Share

7. Pertemuan keluarga besar

Alexander menoleh ke samping, mengawasi jalanan padat Kota Redchester yang sangat sibuk. Karena ibu kota negara, Megapolitan yang setidaknya ada sepuluh juta orang ini merupakan kota besar dan punya sejarah. Ada banyak cerita di Redchester, dan ada pula misteri yang mesti dikuak.

Saat ini Farrell menjadi satu-satunya orang kepercayaan Alexander. Jika ada sesuatu yang bocor, itu pasti karena kecerobohan Farrell. Maka dari itu Farrell sudah bersumpah dan setia pada Alexander dalam mengemban semua pekerjaan yang diberikan serta melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Selain amanah, Farrell juga cerdas dan berbagai idenya sangat dibutuhkan oleh Alexander.

Pada waktu pertempuran berlangsung, Farrell selalu berada di samping Alexander bersama sejumlah pasukan yang berada di bawah komandonya untuk memberikan penjagaan dan pengamanan kepada sang panglima perang.

Sekarang, peran Farrel bisa dikatakan ajudan dan bodyguard sekaligus untuk mengawasi dan menjaga bosnya.

Dan bagi Farrell sendiri, mengabdi untuk Sang Jenderal Naga Emas sama seperti mengabdi bagi negara. Dia mau merahasiakan hal besar dan riskan ini hanya untuk patuh terhadap sang jenderal.

Sebelum ini, dia sudah dicecar oleh para petinggi militer tentang keberadaan Sang Jenderal Naga Emas, akan tetapi Farrell tetap setia dan tidak akan mengkhanati Alexander.

Barusan saja ponselnya terus berdering. Panggilan dari orang pemerintahan dan militer, mereka mempertanyakan keberadaan Sang Jenderal Naga Emas padanya, sebab orang terakhir bersama Sang Jenderal Naga Emas adalah Farrell saja. Hingga sampai kapan pun dia akan tetap patuh dan setia pada Alexander.

Alexander menghela napas pendek lalu berujar, “Letda Martin Scott. Kau harus cari tahu info perwira baru itu, Farrell.”

“Siap, Jenderal!” sahut Farrell tegas.

“Asal kau tahu, dia mau menikahi istriku.”

“Apa?” Farrell terbelalak. “Jika Jenderal sekarang memerintahkan padaku untuk memenggal lehernya, sekarang juga aku akan melakukannya, Jenderal!”

“Tenang dulu, Farrell. Sabar. Dia Letnan Dua. Tapi jangan meremehkan dia. Dan lagi pula jangan pernah meremehkan siapa pun. Bahkan jika dia prajurit terbawah pun kita jangan pernah meremehkannya.” Begitulah Alexander, jadi wajar kalau dia dibanggakan oleh semua tentara waktu itu, karena sifatnya yang mulia.

“Siap Jenderal!”

“Sekarang, kau cukup cari info tentang dia saja dahulu. Tugas pertama adalah tentang Martin Scott. Kita selesaikan satu per satu.”

***

Sementara Farrell bekerja sesuai instruksi, Alexander membeli sebuah rumah baru yang cukup mewah di salah satu sisi Redchester. Dia mendapat Golden Dragon Card dengan isi uang sebesar 10 milyar dollar sebagai penghargaan dari militer. Uang tersebut bisa dia gunakan untuk keperluannya apa saja untuk memenuhi hidupnya.

Ketika Alexander sedang sibuk menata isi rumahnya, tiba-tiba saja siang hari itu dia ditelepon oleh ayah mertuanya.

“Istri mu sedang sakit. Kalau kau masih mau dianggap sebagai suami bertanggung jawab, cepat ke sini sekarang juga!” Pablo langsung mematikan sambungan telepon dengan acuh tak acuh.

Tapi Gabriella tidak mau ada orang yang merawatnya kecuali hanya boleh Alexander saja. Dia bersikeras mesti Alexander saja yang merawat. Titik. Apa pun yang diinginkan oleh Gabriella, sebisa mungkin akan dikabulkan oleh Pablo meskipun terkadang berat mengabulkannya.

Segera, Alexander bergegas menuju rumah Pablo dengan menggunakan taxi online. Sekitar tiga puluh menit kemudian dia pun sampai di sana.

Betapa terkejutnya Alexander saat menyaksikan keramaian di rumah Pablo. Lebih dari dua puluh orang sudah berkumpul di sana.

Pablo merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Sekarang lima saudaranya sudah berada di sana bersama istri dan suami beserta anak-anak mereka.

