Share

BERUSAHA KABUR

Author: bonanzalalala
last update Last Updated: 2024-01-26 14:40:34

Sayup-sayup terdengar suara tangisan. Sesekali suara itu tertahan. Seolah takut ada yang mendengarnya.

"Hmm? Siapa yang nangis?" Riana membuka mata. Tersadar bahwa dirinya sudah cukup lama tak sadarkan diri.

Kepala Riana menoleh ke kiri dan ke kanan. Sambil berpikir, Riana mencoba mengenali tempat baru yang dihuninya ini.

Ah, iya. Semalam ada penagih hutang ke rumah.…. Dan aku diculik sekarang.

Riana menundukkan kepala lemah. Menyadari nasib buruknya akan bertambah buruk lagi setelah ini.

Suara tangisan yang membangunkannya tadi terdengar lagi. Asalnya dari balik jendela. Kali ini semakin kencang. Membuatnya jadi penasaran.

"Siapa?" panggil Riana. Tak ada cara apapun yang bisa dilakukan Riana selain bertanya. Kedua tangan dan kakinya terikat. Hanya lakban di mulutnya yang dilepas.

Suara Isak tangis itu berhenti sesaat. Membuat hati Riana jadi gusar.

"Tadi itu manusia kan ya?" gumam Riana sambil celingukan. Tempat dia berada cukup luas. Sayangnya diisi oleh kardus dan peralatan rumah yang sudah tak terpakai. Ada beberapa kayu bangunan, besi, dan pipa.

"Kayaknya aku ditaruh di gudang. Tapi masa' iya tadi suara hantu gudang?" Riana menggelengkan kepala," Nggak! Mikir yang bener Riana!"

"Halo?" Riana kembali memberanikan diri menyapa si pemilik suara tangisan tadi," Kamu ada di luar ya? Bisa dengar aku kan?"

Riana menunggu beberapa saat. Muncul sembulan sebuah kepala mungil dari balik jendela.

Ah! Beneran manusia!

"Adik kecil! Lihat ke sini!" panggil Riana setengah berteriak. Sekuat tenaga Riana berusaha mengesot mendekati jendela.

Anak kecil itu langsung meloncat masuk ke dalam, jendela gudang yang sudah hilang kacanya. Riana terkaget melihat aksi anak itu.

"Kamu nggak apa-apa?" Riana menatap khawatir bocah laki-laki yang berguling di lantai itu.

Anak itu tak menjawab. Langsung berdiri dan menghampiri Riana. Tangan mungilnya membantu membuka ikatan di tangan dan kaki Riana.

Riana masih menatap bingung anak itu. Mata Riana fokus pada fisik bocah yang seusia anak sekolah dasar itu. Tak lupa Riana mengecek apakah kaki bocah itu mengambang atau tidak.

"Kamu bukan hantu kan?" celetuk Riana tanpa pikir panjang. Anak itu hanya menggelengkan kepala.

"Kamu yang menangis tadi?" Riana melanjutkan pertanyaannya. Anak itu tampak ragu menjawab.

"Nggak masalah kok. Nangis itu wajar. Semua orang bisa sedih dan bisa nangis," Riana tersenyum pada anak itu. Dengan lembut Riana mengusap-usap rambutnya.

"Terima kasih ya? Sudah membantuku," ujar Riana. Anak itu mengangguk senang.

Pandangan Riana beralih pada jendela tanpa kaca itu. Dengan melompati jendela itu, tentu dia punya kesempatan untuk kabur. Tanpa Riana sadari, kakinya sudah bergerak otomatis membawa dirinya ke dekat jendela.

Riana merasa cukup beruntung karena badannya mungil. Dia jadi punya kesempatan lebih besar untuk melewati jendela yang tak terlalu besar itu. Dengan segera Riana langsung melangkahkan kaki kanannya naik ke jendela.

"Ng…," bocah laki-laki itu menarik celana Riana. Mengingatkan Riana bahwa eksistensi dirinya juga ada.

"Aku harus pulang, Dik. Ibuku menungguku," jelas Riana sambil menurunkan kakinya kembali. Anak itu menatap Riana dengan tatapan memelas.

