Share

Boleh Tidur Bersama?

"Kenapa tidak besok saja, Ibu?"

"Jangan membantah! Kalau saya maunya sekarang, ya sekarang! Bukan besok!" jawab Nyonya Farah kesal kepada Hakya.

Karena tidak ingin membantah ibu mertuanya dengan penolakan yang diberikan olehnya, akhirnya Hakya maju menuju ke halaman depan. Hakya memilih sudut yang paling gelap, kemudian dia duduk bersila dengan kedua tangannya diletakkan di depan dada.

"Hyiiiaat!"

Dengan sekali tarikan nafas, Hakya mengeluarkan jurus tenaga anginnya dan kemudian seluruh halaman depan itu bersih dari semua sampah, sampah-sampah itu terkumpul di tempat sampah dan terpisah sesuai dengan jenisnya.

"Ini kecil sekali, Ibu. Tapi, aku ingin melihat wajah istriku lebih lama kalau aku duduk di depannya. Tapi, apa boleh buat kalau memang semua pekerjaan ini harus diselesaikan sekarang," ujar Hakya sambil menepukkan kedua tangannya.

Hakya seolah-olah sedang membersihkan tubuhnya dari debu-debu yang menempel karena dia membersihkan halaman tersebut. Dia tersenyum senang dan kemudian dia mendekatkan ke arah tempat sampah tersebut yang biasanya sampah-sampah itu akan dibakar.

Beberapa detik kemudian Hakya tampak memandang dengan tajam ke arah kotak sampah tersebut.

"Api!"

Mulut Hakya berteriak menyebutkan api, dan tiba-tiba tanpa diduga api menyala membakar sampah yang sudah berada di tempatnya.

Kembali lagi Hakya tersenyum melihat pemandangan tersebut, karena ternyata benar bahwa dia saat ini memiliki kekuatan api. Dia bisa menciptakan api dan juga bisa mengendalikan api, Hakya begitu senang karena ternyata usaha yang dilakukannya selama 2 tahun ini menghasilkan jurus yang begitu hebat.

"Terima kasih Dewa Api, engkau telah mempercayakan kekuatan ini kepadaku," ujar Hakya sambil menatap pada api yang sedang melahap sampah-sampah tersebut.

'Aku telah memberikan kamu kekuatan tentang api tersebut, kamu menguasai api. Kamu bisa menciptakan api dan mengendalikan api. Namun, jika kamu menyalahgunakan kemampuan kamu untuk sebuah kejahatan maka seluruh kekuatan yang kamu miliki akan hilang!'

Tiba-tiba sebuah suara yang berasal dari gumpalan api tersebut mengagetkan Hakya, dan hal itu hanya Hakya yang mampu mendengarnya.

Ternyata dewa api datang memberikan peringatan kepada Hakya, di balik api yang sedang membakar sampah tersebut dia mengingatkan Hakya untuk tidak menyalahgunakan kemampuannya. Walaupun dia yakin Hakya tidak akan pernah melakukan hal itu.

"Terima kasih Dewa, akan aku ingat semua peringatan yang Engkau berikan. Aku tidak akan menyalahgunakan kekuatan ini aku, hanya menggunakan kemampuanku untuk hal-hal yang baik. Seperti membakar sampah ini. Bukankah itu baik?" tanya Hakya sambil tersenyum menatap kobaran api yang mulai mengecil karena sampah-sampah yang akan dilahap itu semakin habis.

Dewa api tidak lagi menjawab sepertinya dia sudah pergi meninggalkan Hakya, dewa api tahu bagaimana maksudnya Hakya. Bahkan apinya digunakan untuk membakar sampah, namun selagi hal itu tidak menyalahi kemampuannya maka dewa api tidak akan mengambil kembali kekuatan yang telah didapatkan Hakya dengan susah payah tersebut.

Hakya mendapati kekuatan tersebut dengan usaha yang begitu keras, dia bahkan rela hidup tanpa kekuatan selama dua tahun. Bahkan dia tidak mampu menyentuh istrinya sendiri, karena larangan dari dewa api yang tidak memberikan izin kepada Hakya untuk menyentuh perempuan selama dia menjalani ritual memperdalam ilmu penguasaan api.

Hakya hidup bertahun-tahun di dalam hinaan mertuanya, dijadikan pembantu gratisan di rumah mertuanya tersebut. Dan bahkan dia hanya memiliki waktu istirahat hanya 2 jam di dalam 24 jam. Semua itu dijalani Hakya dengan ikhlas, juga karena dia mulai mencintai Kanaya. Walaupun hingga saat ini dia belum bisa memastikan apakah Kanaya mencintanya atau tidak.