Di mulut pintu, Alexander masih terhenyak dan terpancang. Jika semua anggota keluarga berkumpul, itu artinya ada acara penting dan genting.

Dia seakan merasakan sesuatu yang getir bakal terjadi nanti.

Benar saja, belum juga masuk ke dalam rumah, dia sudah menerima tatapan sinis dan bengis dari sebagian besar mereka.

Kenapa Gabriella bisa sakit?

Karena tadi pagi dia mendapat ocehan dan makian dari orang tua, paman, bibi, serta sepupunya. Gabriella dicecar habis-habisan selama berjam-jam lamanya. Intinya, mereka semua menginginkan agar Alexander enyah dari sini lalu Gabriella bisa menikah dengan Letda Martin Scott.

Penderitaan nya semakin parah saja.

Hati Gabriella remuk. Pikirannya kacau. Sehingga fisiknya lantas melemah. Dia tidak tahan menerima serangan dari semua keluarga dan kerabatnya. Fisiknya masih utuh, tapi jiwanya hancur berkeping-keping. Makanya dia membenamkan diri di dalam kamar berjam-jam lamanya.

Brendon Callister, sang putra sulung dan merupakan ketua Keluarga Callister, berdiri lalu berjalan pelan mendekati Alexander. Matanya penuh serangan. Dia berusaha mengingat-ingat wajah Alexander. “Benar kau Alex Luther! Ke mana saja kau selama satu setengah tahun? Dan apa yang sudah kau bawa?”

Brendon saat ini menjabat sebagai Walikota Redchester. Kenapa dia bisa terpilih lalu diangkat? Jawabannya tentu saja karena Tuan Somers, mertuanya Pablo. Sudah dua periode dia menjabat sebagai walikota. Jika saja tidak ada keberuntungan, dia bisa lengser dari jabatannya karena kasus penurunan Somers dari Presiden erat hubungannya dengan Brendon. Brendon termasuk orang yang memperjuangkan agar Tuan Somers menjadi Presiden seumur hidup supaya karir politiknya tetap cemerlang, apalagi setelah ini dia berencana mau jadi Gubernur pula. Namun, rencananya tidak akan berjalan mulus karena empat tahun lalu Sang Presiden harus turun dari jabatannya sehingga Brendon pun ketar-ketir apakah dia bisa menang di pemilihan Gubernur nanti.

Melihat Alexander yang menyedihkan, Brendon menggeleng malas sambil mendecak remeh. “Kau bawa apa? Makanan pinggiran harga dua dollar?” Lalu Brendon merampas bungkusan yang ada di tangan Alexander dan membuangnya di tempat sampah.

Padahal itu adalah brownies seharga tiga puluh dollar.

Alexander menghela napas pendek usai mendapat perlakuan tak mengenakkan barusan. Dia berusaha sabar dan tidak terpancing emosi. Diam, bukan berarti takut. Lagi pula dia pun menyadari tentang statusnya sebagai pendatang di Keluarga Callister, status yang biasa-biasa saja, dan tidak ada arti apa pun kalau dibandingkan dengan anggota Keluarga Callister.

Tapi, itu dulu, sebelum dia dibuang di Pulau Lambora.

Justru Alexander tetap ramah. Dia tersenyum dan berkata, “Pemilihan Gubernur tahun depan akan dilaksanakan. Apa agenda Paman nantinya?”

Bukannya merespons baik, Brendon malah merengut bengis. “Peduli setan!” umpatnya kesal. “Kau mau membahas perkara besar bersamaku? Apa kau pikir tulisan-tulisan mu di media bisa memenangkan aku pada pemilihan nanti? Apa kau kira kau bisa memberikan kontribusi padaku walau hanya sedikit? Kau sampah tidak berguna, Alex! Kau tidak usah membahas hal-hal besar seperti pemilihan Gubernur. Kau tidak punya ilmu dan gagasan tentang itu.”

Mendengar semuanya, Alexander hanya tersenyum tipis. Dia tidak gentar mendengar semua bentakan dan ejekan barusan, kupingnya sudah terbiasa mendengar suara tembakan dan bom. Omelan kecil dari Brendon hanya membuat kupingnya sedikit geli. Hanya saja Alexander tidak mau jumawa. Kalau saja Brendon tahu siapa Alexander sebenarnya, pastilah Brendon akan menempelkan bibirnya di telapak kaki Alexander bahkan sampai matahari terbenam.

Brendon membalik badan dan berjalan dengan sangat angkuh. “Masuklah! Ada hal yang akan kami bahas tentang masa depan mu di Keluarga Callister. Jika kau punya permintaan terakhir sebelum angkat kaki dari sini, katakan saja!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status