"Hmm, aku senang dan berterima kasih karena kamu sudah menolongku. Tapi, aku harus pulang."

Riana mencoba memberikan penjelasan pada anak itu. Namun, tangis anak itu malah muncul.

"Eh, eh, jangan nangis," refleks Riana memeluk anak itu," Jangan nangis ya? Kakak belum pergi kok. Cup…cup … cup.…"

Penuh kelembutan Riana mengusap-usap punggung anak itu. Berusaha agar tangisnya mereda.

"Kamu mau ikut kakak?" tanya Riana. Bocah itu mengangguk dengan cepat.

"Tapi rumahmu di sini kan?" lanjut Riana. Ya, jika bocah itu tidak hantu, harusnya bocah itu tinggal di rumah itu. Meskipun Riana juga tak terlalu yakin dengan dugaannya.

Anehnya bocah itu menggelengkan kepala kuat-kuat. Seolah-olah berusaha meyakinkan Riana.

"Yakin? Nggak di sini?" Riana masih merasa curiga. Anak itu mengangguk penuh keyakinan.

Kalau bukan, apa anak ini juga diculik? Karena orang tuanya berhutang? Tadi kan anak ini nangis? Mungkin kabur? Tapi bingung jalan pulang? Kalau benar iya, kasihan sekali dia.

Riana menatap sedih bocah laki-laki dalam pelukannya itu. Dasar preman jahat!

"Ya udah. Kamu ikut Kakak aja ya? Mau kan?" tawar Riana yang langsung dibalas dengan anggukan kepala riang. Riana tersenyum lega melihat bocah itu tampak bahagia.

Secepatnya Riana membantu bocah itu keluar duluan melewati jendela. Setelah itu, barulah dirinya yang naik melompat keluar jendela gedung.

Yup! Berhasil! teriak hati Riana senang bisa melepaskan diri dari gudang mengerikan tadi.

"Ayok kita pulang," Riana menggandeng erat anak itu. Diajaknya bocah itu berjalan mengendap-endap keluar dari area itu.

Sambil bersembunyi, Riana memperhatikan lingkungan di sekitarnya. Sepi. Tak ada penampakan orang sama sekali.

Apa para preman itu sedang keluar ya? Hmm, wajar sih. Ini kan udah siangan. Mereka pasti keliling cari setoran, pikir Riana.

Riana mencari-cari pagar utama untuk keluar. Pandangannya akhirnya bisa menemukan apa yang dicari. Namun, sulit baginya bisa keluar dari pagar utama itu karena ada empat penjaga di sana.

"Aaargh, ini susah," batin Riana kesal.

"Ng….Ng.….," bocah itu menarik-narik tangan Riana. Saat sudah mendapatkan perhatian Riana, bocah itu langsung menunjuk ke arah lain.

"Kemana? Kamu tahu pintu luar lainnya?" tanya Riana. Anak itu mengangguk mengiyakan.

"Oke, aku ikuti kamu."

Riana memberanikan diri mengikuti anak itu. Lagipula terlalu riskan juga baginya kabur lewat pintu depan. Rumah lintah darat seperti ini pasti diawasi ketat. Akan lebih baik jika dirinya lewat jalan lain.

Bocah itu membawa Riana menyusuri jalan di belakang gudang. Sebuah jalan setapak rapi yang melewati semak-semak cukup tinggi. Setidaknya cukup tinggi untuk menutupi tubuh mereka berdua.

Butuh waktu setidaknya 15 menit bagi mereka menemukan pintu keluar. Riana pun tak menyangka bocah itu akan tahu jalan belakang seperti ini. Mungkin anak itu sudah sering mencoba kabur. Jadi cukup paham lingkungan rumah ini.

Bocah itu menarik gerendelan rantai besi yang melingkari pagar besi itu. Riana mencoba membantunya.

KLANG! Suara besi terdengar nyaring.

"Ah! Itu ada suara! Ayo cepat ke sana!" sebuah teriakan terdengar jelas.

