Sudah seminggu berlalu usai insiden kebakaran yang melanda keluarga Amalia, selama itu pula ia tak pulang ke rumah suaminya dan fokus pada kesembuhan ibunya. Amalia merasa bersalah sudah membuat keluarganya berada dalam bahaya, keluarganya menjadi korban atas kesalahan yang Amalia lakukan.
Padahal jika di pikir ulang, Amalia tak bersalah apapun, Ammar tiba-tiba membeli rumah dan menyampaikan seminggu lagi rumah barunya bisa ditempati, semua itu di luar kendali Amalia. Perkataan mamah mertuanya waktu itu kini dilakukan, tak hanya Amalia yang dibuat menderita tapi keluarganya juga. "Mamah.. Jika memang tak menyukaiku, tak apa, aku bisa menerima itu, tapi kenapa harus ibu juga keluargaku yang terkena imbasnya? Biarkan mereka hidup dengan tenang disini, ini semua bukan kemauan ku, Ammar yang memutuskan semuanya sendiri, kenapa jadi keluargaku yang menanggung semuanya?" batin Amalia menangis dalam diam. Ammar tahu jika saat ini Amalia tengah bersedih, namun hari ini adalah hari dimana mereka harus pindah rumah. Pihak developer telah menyiapkan segalanya. "Sayang.. Bisakah kita pulang ke kota sebentar? Aku ada janji sama pihak developer jika hari ini kita pindah rumah," tanya Ammar dengan hati-hati. Amalia tercengang mendengar perkataan suaminya, ditengah hatinya yang sangat bersedih dan memendam luka akibat ulah mertuanya, kini anaknya juga ikut membuatnya sedih. "Kamu dengan mudahnya mengatakan itu ditengah keadaan ibuku yang tidak baik-baik saja, apa kamu sadar mengatakan hal itu, Ammar? Ibuku tengah kritis dan harapan hidupnya 50% harusnya kamu itu memenangkan aku bukan malah mengurus urusan pribadimu itu, jika urusan rumah lebih penting dari kesembuhan ibu mertuamu maka pergilah sendiri ke kota, aku ingin menemani dan merawat ibuku hingga sembuh," sindir Amalia yang sangat kehabisan kesabaran lagi. Baru kali ini Ammar melihat raut amarah dari wajah cantik alami istrinya, sebenarnya Ammar menyadari jika dirinya salah berbicara seperti itu tapi ya gimana lagi? Urusan dikota kan juga untuk dirinya supaya nantinya rumah tangga mereka lebih damai dan tenang. "Maaf jika membuatmu marah, aku menyesal mengatakan itu, tujuanku baik, aku ingin rumah tangga kita damai dan nyaman, aku melakukan semua ini juga untukmu," ucap Ammar penuh penyesalan. "Pergilah.. Silahkan urus semua bisnismu, biarkan aku disini, aku muak dengan kalian!" usir Amalia yang sudah terlanjur marah. "Kalian? Siapa lagi selain aku yang kamu maksud, sayang? Siapa yang membuatmu marah seperti ini?" tanya Ammar penasaran. Amalia tak mau menjawab pertanyaan suaminya dan memilih diam dengan air mata sebagai jawabannya, air mata yang tak bisa lagi Amalia sembunyikan. Hatinya sungguh lelah dengan semua ini, cobaan yang diberikan terlalu berat baginya. "Usap air matamu sayang, jangan lagi menangis seperti itu, aku minta maaf jika sudah melukai hatimu, siapa orang yang sudah mengusik hidupmu? Katakanlah dan akan aku beri dia pelajaran," ucap Ammar mengusap air mata. "Kamu yakin? Dia orang yang gak bisa kamu sentuh meskipun itu seujung kuku pun," jawab Amalia tersenyum getir. "Siapa dia? Sekuat apa dia sampai aku gak bisa menyentuhnya?" tanya Ammar sangat penasaran. "Aku sedang malas membahas siapa dia dan kenapa sampai kamu gak bisa menyentuhnya, intinya jika kamu memang ingin pulang ke kota maka kembalilah, aku masih ingin disini, jangan membuat suasana hatiku semakin memburuk!" ucap Amalia namun Ammar mengurungkan diri untuk pergi, ia memilih menemani istri yang sangat ia cintai. Kemudian Ammar menghubungi orang kepercayaannya untuk handle urusan rumah, berapa biaya deal nya nanti akan langsung Ammar transfer. Setelah telepon terputus, Ammar kembali mengingat perkataan demi perkataan Amalia kepadanya. "Kalian? Berarti lebih dari satu orang yang membuat dia marah, selain aku lalu siapa lagi? Selama menikah denganku