Refan menarik Elmira hingga terjatuh dan kepalanya terbentur cukup keras. Sementara itu Elmira hanya meringis menahan sakit di bagian kepalanya. Refan mendekat memastikan kondisinya baik-baik saja.
“Bagian mana yang sakit? Kita ke rumah sakit dulu ya, agar bisa cek kondisimu.” “Aku baik-baik saja, sudahlah jangan berlebihan.” “Kamu yakin baik-baik saja?” Elmira hanya mengangguk, Refan kemudian membantunya berdiri dan kembali merapikan koper ke mobil. Melihat hal itu, Elmira juga tidak mencegahnya. Dia merasakan pusing cukup hebat dan kepalanya seperti berputar-putar. “Kamu yakin tidak cek dulu ke rumah sakit atau klinik terdekat?” “Tidak apa-apa, ini hanya pening saja. Sepertinya vertigoku sedang kambuh akibat benturan, jangan khawatir.” Elmira terus meyakinkan Refan bahwa dirinya baik-baik saja. Tetapi, sepertinya dia tidak yakin kondisi Elmira, dia memilih mencari klinik terdekat untuk memastikan. Melihat Refan berhenti di sebuah klinik, Elmira tampak bingung, meskipun dia tahu tujuannya. Elmira tidak berharap semua ini dilakukan Refan, tetapi lelaki ini nyatanya baik dan berusaha memperhatikan kondisi istrinya. “Apa yang akan kita lakukan di sini? Lebih baik kita lanjutkan perjalanan saja. Ini sudah terlalu siang.” “Kepalamu terbentur, ini bukan yang kesekian kalinya. Bisa berbahaya kalau dibiarkan.” “Kamu berlebihan, sudahlah. Percaya padaku, aku baik-baik. Ini hanya vertigo biasa, aku sudah sering seperti ini. Aku hanya perlu memperbaiki posisi kursi, lalu tidur sampai tiba di Jakarta. Ayo!” ucap Elmira meyakinkan seraya memposisikan diri untuk tidur nyaman di mobil. “Apalagi yang kamu tunggu? Kita harus lanjutkan perjalanan.” Refan masih belum bergerak untuk keluar dari mobil atau memutar balik dan melakukan perjalanan. Sementara Elmira pura-pura tidur agar Refan tidak memanggilnya dan meminta melakukan pemeriksaan. Dokter akan memberikan penjelasan rumit dan memintanya istirahat. Elmira sudah bertekad bahwa setelah tiba di Jakarta, dia harus produktif agar tidak menyusahkan Refan. Apalagi, dia harus merawat anak bungsu Refan yang masih bayi. “Baiklah kalau kamu tidak ingin melakukan pemeriksaan, kamu bisa istirahat. Itu lebih baik daripada melarikan diri.” “Aku tidak seharusnya keluar mobil dan menyebabkan kecelakaan tadi. Beruntung tidak ada korban jiwa.” “Semua salahku, aku minta maaf perihal tadi.” “Bisakah kamu berhenti meminta maaf dan melupakan kejadian tadi, lalu kemudikan kembali mobil. Atau, aku bisa menggantikannya. Aku bisa membawa mobil.” “Tidak, kamu istirahat saja. Aku akan mengemudi dengan baik.” Awalnya Elmira hanya pura-pura tidur, tetapi akhirnya dia benar-benar tertidur. Setidaknya itu bisa meredakan rasa sakitnya. Meskipun tidak terjadi pendarahan, tapi rasa sakit memang terasa berbeda. Sepertinya ini akibat benturan di kepalanya terjadi dua kali dalam waktu bersamaan. Sepanjang jalan, Refan hanya fokus mengendarai mobil sambil memutarkan musik agar tidak mengantuk. Sementara Elmira tertidur pulas, dia memang tidak cukup istirahat sejak ayahnya meninggal. “Emh, aku tertidur. Apakah kita sudah sampai?” tanya Elmira saat terbangun. “Masih setengah jam lagi, kamu tidur saja.” Elmira membetulkan posis kursinya, dia merasa rasa sakit di kepalanya sudah mulai membaik. Dia baru menyadari sudah tiba di Jakarta, meskipun belum sampai rumah. “Kita langsung pulang saja ya, nanti aku kirim orang untuk membawa barang-barang di kosan.” “Ya, baiklah. Aku ikut saja, kamu lebih tahu. Oh iya, aku baru ingat sesuatu. Perihal tawaran kerjamu, aku