"Dewa, tadinya aku sempat berpikir buruk kepada engkau, karena sudah 2 tahun aku menjalani ritual yang harus dijalani namun kekuatan itu tidak kunjung datang. Ah ternyata engkau ingin melihat batas kesabaranku," ujar Hakya yang masih menatap tapi tersebut.

Hakya masih berharap Dewa masih berada di dalam api yang masih menyala itu, karena jujur Hakya membutuhkan Dewa yang mau mendengar semua keluh kesahnya.

'Itulah tamaknya manusia. Padahal dia tahu dia harus menjalani prosesi ritual di hari terakhir, tapi sudah tidak sabar ingin memiliki kekuatan. Dasar anak gendeng,' jawab Dewa yang kali ini benar-benar pergi meninggalkan Hakya yang tampak tersenyum.

"Akhirnya aku bisa memiliki kekuatan ini, dan saat ini aku yakin tidak akan ada seorangpun yang bisa mengalahkan aku. Kekuatan api ini adalah ilmu terakhir yang harus aku pelajari dari para dewa, karena ilmu api adalah ilmu yang terakhir diberikan. Itu artinya saat ini musuhku tidak akan bisa mengalahkan aku, hahaha," ujar Haky sambil tertawa.

"Hei! Apa yang kau lakukan di sana? Kau malah berbicara kepada api! Dasar kau benar-benar gila!" teriak Nyonya Farah dari kejauhan ketika melihat Hakya berdiri di depan api.

Hakya tergagap mendengar teriakan dari mertuanya itu. Ia tidak menyangka ternyata mertuanya masih memperhatikan pekerjaannya.

Sementara itu Kanaya dan Nyonya Farah tampak membelalakkan matanya ketika dia melihat semua halaman rumah sudah bersih, dan Hakya sudah membakar semua sampah-sampah tersebut, sehingga saat ini yang terlihat hanyalah halaman yang bersih dan kinclong.

Kanaya tampak tidak percaya, dia bingung apa yang dilakukan oleh Hakya hari ini, karena semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya bisa selesai sangat cepat. Dan sangat tidak masuk akal semuanya hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja.

Kanaya ingin sekali bertanya kepada Hakya, apa yang dilakukan oleh lelaki tersebut dengan sampah-sampah itu. Namun karena yang merasa sungkan dan juga mengantuk, sehingga dia berniat akan menyelidiki bagaimana cara Hakya bekerja tersebut.

"Hai Kanaya istriku, apakah pekerjaan kamu sudah selesai?" tanya Hakya sambil tersenyum mendekat kepada Kanaya.

"Sudah, tinggal mengunci pintu saja," jawab Kanaya pelan.

"Kuncikan semua pintu dan pastikan tidak ada yang terbuka, agar tidak ada peluang maling masuk!" teriak Nyonya Farah kepada Hakya dan kemudian melenggang pergi meninggalkan Hakya dan Kanaya dengan membawa tas berisi uang.

Haknya hanya mengangguk dan menuruti, apa yang diperintahkan oleh ibu mertuanya itu.

"Bolehkah aku tidur di kamar kamu?" tanya Hakya kepada Kanaya ketika mereka sudah sampai di rumah. Hal itu membuat Kanaya membelalakkan matanya.

"Sebagai kenang-kenangan bahwa kita pernah tidur di kamar yang sama, aku akan tidur di lantai kalau kamu tidak mengajak aki tidur di ranjang yang sama," lanjut Hakya lagi memelas.

"Boleh," jawab Kanaya pelan kepada Hakya sambil mengangguk.

Hakya begitu senang ketika mendengar Kanaya menyetujui permintaannya, karena dia tahu jika nanti umur pernikahan mereka pas 2 tahun, keluarga Kanaya pasti akan memaksa Kanaya menceraikan Hakya.

"Tidurlah disini," tawar Kanaya ketika Hakya akan membentangkan selimut tipis di lantai sebagai alas untuk tidur.

Dalam hati Hakya tersenyum dan sangat senang saat mendapat tawaran tidur di ranjang yang sama oleh Kanaya.

Tiba di tengah malam saat keduanya sedang tidur, tiba-tiba Hakya terbangun dan melihat Kanaya yang sedang tertidur pulas di sebelahnya. Wajah Kanaya yanh begitu teduh.

Dorongan di dalam tubuh Hakya terus memintanya untuk mendekat kepada istrinya tersebut.

Hakya mendekatkan wajahnya ke bibir Kanaya yang tampak begitu merah dan juga begitu manis.

"Aku mencintai kamu, Kanaya."

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status