"Udahlah, Ilham! Kamu ceraikan saja Sela! udah tiga tahun dia belum hamil juga! mau sampai kapan ibu sabar menunggu, Ham ? Ibu mau punya cucu! kamu anak satu-satunya yang ibu punya, apa kamu tidak kasihan sama ibu, Ham ?"
Sakit sekali rasanya ketika mendengar ibu mertuaku menyuruh Mas Ilham menceraikan aku. Rasanya dadaku benar-benar terasa sesak."Tolong beri Sela waktu lagi, Bu. Mungkin, Allah belum kasih saja, Bu. Lagian, kita 'kan bisa adopsi anak dari panti asuhan. Yang penting, Ilham gak mau menceraikan Sela, Bu.""Ibu gak mau, Ilham! Ibu mau cucu dari darah daging kamu sendiri!""Tapi aku gak mau pisah sama Sela, Bu. Ilham sangat mencintai dia.""Lebih baik kamu periksa dia ke dokter! Jangan-jangan istri kamu itu memang mandul lagi!""Aku gak peduli Sela bisa kasih aku anak atau tidak, Bu. Aku juga gak maksud buat ibu terluka. Aku bingung, Bu. Aku mohon ibu mengerti, aku sangat menyayangi Sela, Bu.""Susah bicara sama kamu, Ham!"Aku menangis mendengar sendiri ucapan Mas Ilham, bersyukur sekali aku memiliki suami yang sangat menyayangi ku.Selama tiga tahun, ia selalu sabar ketika aku tak kunjung hamil. Selama tiga tahun juga, ia selalu terus mempertahankan aku disaat ibunya terus menerus menyuruhnya untuk menceraikan aku.Selama itu juga, aku belum pernah memeriksa ke dokter atas ketidakhamilan-ku selama ini. Mas Ilham selalu marah jika aku melakukan itu. Ia selalu berusaha membuat aku percaya jika aku tidak mandul. Selama itu, karena suamiku, aku berjanji untuk tidak pernah memeriksa-nya.Hingga tadi pagi, aku melanggar janji itu karena aku benar-benar sudah tidak kuasa lagi untuk ingin mengetahui semuanya.Setelah cukup lama berdiri di pinggir pintu, aku mengusap air mata dan masuk ke dalam rumah dengan berpura-pura tidak mendengar apa yang mereka bicarakan."Assalamualaikum.""Wa'alaikum salam," ucap Mas Ilham dan ibu mertuaku secara bersamaan.Aku menyalami Mas Ilham dan ibu mertuaku yang tengah duduk di sofa."Ibu kesini, Bu ?" sapaku sambil menyalami ibu mertuaku."Kamu sudah pulang ternyata, Sel. Ibu mau langsung bicara saja kamu, ibu udah pengen cucu. Kamu tau itu 'kan ?""Iya, Bu. Ma-af karena aku belum bisa kasih ibu cucu."Ibu mertuaku---Bu Rita--berdiri dengan raut wajah yang nampak kesal."Ibu gak mau tau! Jika dalam tiga bulan kamu tidak kunjung hamil juga. Kamu harus minta pisah sama Ilham!""Bu!" ucap Mas Ilham sambil duduk. Aku masih terdiam berdiri karena tak bisa melawan."Sudah Ilham! Kamu diam! Ibu sudah cukup sabar selama ini!"Kali ini Mas Ilham juga berdiri."Bu, aku gak mau pisah sama Sela, Bu.""Oke. Ibu gak akan nyuruh kamu menceraikan Sela. Tapi, jika dalam tiga bulan Sela tak kunjung hamil juga, kamu harus mau menikah lagi dengan wanita lain!"Deg! Kaget dan sakit sekali rasanya dadaku. Bagaimana mungkin aku bisa berbagi Mas Ilham bersama wanita lain ?"Tapi, Bu ?!" ucap Mas Ilham."Bagaimana Sela ? Kamu setuju ?!" tanya ibu mertuaku padaku.Aku terdiam penuh kebingungan."Mau tidak mau kamu harus tetap mau mengikuti peraturan dari ibu!" ucap ibu tanpa mau mendengarkan dulu jawabanku."Baiklah, Bu. Dalam tiga bulan aku akan coba lagi program hamil. Dan, jika dalam tiga bulan itu aku tak kunjung hamil, aku akan meminta pisah atau berbagi suami," ucapku.Aku pasrah, karena sebenarnya aku memang