Amalia tak pernah macam-macam bahkan bodyguard sewaan ku setiap hari selalu melaporkan jika Amalia tak pernah keluar rumah selain denganku, beberapa kali diam-diam aku periksa ponselnya juga tak ada hal aneh malah sekarang aku sadap ponsel Amalia untuk mengecek siapa yang sudah membuat istrinya seperti ini," guman Ammar lalu menghubungi Danar. Hanya dia yang bisa menenangkan dan memberi jalan keluar untuk Ammar. "Nar.. I need your help," ucap Ammar tanpa basa-basi. "Kamu selalu aja butuh bantuan ketika telpon aku, mana pernah kamu telpon untuk mengajak hangout!" sindir Danar. "Ini penting, masalah istri gue," jawab Ammar terlihat serius. "Baru kali ini aku denger bicara mu serius seperti ini soal wanita, biasanya hanya soal kerjaan dan dirimu sendiri," sindir Danar namun tak dipedulikan Ammar. "Ini serius.. Aku rasa Amalia sedang ada masalah, udah seminggu ini kami ada dirumahnya karena ibunya Amalia mengalami insiden ketika kebakaran, hari ini lebih tepatnya beberapa menit yang lalu aku memintanya untuk kembali ke kota guna mengurus semua keperluan pindah rumah karena aku sudah ada janji dengan pihak developer, tapi respon yang diberikan Amalia sungguh diluar dugaan dan malah baru kali ini aku tau jika dia sangat marah," ucap Ammar sedih. "Lalu?" jawab Danar yang ingin mendengar semuanya sampai akhir baru memberi masukkan. "Lalu Amalia kelepasan bilang kata kalian, berarti yang membuat dia marah gak hanya aku aja dong, ada orang lain juga, nah itu permasalahnnya, siapa ya orang itu? Setiap hari bodyguard sewaanku selalu melaporkan jika Amalia hanya dirumah saja dan tak ada keributan disana," ucap Ammar kebingungan. "Kenapa kamu gak tanya langsung?" tanya Danar. "Sudah.. Tapi dia lagi gak mau bahas, dia masih fokus sama kesembuhan ibunya, kalau dia bilang buat apa aku curhat," jawab Ammar ketus. "Mudah saja.. Itu tugasmu sebagai suami harus lebih care kepada istri, bagimu juga bodyguard sewaanmu jika istrimu baik-baik saja tapi hati orang siapa yang tau? Dalamnya laut bisa diterka namun dalamnya hati?" balik tanya Danar. "I know.. Makanya diam-diam aku sadap ponselnya tapi gak ada apa-apa," jawab Ammar kesal. "Feelingku jika istrimu itu ada masalah cukup besar dengan salah satu keluargamu, siapa yang lebih sering dirumah dengan istrimu maka dia potensi besar yang membuat istrimu merasa marah, atau lebih akuratnya kamu bisa tanya ke pembantu dirumahmu, siapa tau ada fakta mencengkangkan yang selama ini tersembunyi darimu," ucap Danar membuat pikiran Ammar terbuka. Kenapa ia tak berpikir sampai sana ya? Mulai besok Ammar akan memaksa Amalia untuk pulang dan nantinya Ammar akan pura-pura bekerja, disana akan Ammar minta salah satu pembantu sebagai mata-mata. Mulai hari ini Ammar harus mengusut siapa orang yang sudah mengusik ketenangan istri tercintanya. Akankah nantinya Ina terbongkar? Atau justru Amalia yang semakin dalam bahaya?"Mamah, kenapa mamah bisa begini? Mamah sakit apa? Kenapa rambut mamah habis?" tanya Kenzo di sela tangisannya. "Mamah baik-baik saja dan nanti akan jauh lebih baik-baik saja, apa Kenzo mau berjanji sama mamah?" tanya Heni dijawab anggukan kepala oleh Kenzo. "Kenzo akan janji kepada mamah asalkan mamah juga janji untuk sembuh," pinta Kenzo yang dijawab anggukan kepala oleh Heni. "Mamah minta jika nanti mamah sudah gak ada, Kenzo hidup yang baik dan penurut ya sama om Ammar, mulai sekarang Kenzo mamah titipkan sama om Ammar, apakah Kenzo bersedia?" tanya Heni membuat tangis Kenzo semakin pecah. Kenzo memberontak ketika tau keinginan Heni, maunya Kenzo tetap hidup bersama Heni sampai selamanya. "Tidak ada manusia yang hidup selamanya, sayang, semua yang lahir sudah digariskan meninggal, mungkin sebentar lagi waktunya bagi mamah meninggalkan Kenzo di dunia ini tapi percayalah jika di alam sana nanti mamah akan selalu mengawasi Kenzo dengan baik," ucap Heni berlinang air mata. "Janga
