Share

Bertemu dengan Big Bos

"Tolong aku, Shilaaa!" pekik Aeera seraya menggenggam kuat tangan sahabatnya tersebut.

Kini Aeera berada di apartemen sang sahabat, beristirahat sejenak di sana dan sekaligus menangkan diri dari kejadian sial tadi.

Smirk Alarich-- hell! Masih mengiyang di pikiran Aeera, membuat Aeera semakin takut untuk berjumpa dengan hari esok.

"Aku juga dalam bahaya, Aeera. Gara-gara kamu salah sasaran, aku nggak bisa nolak pria itu. Sekarang dia semakin mantap untuk menikahiku. Katanya aku ini lucu." Shila menggembungkan pipi, "lucu dari mana coba?! Ah! Aku takut nikah, Aeera. Aku takut dicoplos. Aaaa … aku nggak bisa bayangin kalau aku jadi istri, Aeera." Shila menjerit di akhir kalimat.

"Aelah, kenapa jadi kamu yang curhat? Malah adu nasib lagi." Aeera mendengkus pelan. "Harus kamu tahu yah, Shila Okserila Wijaya, yang aku labrak tadi, itu tak lain adalah Big Bos ku! CEO di perusahaan tempatku kerja, Lala. Bayangin gimana suramnya hariku besok!"

"Apa? CEO di tempat kamu kerja? Gila!" Shila memekik sembari memegang kepala dengan kedua tangan, menatap horor ke arah Aeera. Dia kaget!

"Eh, tapi kan kamu hanya staf biasa. Ada banyak staf di tempatmu kerja.  Siapa tahu dia nggak kenal sama kamu. Artinya kamu masih selamat sih," ucapnya menambahi sembari mengibas tangan di depan wajah.

Seketika Aeera terdiam kaku, wajah pucat pias dengan tatapan mata yang mendadak kosong.

Itu merupakan harapan Aeera–andai Alarich tak mengenalinya. Namun, itu tidak mungkin. Dia memang staf biasa, tetapi cukup unggul dibandingkan staf lain. Aeera sering diikutkan saat rapat penting antar team, dan beberapa kali ikut rapat dengan sang Big Bos. Lain dari itu, ada sebuah fakta yang cukup mengerikan–yang Aeera pendam sendiri selama ini.

Hampir dua tahun dia bekerja di perusahaan tersebut, dan selama itu dia merasa jika seseorang mengawasinya.

Seseorang yang mengawasinya tersebut tak lain adalah Karl Alarich Adam–sang Big Bos yang sangat misterius dan terkenal dengan pribadi yang dingin.

Selain rapat, Alarich tak pernah berbicara padanya, hampir bisa dikatakan jika mereka tak pernah berinteraksi. Namun, Aeera sering mendapati Alarich menatapnya dengan sebuah sorot yang sulit Aeera pahami. Sorot itu tajam, mengintai pergerakan Aeera secara detail, dan tak pernah lepas meskipun Aeera memergoki. Intinya, itu tatapan yang mengerikan dan berbahaya!

Kerap kali ketika dia harus lembur, saat pulang malam, pria itu pasti mengikutinya–diam-diam mengendari mobil mewahnya lalu mengikuti Aeera pulang. Setelah Aeera sampai di kontrakannya, kerap kali mobil itu baru pergi setelah setengah jam mengintai.

Aeera tidak ingin salah menduga, tetapi mobil yang sering mengikutinya setiap pulang malam tak lain adalah mobil Alarich. Aeera juga tidak bisa memastikan, karena dia takut berhadapan langsung dengan Alarich. 

Aeera hanya rakyat kecil!

Ditambah tadi-- pria itu senyum penuh makna padanya, membuat Aeera merasa terancam!

"Ah, sudahlah. Aku mau pulang saja." Aeera bergegas mengambil tas, langsung menyelonong pergi dari apartemen sahabatnya.

***

Dengan buru-buru dan langkah tergesa-gesa, Aeera masuk ke ruangan HRD–kebetulan dia dekat dengan sang manager SDM.

"Wi, aku mau resign!" ucap Aeera dengan panik dan terkesan buru-buru, baru masuk–langsung memukul meja kerja sang senior.