Riana langsung menggendong bocah itu dan mengajaknya berlari bersembunyi di belakang pohon mangga. Di menit selanjutnya tampak beberapa pria datang. Salah satunya adalah pria yang memimpin penculikan dirinya.

CEGUK!

"HUK!" Riana menutupi bibirnya. Karena terlalu kaget dirinya jadi cegukan dengan keras.

"Siapa itu?" sebuah suara terdengar jelas bagaikan petir menyambar di siang hari.

Ah! Sial! Kenapa juga aku harus cegukan keras, ratap Riana dalam hati.

Tap… tap… tap….

Riana mendengar suara langkah kaki mendekat. Dengan erat Riana memeluk bocah laki-laki itu. Tolong, jangan sampai ketahuan, doa Riana dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rin Si
love the best
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   NGGAK MASALAH PUNYA ADIK

    "Pagi, Rafa!" Riana menyapa dengan hangat. Jalan pagi berdua dengan David membuat mood Riana naik drastis.Rafa yang baru keluar kamar tertegun menatap mamanya yang tampak bersemangat. Sudah hampir sebulanan mamanya tampak lesu seperti orang tak ingin hidup. Kata Mbok Shinta, itu karena adiknya tak jadi lahir. Calon adiknya di perut mamanya menghilang dan gara-gara itu mamanya jadi sedih.Mendengar kabar itu, Rafa juga sedih. Tapi, mamanya sudah sangat sedih. Jadi, dia memutuskan untuk tidak tampak bersedih dan melakukan kegiatan sehari-hari dengan lebih mandiri. Intinya, Rafa bertekad lebih mandiri dan tidak bergantung pada mamanya agar tidak menambah duka dan beban pikiran mamanya."Udah mandi? Mau Mama mandiin?" tanya Riana dengan senyum cerah."Mama lagi seneng ya?" tanya balik Rafa. Hatinya ingin memastikan mamanya memang baik-baik saja.Riana tersipu malu sambil memegangi pipinya," Hehehe, senenglah. Kan lihat Rafa pagi ini."Rafa semakin melongo dengan tingkah aneh mamanya itu.

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   THANK YOU FOR LOVING ME (RIANA POV)

    Dulu, saat bangun dari tidur, aku selalu takut melihat ke sisiku karena ada dirimu di sana. Aku sangat takut. Tiap kali berdua denganmu, jantungku seperti berhenti berdetak. Pikiranku selalu berdoa agar suatu saat bisa terlepas darimu.Nyatanya, setelah waktu berlalu. Aku malah berharap selalu bisa berada di sisimu. Hatiku selalu merasa lebih tenang, jika kamu bersamaku.Seperti saat ini. Waktu pagi datang. Kedua kelopak mataku terbuka. Aku langsung menoleh ke samping, mencarimu. Senyumku otomatis berkembang saat indera penglihatanku menangkap bayang dirimu ada di sisiku.Sudah banyak hal yang kami lalui bersama. Suka duka menjalani kehidupan sehari-hari yang terasa seperti naik roller coaster. Aneh. Sejujurnya aku takut naik roller coaster dan tentunya kehidupan seperti roller coaster saat bersama denganmu juga membuat jantungku tak bisa berdetak tenang barang sesaat. Namun, semuanya tak terasa menakutkan saat bersamamu.Memang ada kalanya kesedihan yang teramat menyakitkan membuatku

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   KENAKALAN DI BIOSKOP

    Ekor mata Riana melirik-lirik gugup ke arah David. Dia tak berani langsung menoleh. Apalagi sekarang adegan panas di layar sedang berjalan.Masih terus melirik-lirik, Riana pura-pura mengambil popcorn yang ada di antara dirinya dan David. Tentu dengan pikiran agar terlihat natural. Namun, jari-jarinya tak bisa menemukan tempat popcorn yang diinginkannya."Kok? Harusnya kan di sini?" gumam Riana. Niatnya pun berubah. Jari-jarinya bergerak menelusuri sekitaran tubuh David. Bodohnya, dia melakukannya sambil tetap melirik. Tidak langsung menoleh."Eh? Kok? Menonjol?" Riana terkaget lalu akhirnya menoleh. Tampak David sudah berdeham-deham saja menatap ke arahnya.Kedua mata Riana membelalak lebar. Gara-gara asal meraba saat mencari popcorn, jarinya malah memegang junior David. Bukan popcorn yang dia cari!"Maaf, David!" buru-buru Riana menarik kembali tangannya. Mukanya sangat panas. Bahkan, suhu dingin AC di bioskop tak bisa meredam hawa panas yang menjalari wajahnya. Yang bisa Riana laku

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   KAMU PIKIR AKU GENTONG?