tidak bisa hamil. Aku hanya ingin mengulur waktu agar masih tetap bisa bersama Mas Ilham."Sela ?! kenapa kamu bilang begitu, Sel ?" tanya Mas Ilham."Aku gak punya pilihan lain, Mas.""Ibu pegang kata-kata kamu, ya!"Setelah mengucapkan itu, ibu mertuaku pun berjalan keluar menuju pintu untuk pulang.Aku dan Mas Ilham saling terdiam berdiri dan saling bertatapan."Kenapa kamu tadi bicara seperti itu, Sel ? Kamu sudah tidak cinta sama aku ? Kamu mau pisah sama aku ? Kamu tega membiarkan aku menikah dengan wanita lain ?" lirih Mas Ilham."Duduk dulu, Mas. ada yang mau aku bicarakan sama kamu."Aku dan Mas Ilham pun duduk. Siap tidak siap, aku harus menceritakan tentang diriku yang tidak bisa memberikan anak pada Mas Ilham.Aku mengambil surat yang diberikan oleh dokter dari tasku. Lalu, memberikannya pada Mas Ilham."Kamu baca dulu, Mas."Mas Ilham meraihnya, ia melihat heran dengan surat yang aku berikan padanya. Ia nampak melihat kop surat dari rumah sakit itu."Kamu habis dari rumah sakit ? Bukannya tadi pagi kamu bilang kamu mau beli B Erl untuk perawatan wajah kamu agar semakin Glazed yang lebih-lebih dari glowing itu ?""Ma-af, Mas. Aku bohong sama kamuSebenarnya aku bukan mau beli B Erl. Maaf karena aku melanggar janji aku, ma-afkan aku, Mas. Aku benar-benar gelisah selama ini karena ingin tahu tentang aku yang tak kunjung hamil," ucapku sambil menunduk penuh rasa bersalah."Maksud kamu ?"Aku terdiam, Mas Ilham pun membuka surat dalam amplop putih itu. Aku melihatnya, ia nampak tengah membacanya. Hingga setelah sekitar beberapa menit, ia menatap ku dengan lirih.Aku yakin, Mas Ilham sudah mengerti keadaanku."Ja-di kamu ?""Iya, Mas. Aku mandul, aku tidak akan pernah bisa memberikan anak untuk kamu sampai kapanpun juga. Terserah kamu jika kamu mau menceraikan aku, Mas. Aku pasrah. Sudah seharusnya aku sadar diri, aku bukan perempuan yang sempurna untuk kamu, Mas..." ucapku sambil tak kuasa untuk menangis.Mas Ilham menyenderkan kepalaku di bahunya."Astagfirullah.. Sel, sudah berapa kali aku bilang sama kamu, sampai kapanpun aku gak akan pernah menceraikan kamu. Aku gak peduli jika kamu tidak bisa memberikan aku anak. Yang penting buat aku, kamu tetap bersama aku, Sel."Aku mengangkat kepalaku dan menatap Mas Ilham dengan lirih."Tapi, Mas ? Aku gak mau egois, aku ingin kamu dan ibu kamu bahagia. Ibu sudah sangat ingin cucu. Atau, kamu nikah lagi aja ya, Mas ? Seperti yang ibu bilang tadi. Aku akan berusaha untuk ikhlas, Mas. Ini demi kebaikan kamu dan ibu kamu, Mas."Mas Ilham langsung berdiri dan menatap ku dengan raut wajah yang terlihat marah."Kamu ini ngomong apa, Sih, Sel ?! 'Kan sudah aku bilang tadi, aku tidak mau menceraikan kamu! Aku juga tidak mau menikah lagi!""Tapi, Mas ? Aku gak bisa kasih kamu anak. Aku gak sempurna, Mas..""Aku gak peduli, Sel! kita masih bisa adopsi dari panti asuhan 'kan ?""Enggak, Mas. Aku tadi denger sendiri jika ibu tidak mau jika kamu memiliki anak yang bukan dari darah daging kamu sendiri.""Sudahlah, Sel. Pokoknya kamu gak boleh minta pisah sama aku! Sampai kapanpun aku juga gak mau menikah dengan wanita lain! Harusnya kamu dukung aku, Sel! Apa kamu tidak mengerti jika aku tidak mau pisah dan menikah dengan wanita lain karena aku sangat mencintai kamu ?! Apa kamu tidak mengerti