Hari demi hari telah dilewati dengan begitu cepat, ternyata ucapan Ammar waktu itu memang benar adanya. Sekarang ia lebih sering ke sini dan menghabiskan waktu dengan Kenzo. Heni merasa senang karena kini Kenzo bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang sesungguhnya, dulu sebuah kasih sayang yang diinginkan Kenzo adalah hal paling berat bagi Heni karena mustahil baginya untuk mengemis kepada Lukman, sebelum akhirnya Heni tau bahwa Kenzo adalah anak kandung Ammar. Kini tanpa perlu Heni mengemis pun sebuah perhatian yang diinginkan Kenzo datang dengan sendirinya, setidaknya kini doa Heni terjawab sudah. Tuhan memang terlalu baik kepadanya karena sudah banyak kebaikan demi kebaikan yang diberikan kepada Heni namun dirinya malah sering lalai dalam menjalankan kewajiban. "Terima kasih sudah menepati janji dengan mengunjungi Kenzo lebih sering, dulu, Kenzo sangat menginginkan bagaimana rasanya disayangi oleh Ayah, Kenzo juga menginginkan sebuah
Sudah beberapa hari ini Ino melihat anaknya selalu murung seperti tak ada lagi semangat hidup, bahkan pekerjaan di kantor pun menurun dan banyak sekali yang membatalkan kerja sama karena kurang puas dengan kinerja Ammar. Jika dibiarkan akan semakin buruk ke depannya, makanya itu Ino meluangkan waktu untuk berbincang empat mata bersama anaknya itu. "Hal apa yang sedang menggangu pikiranmu?" tanya Ino tak mau basa-basi. "Gak ada, Pah, hanya lagi capek saja," jawab Ammar berbohong. "Jangan berbohong, Papah tau kamu sedang menyembunyikan sesuatu, bahkan kamu bawa masalah itu dalam dunia bekerja, apa kamu sadar? Banyak yang membatalkan kerja sama karena mereka mengeluh kinerja kamu kurang baik akhir-akhir ini," bantah Ino. "Lebih penting perusahaan daripada anak kamu sendiri, Pah? Dari dulu selalu perusahaan yang di nomor satukan," sindir Ammar tersenyum miris. "Bukan begitu, masalah apa yang sedang kamu alami sampai kamu t
Rona bahagia juga terpancar di wajah cantik Amalia, setelah itu Amalia mencium tangan Alan sebagai bentuk bakti kepada suami. Tak mau melewatkan momen, untuk mengungkapkan kebahagiaannya, Alan mencium kening Amalia dengan penuh penghayatan. "Woi tahan woi, masih ada kita dan pak penghulu disini," celetuk Dafa membuat suasana yang tadi sempat tegang kini menjadi gelak tawa. Alan menahan malu karena sindiran temannya itu, Amalia juga tersipu malu hingga pipinya merah merona. "She's mine, makanya nikah biar gak nyindir mulu," sindir Alan membuat Dafa manyun. Ditengah suasana khidmat pernikahan Alan dan Ammar, ada salah satu penyusup yang ikut menyaksikan momen itu. "Alan juga mantan istrinya anda hari ini melangsungkan pernikahan, bos," ucap seseorang yang mengirim bukti foto serta video kepada Ammar. Melihat bukti yang dikirimkan seseorang kepadanya, membuat Ammar tak bisa menyimpan rasa amarahny
Sepekan kemudian, Seno sudah di perbolehkan untuk pulang, sesuai kesepakatan yang sudah dibuat, kedua orang tua Alan mendatangi rumah Amalia untuk menentukan hari baik sekaligus melamar secara resmi. Tak ada suguhan mewah karena kondisi yang masih seperti ini tidak membuat keluarga Alan tersinggung, justru pihak dari Alan malah meminta maaf karena terkesan terburu-buru, semua ini karena Alan yang selalu mendesak kedua orang tuanya untuk mendatangi rumah Amalia. Alan takut jika nantinya Amalia berubah pikiran lalu kembali ke pelukan Ammar, ia tidak menginginkan itu terjadi. "Maaf ya, Pak, Bu, kalau kedatangan kami terkesan mendadak," ucap Eko sungkan. "Tidak apa-apa justru kami yang minta maaf, semua jadi terhambat karena saya masuk rumah sakit," jawab Seno juga sungkan. Lalu kedua keluarga terlibat obrolan ringan dulu sebelum menuju inti pertemuan. Setelah basa-basi dirasa selesai, kini Eko mengutarakan maksud dan tuju
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y