pikir sepertinya tidak jadi. Aku ingat kita masih punya bayi, jadi kurasa lebih baik fokus di rumah saja menyelesaikan skripsiku.” “Aku punya baby sitter, lagi pula anakku sering di rumah neneknya. Kamu jangan khawatir perihal itu. Aku hanya tidak ingin kamu bosan di rumah, makanya menawarkan pekerjaan.” “Tidak apa-apa, aku di rumah saja. Kamu jangan khawatir, perkuliahanku juga hampir selesai. Aku hanya tinggal skripsi saja.” “Baiklah, terserah kamu. Kalau nanti bosan, bicara saja. Aku memang sengaja menyiapkan baby sitter karena tidak mau merepotkan neneknya. Selain itu, aku juga sibuk kerja, jadi tidak banyak waktu dengan anak-anakku.” “Tidak apa-apa, nanti kalau bosan. Aku akan meminta pekerjaan kepadamu.” Refan sebenarnya tidak mengerti arti pernikahan ini untuk dirinya. Hanya saja, melihat Elmira yang baru saja ditinggal oleh ayahnya dan harus menjadi yatim piatu membuat dirinya iba. Meskipun tidak bisa menerima sang istri, dia tetap berusaha memberikan rasa nyaman dan aman baginya. Sementara Elmira, dia juga merasa harus bertanggung jawab atas kedua anak Refan. Entah Refan akan menerima dirinya sebagai istri atau tidak, dia akan tetap memenuhi semua kewajibannya sebagai istri dan juga seorang ibu. Elmira pernah merasakan hancur ketika sang ibu tiada, meski saat itu masih memiliki ayah yang begitu menyayanginya. Hanya saja, ayah saja tidak cukup. Dia juga memerlukan sosok ibu di kehidupannya. Hal itulah yang membuat Elmira perlahan mencoba menerima pernikahannya dengan Refan. Malam di mana mereka melakukan perjalanan pulang ke Jakarta, Elmira mencari informasi terkait Refan dan mendiang istrinya. Meskipun tidak sering, tapi Refan maupun sang istri kerap membagikan momen kebersamaan mereka di media sosial. Informasi singkat itu yang kemudian mengubah cara pikir Elmira mengenai pernikahannya dengan Refan. Baik dia maupun Refan tetap sepakat bahwa mereka tidak boleh menunjukkan ketidakharmonisan di hadapan keluarga. “Apakah kepalamu masih terasa sakit?” “Tidak, sudah kukatakan ini cukup membaik.” “Apa kita perlu ke klinik dulu saja sebelum pulang?” “Kamu tuh aneh, kadang galak, kadang baik dan perhatian. Sudahlah, aku baik-baik saja. Fokus saja menyetir sampai tiba di rumah.” Refan terlihat gugup, dia hanya mengangguk sambil kembali fokus menyetir. Bukan hanya Elmira, bahkan dirinya sendiri saja tidak paham dengan sikapnya. Entah dia kelak akan menerima pernikahan ini atau justru sebaliknya. “Kita sudah tiba di cluster, dari sini tidak begitu jauh menuju rumahku. Ini rumah yang aku beli setelah menikah, jadi banyak banget kenangan di sini yang mengingatkan aku dengan istriku.” “Ya, pantas saja sulit move on,” jawab Elmira hampir tidak terdengar. “Apa kamu bilang?” “Sudahlah lupakan saja, aku hanya salah bicara tadi.” Ini bisa menyebabkan pertikaian panjang jika dijelaskan. Elmira tidak ingin berdebat panjang, dia masih merasakan sakit di bagian kepalanya. Saat ini dia hanya ingin segera tiba, lalu istirahat. Refan menghentikan mobilnya di sebuah rumah mewah dua lantai. Keduanya disambut oleh wanita paruh baya saat hendak masuk. “Ini Mbak Yuni, asisten rumah tangga di sini. Sementara di dalam ada Mbak Meli baby sitter Ruhi dan Calista.” Refan memperkenalkan orang-orang di rumah. “Ayah!!” panggil seorang gadis yang lari menuruni anak tangga menuju Refan. “Halo sayang! Ayah rindu padamu.” “Ayah, lama sekali pulang. Apakah pekerjaan itu tidak lebih penting daripada aku?” “Sayang, pekerjaan orang dewasa itu rumit. Kamu akan tahu saat dewasa nanti.” “Ayah, siapa