itu, Sel ?!"Aku terdiam. Sedangkan, Mas Ilham yang tadinya berdiri kini bersimpuh dihadapan ku dan meraih kedua tanganku untuk dia genggam. Tatapannya begitu lirih menatapku. Bola matanya tiba-tiba berkaca-kaca, ia menangis menatapku."Aku mohon sama kamu, Sel. Kita perjuangkan sama-sama pernikahan kita. Aku mohon.. kamu jangan pernah lagi bilang untuk minta pisah sama aku atau menyuruh aku menikah lagi dengan wanita lain. Aku mohon, Sel. Aku sangat mencintai kamu.."Melihat Mas Ilham sampai menangis, aku bisa merasakan jika Mas Ilham memang menyayangi ku.Aku pun mengangguk. Jujur, aku juga sangat mencintainya."Iya, Mas. Kita sama-sama berusaha untuk mempertahankan pernikahan kita. Semoga saja ibu bisa luluh."Mas Ilham pun langsung memelukku."Makasih ya, Sayang. Aku percaya kita bisa melewati semua ini.""Iya, Mas. Aku juga berharap begitu."Satu bulan kemudian...Di depan halaman rumahnya. lham tengah memangku Zahra dan Sela tengah menyuapi Zahra. Mereka berdua merasa senang sekali akan kehadiran Zahra, karena mereka merasa seperti menjadi seorang ayah dan seorang ibu.Saat Sela dan Ilham tengah mengasuh Zahra, Tiba-tiba ada Ayu dan Rio yang bertamu ke rumah mereka. Ada yang ingin dibicarakan oleh Ayu dan Rio.Ayu dan Rio pun dipersilahkan masuk, hingga mereka berbicara di ruang tamu. Bu Tari yang tengah ada di rumah Ilham, juga ikut duduk di ruang tamu.Sambil duduk, Ilham tetap memangku Zahra yang sudah semakin tak bisa diam.Ayu dan Rio hanya terdiam. Mereka tengah berusaha memberanikan diri untuk mengatakan apa tujuan mereka."Jadi, apa yang mau dibicarakan ? 'kok kayaknya serius banget?" tanya Ilham dengan tawa kecil untuk membuat suasana tidak terlalu tegang."Iya, Yu, Rio, ada apa ? Bilang aja, jangan sungkan," tambah Sela."Iya, Nak. Memangnya ada apa ? 'kok kayaknya kalian lagi ada yang dipikirkan ?" tanya Bu Ta
Ilham datang ke kantor polisi untuk mencabut laporan atas Rio yang telah memerasnya dan atas kasus menculik anaknya sendiri untuk dijual.Rio begitu berterimakasih pada Ilham. Selama di dalam penjara, ia banyak sekali mendapatkan pelajaran. Sekarang, ia sudah mengakui kesalahannya dan ingin menjadi manusia yang lebih baik lagi."Kamu benar-benar mau membebaskan aku, Ilham ?" "Iya, Aku serius. Tapi, kamu mesti janji, kamu jangan berbuat jahat lagi seperti kemarin.""Iya, Ilham. Aku berjanji. Aku akan berusaha untuk menjadi orang baik.""Oke. Kalo, begitu. Aku pegang ucapan kamu. Jadi gimana ? Kamu juga mau 'kan bertanggung jawab untuk menikahi Ayu ?""Iya. Aku akan bertanggung jawab. Jujur saja, sebenarnya aku juga mencintai Ayu. Hanya saja, dulu aku merasa belum sanggup untuk memiliki istri. Aku tidak punya apa-apa untuk menafkahinya. Apalagi, aku dengar sampai Ayu hamil. Aku semakin merasa terbebani. Jadi, aku memilih kabur. Aku mengakui kesalahanku itu.""Baguslah kalo kamu sudah m