"Aduh." Seseorang yang dibalik meja tersebut mendongak, menatap Aeera dengan raut muka kaget. "Kaget Eike," ucap pria tersebut dengan letoy.

Namanya Dewa, setengah Adam dan setengah hawa. Anehnya, Dewa akan menjadi pria seutuhnya ketika berhadapan dengan para petinggi perusahaan atau anak baru. Dia profesional dan cekatan dalam bekerja. Namun ketika berada di sekitar orang terdekatnya, Dewa akan berubah menjadi Dewi. Seperti sekarang ini.

"Eikk!" galak pria tersebut, memukul meja dengan kuat lalu melotot marah pada Aeera. "Pagi-pagi sudah buat jantung Eike copot. Aduh," tambahnya sembari mengibas tangan di depan wajah.

"Nggak ada resign resign!" galak Dewa kemudian, membuat muka Aeera masam. "Kalau kamu resign kamu mau kerja apa? Mikir! Cari kerjaan di jaman sekarang itu sulit, Tsay!! Udah beruntung kamu diterima kerja di sini, di perusahaan gedong se Asia. Ini malah banyak tingkah pengen resign. Mikir kamu, Sayangku!" omel Dewa pada Aeera.

"Tapi kamu nggak paham masalahku, Abang sayang." Aeera memekik frustasi. "Aku nggak bisa jelasinnya tapi … aku harus keluar dari perusahaan ini, Wi. Aku dalam bahaya, nyawaku terancam!"

"Eike lagi banyak kerjaan, mending kamu sarapan. Ouh, cuci muka dulu. Siapa tahu kamu masih mimpi," celutuk pria tersebut, kadang bersikap seperti lelaki tetapi kadang bahasa khasnya muncul. Dia kembali fokus pada laptopnya, mengetik sesuatu di sana.

Tok tok tok

Aeera yang ingin kembali memohon untuk pengunduran diri, langsung mengurungkan niat ketika pintu diketuk.

"Silahkan masuk," sahut Dewa, begitu cool dan berdamage. Di depan staf lain atau para petinggi, dia harus menjadi Dewa.

Ceklek'

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria tinggi berkaca mata. Namun terlihat tampan dan gagah secara bersamaan.

"Ternyata anda di sini, Nona Aeera." Suara bass dari pria tersebut mengalun. "Tuan Alarich meminta anda untuk menemuinya."

Mata Aeera membelalak horor, dengan cepat menggelengkan kepala pada tangan kanan sang CEO tersebut.

"Aku tidak mau, Pak!!" pekiknya panik, sudah gemetaran dan merinding. Ini yang dia takutkan!

Bian memicingkan mata, menatap penuh tanda tanya pada sosok perempuan manis tersebut. "Kenapa? Anda membuat masalah?"

"U'uh." Aeera mengangguk kuat. "Tolong bantu aku, Pak. Ka--katakan saja jika aku su--sudah mati ditabrak lalat atau … mati suri. Hah!" Aeera memegang kepala, dia mendadak pening–terlalu cemas dengan situasi sekarang.

"Itu alasan yang konyol, Nona." Bian berdehem pelan untuk menahan geli. Lucu saja dengan perempuan yang sedang panik ini. "Lebih baik anda temui Tuan Alarich sebelum anda terkena masalah besar."

Aeera menahan napas. Menemui Alarich? Itu mimpi buruk. Namun, dia yakin Alarich tak akan melepasnya dengan mudah. 

"Mari, Nona, ikut dengan saya."

Aeera mengangukkan kepala. Kini dia hanya bisa pasrah.

***

"Tuan, saya sudah membawa Nona Aeera," lapor Bian secara sopan pada sang tuan.

"Humm." Alarich berdehem, melirik sekilas pada Bian dan perempuan yang tangan kanannya tersebut bawa. "Kau boleh pergi," ucapnya.

Bian membungkuk memberi hormat kemudian segera beranjak dari sana, meninggalkan Aeera dan Alarich–berdua dalam ruangan tersebut.

'Semoga besok aku masih hidup.' Aeera membatin, diam-diam mencuri pandang pada sosok dingin di depannya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
AlynGrafielloPaxon
semoga Lo gak di Telen ya aeera
goodnovel comment avatar
Heryanto Sondo
Cerita yang tapi bermakna
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status