itu?” tanya Ruhi seraya menunjukkan ke arah Elmira. “Sayang, Bunda Hanum sudah tidak ada. Jadi, Ruhi sekarang memiliki Bunda baru, namaya Elmira. Ayo berikan salam dulu.” Ruhi mendekat dan bersalaman, Elmira menyambutnya dengan senyuman. “Halo cantik!” “Ayah, aku punya Bunda baru?” Refan mengangguk, Ruhi pun meloncat dengan girang, “yey, aku punya baru.” Elmira hampir saja menitikan air mata dengan tingkah Ruhi. Entah perasaan apa itu, tapi rasanya sangat senang ketika dia diterima dengan baik oleh anaknya. “Ruhi, ini sudah waktunya tidur siang. Ayah dan Bunda sangat lelah, jadi biarkan Bunda istirahat.” “Baiklah, Ayah.” Ruhi meninggalkan keduanya bersama Mbak Meli. Kemudian disusul Refan dan juga Elmira naik ke lantai dua. “Refan, di mana kamarku? Aku tidur di kamar tamu saja.” Refan cukup terkejut dengan permintaan Elmira, ini di luar keinginannya. “Kamu yakin akan tidur di kamar tamu? Aku tidak melarangmu tidur di sini.” “Kamu tidak melarangnya, tapi kamu pasti tidak bisa bayangkan bahwa wanita yang tidur bersamamu bukan wanita yang sama saat menempati kamar ini.” “El, aku ...”Jam menunjukkan pukul delapan pagi saat Rere tengah bersiap, hari ini ia hendak datang ke acara pernikahan Refan dengan Aisha. Meski hatinya sangat berat, tapi ia juga menghormati undangan Refan dan sebagai pembuktian bahwa ia telah merelakan Refan dalam hidupnya. Bukan hanya mengikhlaskan, pun juga menghapus pengharapan yang pernah ia perjuangkan. Bagi Elmira, Refan lelaki yang berhak diperjuangkan sebagaimana pun mestinya. Namun akhirnya ia harus kembali kecewa karena pada akhirnya Refan benar-benar tidak memilih dia dalam hidupnya. Tidak pernah izinkan sekalipun Elmira ada dalam dunianya. “Kamu yakin, El?” tanya Naura terdengar khawatir. “Bismillah, aku menghormati undangannya. Aku harus memastikan bahwa hatiku sudah menerima kenyataan ini, kenyataan bahwa Refa benar-benar pergi dari hidupku selamanya.” “Kamu tidak perlu melakukan hal ini hanya untuk menunjukkan kepada Refan.” Elmira menggulum senyum, dia menggelengkan kepala. Langkah sudah ia buat dan keputusan sudah
Tahun demi tahun yang dihabiskan Elmira untuk melupakan Refan, tapi itu tidak berhasil. Sebab ia tidak pernah benar-benar berusaha melakukannya, ia hanya mencoba tapi tidak sungguh-sungguh. Baginya, Refan ialah lelaki baik dan pendamping yang pantas untuknya. Lelaki yang akan menuntun jalannya, menjadikannya wanita yang baik. Namun harapan itu sirna sudah sejak Refan memberikan undangan pernikahannya dengan gadis bernama Aisha. Tentu sangat sulit bagi Elmira untuk memulihkan lukanya, kepingan hati yang telah retak dan sulit baginya membuat itu utuh kembali.Setelah liburannya ke Turki bersama Naura waktu itu, Elmira yang sempat melakukan percobaan bunuh diri berhasil melewati masa kritisnya. Namun, dia tidak pernah bahwa Refan juga ada di sana mendampingi. Naura menunda kepulangannya untuk menemani Elmira pulih. Refan juga berpesan agar Naura mendampingi, khawatir Elmira akan melakukan hal buruk lagi.“Aku terlalu bodoh perihal lelaki, Naura. Sudah jelas dia tidak menginginkank