Setelah beberapa jam, akhirnya Tiara berhasil diselamatkan dari jurang. Setelah itu, Tiara pun di bawa ke rumah sakit. Sela dan semuanya menatap begitu ngeri pada darah yang terus mengalir dari kepala Tiara yang sampai membasahi bajunya.*****Dokter yang menangani Tiara menyatakan jika Tiara tengah kritis. Semuanya akhirnya memilih menunggu di kursi yang ada diluar ruangan Tiara dirawat. Semuanya panik dan berharap Tiara bisa bertahan hidup.Ilham terus mengelus bahu Sela yang kepalanya menyender pada pundaknya. Ia mengerti, jika istrinya juga tengah syock dengan kejadian hari ini. Sedangkan, Ayu yang sambil memangku Zahra, duduk bersama Bu Tari. Sebesar apapun rasa marahnya Bu Tari akan perlakuan Tiara, ia tetap tidak tega melihat kondisi Tiara saat ini. Tiba-tiba, Sela juga teringat pada Zahra yang takut terjadi sesuatu setelah kejadian tadi."Yu," panggil Sela. Ayu menatap pada Sela. "Iya, Bu ?" "Mumpung lagi di rumah sakit, kita juga sekalian periksa kondisi Zahra, yuk ? Ta
Bruk.. Bruk.. Bruk..Tangan Ilham terus menggedor kaca mobil Tiara. Pintu mobilnya terkunci, Ilham jadi susah untuk bisa mengambil Zahra kembali."Tiara, keluar Tiara!" Perasaan Tiara begitu panik, ia berpikiran jika rencananya pasti akan gagal jika Ilham yang menghalanginya. Ia terlalu lemah untuk melawan Ilham."Tiara! Kalo kamu masih tetap gak mau buka pintunya! Aku akan pecahkan kaca mobil kamu!""Akh! Sialan! Ilham benar-benar membuat aku terpojok! Aku gak bisa apa-apa lagi!"Diluar sana, Ilham masih terus menunggu Tiara keluar dengan perasan yang penuh amarah. Tiara pun membuka kaca mobilnya. Ilham yang melihatnya langsung melihat pada Zahra yang tengah menangis di pangkuan Tiara. "Zahra.." lirihnya.Ia begitu khawatir, membayangkan bagaimana Zahra berada dalam mobil yang dilajukan dengan kecepatan tinggi. Ia berpikir harus cepat-cepat menyelamatkan Zahra. Kondisi Zahra pasti kurang baik setelah dalam mobil Tiara. "Cepat kamu buka pintunya, Tiara!" "Minggir kamu, Ilham! K
Tiara yang tengah berada di balik pohon yang cukup besar yang ada di taman, terus memperhatikan Bu Tari yang tengah duduk di kursi yang ada di taman sambil menyuapi Zahra. Semenjak Bu Tari sering mengasuh Zahra, Bu Tari jadi merasa sayang pada Zahra. Ia sudah menganggap Zahra seperti cucunya sendiri. Pandangannya Tiara juga menoleh pada Sela dan Ayu yang tengah mengobrol. Hatinya begitu penuh amarah melihat Sela yang masih hidup baik-baik saja.Ia tidak sabar ingin membuat Sela kehilangan orang yang dia sayang, agar Sela bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang sudah dia sayangi. Awalnya, Tiara sengaja pergi ke rumahnya Sela untuk mengambil Zahra. Namun, karena tak ada satu orangpun di rumahnya, ia berpikir untuk pergi ke butik. Ia yakin jika Sela ada di butiknya."Awas kamu, Sela! Lihat saja apa yang akan aku lakukan!" ucapnya. Ia pun berjalan pelan, memastikan Sela dan Ayu tidak melihat pergerakannya. Tiara melangkahkan kakinya untuk menghampiri Bu Tari. "Hai, ne
"Kamu benar, Ilham. Harusnya aku tidak seperti ini. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Maafkan aku, Ilham. Maafkan aku, Sela."Tatapan Tiara melihat pada Mas Ilham, lalu padaku dengan tatapan lirih. Sepertinya, ia memang benar-benar menyadari kesalahannya.Aku mencoba menggenggam punggung tangannya."Tiara, aku sudah memaafkan kamu, kok. Aku juga bisa mengerti perasaan kamu," ucapku."Iya, Tiara. Aku juga sudah memaafkan kamu. Tapi, aku harap kamu tidak melakukan hal ini lagi," ucap Mas Ilham."Iya, Iham, Sela. Aku tidak akan melakukan hal ini lagi. Aku benar-benar menyesal. Aku terlalu terobsesi."Lega rasanya melihat Tiara sudah berubah. Kini, Tiara yang menggenggam kedua telapak tanganku."Sela, sekali lagi aku minta maaf sama kamu, ya ? Aku banyak salah sama kamu," ucapnya. Aku mengangguk sambil tersenyum."Iya, Tiara. Aku juga minta maaf kalo aku punya salah sama kamu.""Iya, Sela."Tak lama Tiara memelukku. Aku berharap semoga dia benar-benar berubah dan tak akan berbuat jaha
