah meninggalkan Kenzo di dunia ini tapi percayalah jika di alam sana nanti mamah akan selalu mengawasi Kenzo dengan baik," ucap Heni berlinang air mata. "Janga
Hari demi hari telah dilewati dengan begitu cepat, ternyata ucapan Ammar waktu itu memang benar adanya. Sekarang ia lebih sering ke sini dan menghabiskan waktu dengan Kenzo. Heni merasa senang karena kini Kenzo bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sesungguhnya, dulu sebuah kasih sayang yang diinginkan Kenzo adalah hal paling berat bagi Heni karena mustahil baginya untuk mengemis kepada Lukman, sebelum akhirnya Heni tau bahwa Kenzo adalah anak kandung Ammar. Kini tanpa perlu Heni mengemis pun sebuah perhatian yang diinginkan Kenzo datang dengan sendirinya, setidaknya kini doa Heni terjawab sudah. Tuhan memang terlalu baik kepadanya karena sudah banyak kebaikan demi kebaikan yang diberikan kepada Heni namun dirinya malah sering lalai dalam menjalankan kewajiban. "Terima kasih sudah menepati janji dengan mengunjungi Kenzo lebih sering, dulu, Kenzo sangat menginginkan bagaimana rasanya disayangi oleh Ayah, Kenzo juga menginginkan sebuah
Sudah beberapa hari ini Ino melihat anaknya selalu murung seperti tak ada lagi semangat hidup, bahkan pekerjaan di kantor pun menurun dan banyak sekali yang membatalkan kerja sama karena kurang puas dengan kinerja Ammar. Jika dibiarkan akan semakin buruk ke depannya, makanya itu Ino meluangkan waktu untuk berbincang empat mata bersama anaknya itu. "Hal apa yang sedang menggangu pikiranmu?" tanya Ino tak mau basa-basi. "Gak ada, Pah, hanya lagi capek saja," jawab Ammar berbohong. "Jangan berbohong, Papah tau kamu sedang menyembunyikan sesuatu, bahkan kamu bawa masalah itu dalam dunia bekerja, apa kamu sadar? Banyak yang membatalkan kerja sama karena mereka mengeluh kinerja kamu kurang baik akhir-akhir ini," bantah Ino. "Lebih penting perusahaan daripada anak kamu sendiri, Pah? Dari dulu selalu perusahaan yang di nomor satukan," sindir Ammar tersenyum miris. "Bukan begitu, masalah apa yang sedang kamu alami sampai kamu t
Rona bahagia juga terpancar di wajah cantik Amalia, setelah itu Amalia mencium tangan Alan sebagai bentuk bakti kepada suami. Tak mau melewatkan momen, untuk mengungkapkan kebahagiaannya, Alan mencium kening Amalia dengan penuh penghayatan. "Woi tahan woi, masih ada kita dan pak penghulu disini," celetuk Dafa membuat suasana yang tadi sempat tegang kini menjadi gelak tawa. Alan menahan malu karena sindiran temannya itu, Amalia juga tersipu malu hingga pipinya merah merona. "She's mine, makanya nikah biar gak nyindir mulu," sindir Alan membuat Dafa manyun. Ditengah suasana khidmat pernikahan Alan dan Ammar, ada salah satu penyusup yang ikut menyaksikan momen itu. "Alan juga mantan istrinya anda hari ini melangsungkan pernikahan, bos," ucap seseorang yang mengirim bukti foto serta video kepada Ammar. Melihat bukti yang dikirimkan seseorang kepadanya, membuat Ammar tak bisa menyimpan rasa amarahny
Sepekan kemudian, Seno sudah di perbolehkan untuk pulang, sesuai kesepakatan yang sudah dibuat, kedua orang tua Alan mendatangi rumah Amalia untuk menentukan hari baik sekaligus melamar secara resmi. Tak ada suguhan mewah karena kondisi yang masih seperti ini tidak membuat keluarga Alan tersinggung, justru pihak dari Alan malah meminta maaf karena terkesan terburu-buru, semua ini karena Alan yang selalu mendesak kedua orang tuanya untuk mendatangi rumah Amalia. Alan takut jika nantinya Amalia berubah pikiran lalu kembali ke pelukan Ammar, ia tidak menginginkan itu terjadi. "Maaf ya, Pak, Bu, kalau kedatangan kami terkesan mendadak," ucap Eko sungkan. "Tidak apa-apa justru kami yang minta maaf, semua jadi terhambat karena saya masuk rumah sakit," jawab Seno juga sungkan. Lalu kedua keluarga terlibat obrolan ringan dulu sebelum menuju inti pertemuan. Setelah basa-basi dirasa selesai, kini Eko mengutarakan maksud dan tuju
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y