Elmira menatap langit Cappadocia di malam hari, setelah perjalanan ke Cordoba mereka melanjutkan ke Cappadocia. Menginap di sana sekaligus jalan beberapa hari sebelum Naura kembali ke Indonesia. Elmira ditinggal Naura pergi keluar, sementara dirinya termenung sendiri di balkon hotel. Suara pintu hotel di ketuk beberapa kali, Elmira terperanjat. Tanpa berpikir hal aneh, Elmira membuka pintu.‘BRUKKKK!!’Tubuh Elmira tergopoh-gopoh menumpu tubuh seorang lelaki.“Refan!! Astaga, apa yang kamu lakukan di sini?”“Refan mabuk, entahlah. Tadi sudah keperingatkan agar tidak minum berlebihan.”“Tunggu! Angga, Refan! Kenapa kalian bisa di sini bersamaan? Maksudku, kenapa kalian bisa sampai di Cappadocia dan tahu hotel yang kutempati?”“Ceritanya panjang, lebih baik kamu bawa saja Refan masuk. Aku permisi dulu.”“Eh, Angga, tunggu!” Elmira belum sempat memberikan penolakan, Angga sudah pergi sebelum Elmira berhasil mengejarnya. Terpaksa dia menutup pintu kamar hotel dan membawa Refan masuk.“P
“Aku akan usahakan setelah kembali ke tanah air,” ujar Elmira sendu.“Terima kasih, aku akan sangat berterima kasih jika kamu menyempatkannya.”“Maaf, Refan. Temanku pasti mencari, sebaiknya aku pergi,” ucap Elmira sambil berlalu meninggalkan Refan yang masih berdiri mematung.Lagi. Elmira terus menghindar dari Refan. Dan sekali lagi, Refan tidak bisa berbuat apapun dan membiarkan Elmira berlalu. Tidak ada pilihan lagi, sebab saat ini Refan sudah tidak berhak lagi menaruh hati untuk Elmira.“Tunggu, El.” Refan berusaha menghentikan Elmira.“Ada apa?” tanya Elmira sambil sedikit membalikan badan menghadap Refan.“Aku belum menanyakan sesuatu padamu.”“Ya, apa itu?”“Aku masih belum mengerti, mengapa kamu memblokir semua media sosialku?”Elmira terdiam, dia sebenarnya enggan menjelaskan ini kepada Refan. Namun, Refan membutuhkan jawaban dan juga kepastian. Dia ingin tahu alasan Elmira menghindari darinya selama beberapa tahun dan hingga hari ini masih tetap sama. Elmira tidak memberika
Turki memiliki sebuah gereja di zaman Bizantium yang kemudian diubah menjadi masjid, lalu di sulap menjadi museum pada masa Kemal Attaturk. Di Eropa berbeda ceritanya, ada sebuah masjid besar di zaman kekhalifahan Umayyah yang kemudian berubah hari ini menjadi gereja katedral. Cordoba di Andalusia merupakan kota peninggalan Islam di Eropa. Di sini ada Mezquita de Cordoba, gereja yang pernah menjadi masjid kemudian menjadi gereja lagi. Jika berkesempatan liburan ke Spanyol, jangan lupa mampir ke Cordoba untuk melihat salah satu peninggalan Islam di Eropa. Adalah Mosque-Cathedral of Cordoba. Masjid Agung Cordoba yang sekarang beralih fungsi menjadi gereja katedral untuk umat Katolik.Masjid ini pada awalnya merupakan gereja untuk umat Kristen Visigoth. Masjid dibangun di atas tanah tepatnya di Calle del Cardenal Herrero, Córdoba, Andalusia, Spanyol dengan luas sekitar 309 meter persegi. Namun setelah Abd al-Rahman I menguasai daerah Iberia, gereja tersebut dibagi menjadi gereja dan j
Enam bulan berlalu, setelah melewati tugas panjang menyusun tesis akhirnya Elmira dan Naura berhasil menyelesaikannya. Nilainya sangat memuaskan, keduanya menjadi mahasiswa terbaik dan sukses menghadapi ujian akhir tesis. Sebagian orang mengatakan itu merupakan suatu hal menegangkan. Akan tetapi, bagi Elmira dan Naura tidak begitu berat saat keduanya mengerjakannya dengan tekun dan enjoy. “Aku senang kita bisa menyelesaikan kuliah di waktu bersamaan,” ujar Naura dari seberang sana.“Aku gak mau wisuda sendirian, kamu harus datang.”“Apapun akan aku lakukan untuk kamu El, jangan khawatir.”“Aku juga akan wisuda, tapi kamu lebih dulu. Jadi, aku bisa datang sekalian menjemput kamu pulang.”Keduanya juga diberikan kemudahan dalam menyusun tesis, meski sebagian orang merasakan tesis seperti mimpi buruk dalam kehidupannya. Belum lagi menghadapi dosen pembimbing killer. ***Hari ini, tepat pada awal bulan Oktober Elmira akan melakukan wisuda. Mendengar hal tersebut, Naura segera terbang ke