Satu minggu kemudian...Malam ini, aku tengah masak untuk makan malam. Sedangkan, Mas Ilham dan ibu tengah mengasuh Zahra. Kehadiran Zahra semakin menambah warna dalam hidup ku.Sekarang, sudah tidak perlu lagi ada kebohongan yang mesti ditutupi.Ibunya Mas Ilham, sikapnya kini sudah seperti dulu lagi, seperti saat aku pura-pura hamil. Ia tetap mengasuh Zahra dan terlihat begitu menyayanginya.Bedanya, kali ini perasaan ku lebih tenang karena sekalipun ibu sudah tahu Zahra bukan anakku, ibu tetap mau menerimanya. Aku sudah tidak perlu pura-pura lagi mengatakan jika Zahra anak kandungku. Berbohong, nyatanya hanya membuat hati tidak tenang. Ibu tengah menyuapi Zahra dengan bubur bayi. Kali ini Mas Ilham juga tengah libur, jadi dia ada di rumah seharian ini. Ia juga tengah main bersama Zahra."Cayang lagi makan ya.. iya ? lagi makan ya.." ucap Mas Ilham dengan suara yang di cadel-kan. Ia terlihat lucu sekali dan sikapnya begitu membuat ku menggelitik untuk tertawa.Pada akhirnya, aku
"Yasudah, lebih baik sekarang kita temui Sela, ya. Kita buat kejutan untuk dia," ucap Bu Tari pada Ilham."Iya, Bu. Ilham juga kepikiran untuk menemui Sela. Ayo, Bu. Kita berangkat."Ilham kembali ke bagasi dan masuk ke mobil. Bu Tari juga berjalan di belakangnya.*****POV SELA"Ya Allah.. apa benar yang ibu bilang tadi ? Apa benar Mas Ilham tidak jadi menikah ?" ucapku sembari mengelus pipi Zahra. Aku tidak bisa berbohong, jika aku merasa senang mendengar Mas Ilham tidak jadi menikah dengan Tiara.Mas Ilham adalah lelaki yang aku cintai. Sekalipun aku berusaha ikhlas melepaskannya, mungkin saja aku tetap tidak rela jika mengetahui Mas Ilham membagi rasa cintanya. Aku ingin menjadi wanita satu-satunya yang ia cintai."Zahra... Mamah gak tau mesti bersyukur atau tidak atas batalnya pernikahan papah kamu. Jujur saja, Mamah senang mendengarnya. Tapi, Mamah juga kasihan sama ibu dan sama papah Ilham. Ibunya papah Ilham pasti sangat menginginkan sekali cucu, Nak," ucapku sendiri.Aku tah
Ilham baru saja hendak menghidupkan mobilnya untuk melajukan mobilnya untuk mencari Sela kembali. Tapi, Bu Tari--ibunya-- mengejarnya hingga ke luar teras depan rumahnya."Ilham, tunggu dulu, Nak."Ilham mematikan kembali mesin mobilnya, lalu menoleh pada ibunya. "Loh, 'kok ibu keluar ? Ibu 'kan mesti istirahat, Bu," ucapnya sambil membuka pintu mobilnya.Ia pun berjalan mendekat ke Ibunya."Tadi, kamu bilang, Sela susah dihubungi 'kan ?""Iya, Bu. Sela nomornya selalu tidak aktif.""Ibu akan coba hubungi Sela. Mungkin saja jika ibu yang menghubunginya dia akan mengangkat telponnya," ucap Bu Tari."Astaga, kenapa gak kepikiran dari tadi. Yaudah, Bu. Ayo coba, Bu," ucap Ilham yang tak sabar. Ia baru sadar, jika hanya nomornya saja yang kemungkinan di blokir oleh Sela agar dirinya tidak bisa menemukan Sela. Bu Tari mencoba menelpon Sela. Panggilan terhubung.. "Aktif," ucap Bu Tari pelan sambil menatap Ilham. Mendengar itu, Ilham langsung tersenyum kecil. Ia merasa mendapat angin seg