    Sepulang dari menjenguk Risa, David mengajak Riana makan. Dia membelokkan mobilnya ke arah Cihampelas Mall."Kok ke mall?" Riana menatap David bingung."Ke Mujigae. Kamu suka korea-koreaan kan?""Hmm, iya sih. Tapi, kamu doyan?""Kalau sama kamu mah, apa saja bisa jadi enak. Yang penting kamu makannya banyak. Oke?" David membuka pintu mobil lalu keluar. Setelah itu, dia berlari ke tempat Riana berada untuk membukakan pintu mobil buat Riana."Makasih," Riana memegangi erat jemari David sambil melangkah keluar mobil.David terus menggandeng tangan Riana sampai tiba di tempat makan. Dia memesan hampir semua aneka makanan di buku menu yang disediakan oleh pramusaji."David! Siapa yang mau makan itu semua?" Riana melongok pada tab menu pemesanan yang diklik oleh David. Matanya membelalak melihat banyaknya makanan yang David pilih."Kamu. Tugasmu sekarang makan banyak," David menekan tombol order untuk mengakhiri pesanan.Riana terpaksa mengikuti ucapan David. Toh, orderan sudah terlanjur d

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   BERUSAHA UNTUK MENDEWASA

    Entah ini sudah hari ke berapa aku berada di rumah sakit. Aku tak tahu. Atau mungkin tepatnya tak ingin tahu.Luka di tubuhku sudah mendingan. Seharusnya aku sudah bisa pulang ke apartemenku. Tapi, aku tak mau pulang. Tempat itu hanya akan mengingatkan pada kenangan-kenangan manis yang ternyata hanyalah tipuan. Memikirkannya saja membuat air mataku meleleh.Padahal, aku sudah sangat percaya. Kukira memang sudah benar-benar mau menerimaku. Nyatanya, dia hanya menipu dan merampas semua kenangan indah yang dia berikan padaku secara sepihak. Bahkan, janin dalam kandunganku ikut dia rampas. Betapa dia sangat tidak memiliki hati. Anak di kandunganku kan anaknya juga. Tapi kenapa dia tega melakukan itu? Membuat janin yang belum genap tiga bulan itu sirna dari dunia. Sungguh sangat jahat dirimu, Jo. Harusnya aku menyadari ini semua dari awal. Tapi, semua sudah terlambat. Dari awal, batin dan pikiranku sudah tertutupi oleh cinta butaku padamu, Jo. Jika saja… jika saja aku masih bisa berpikir j

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   ANAK KITA MASIH ADA DI HATI KITA

    Sudah seminggu lebih waktu berlalu sejak kejadian itu. Kejadian yang sangat memilukan. Bagiku dan Riana.Hari-hari kami di rumah jadi sepi. Riana lebih suka mengurung diri di kamar. Jarang makan. Wajahnya jadi lebih pucat dan tirus.Aku tahu. Ini pasti sangat berat untuknya. Ibunya sudah menginap di rumahku. Bahkan, Sena. Kubiarkan mereka menemani Riana. Karena kupikir, lingkungan yang lebih ramai, bisa membuat dirinya lebih ceria.Memang saat bersama orang lain, dia sudah bisa menanggapi dengan baik. Walau hanya beberapa patah kata dan senyum simpul. Menurut laporan psikolog yang tiap harinya kutugaskan untuk membantu terapi Riana, kondisi Riana memang masih membutuhkan proses. Dikarenakan Riana tipe perasa. Butuh waktu lebih lama menuntaskan rasa duka."Kira-kira ada alternatif lain tidak untuk membantunya?" tanyaku pada sang psikolog. Sejujurnya aku juga tak sanggup jika tiap malam mendengar Riana menangis sendirian. Hatiku selalu ikut teriris mendengarnya. Aku pun sudah tak bisa b

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   HILANGNYA SANG BUAH HATI

    "David...." panggil Riana lemah."Iya, Sayang," David mencoba mencari wajah istrinya yang masih tersembunyi dalam dadanya. Tangannya bergerak mengusap-usap rambut dan pelipis istrinya."Rumah sakit…. Aku mau ke rumah sakit," rengek Riana. Tangannya meremas kaos polo David yang berwarna hitam pekat."Iya. Ayo," David langsung menggendong Riana keluar kamar. Riana menelusupkan kepalanya dalam dekapan dada David. Memang hatinya masih tak tenang karena obat yang baru ditelannya. Tapi, sudah ada David di sisinya. Bukankah semuanya akan berjalan baik-baik saja kan?"Bos, yang di luar sudah beres," Jono tampak tergopoh-gopoh menghampiri David."Jo di dalam. Jalankan sesuai perintahku tadi," pesan David."Iya, Bos," Jono menyanggupi perintah bosnya.David melangkah menuruni tangga. Dia berjalan membawa Riana masuk dalam mobil Jeep."Pak, ke rumah sakit terdekat," ujarnya pada sopir sewaan yang dari tadi menunggu."Siap, Bos," jawab sang sopir.Sepanjang perjalanan, David terus memangku Riana.

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   KAMU SUDAH SELAMAT SEKARANG

    David terbangun dari kantuknya. Perjalanan panjang menuju lokasi Riana disekap membuatnya semakin lelah. Tanpa dia sadari, dirinya sudah terlelap begitu saja tadi."Jam berapa sekarang?" tanya David pada Joni yang ada di sisinya."Jam sembilan, Bos. Sekitar dua puluh menit lagi sampai," jelas Joni.Butuh waktu sehari penuh bagi David untuk mendapatkan lokasi Riana berada. David harus mencari info dari geng preman maupun kepolisian sekitar. Sangat beruntung, David belum pernah memiliki masalah dengan pihak kepolisian. Makanya, urusannya bisa berjalan lebih lancar dan bisa menemukan posisi Riana meski hanya berbekal plat nomor mobil saja.Jalan yang mereka lalui semakin lama kasar. Berulang kali ban mobil Jeep yang David kendarai seolah-olah meloncat melayang terbang saking terlalu sering bersentuhan dengan jalan bebatuan tak rata.David menatap ke belakang. Anak buahnya mengikuti dengan mobil di belakang. Dia kembali menoleh ke depan. Berulang kali dia menghembuskan napas penuh kegelis

  • MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA   BE A GOOD GIRL

    Aku pikir aku mati. Ya. Saat ini kematian benar-benar dekat denganku. Malaikat pencabut nyawa ada di sisi. Walaupun aku sudah meraung-raung memohon, tak ada kepeduliannya yang tersisa untukku. Sebaliknya, mulutku malah dibungkam dengan lakban hitam.Hanya tangisku yang bisa kuandalkan. Entah sudah berapa liter air mata kucucurkan. Mataku pun sudah lelah. Tapi, hanya ini protes yang bisa kulakukan. Tak ada yang lain.Aku tak berdaya. Tak bisa melakukan apapun. Jo mengikatku begitu kencang. Tak mau menerima sedikit pun penjelasan dariku. Malah, dia meminumkan obat aneh padaku.Aku tak tahu obat apa itu. Tapi, dia memaksaku meminumnya. Jemarinya menjejalkan buliran pil berwarna putih itu ke dalam mulut dengan kasar. Aku berusaha untuk melawan, memuntahkannya. Tapi, jari-jarinya mendorong masuk pil itu ke pangkal tenggorokanku dan mengguyurnya dengan air mineral sebanyak mungkin. Aku pun tersedak bersamaan dengan pil dan air mineral yang menelusup masuk dalam tenggorokanku."Bagus!" itula

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status