Share

MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA
MENDADAK JADI PEMBANTU KESAYANGAN TUAN MAFIA
Author: bonanzalalala

DICULIK PRIA ASING BERBAHAYA

"Jika sampai akhir bulan ini kamu belum bisa setor tulisan untuk project game kami, dengan terpaksa kami akan menghentikan kontrak kerja," begitulah peringatan ultimatum dari atasannya saat rapat tim internal di kantor sore hari sebelum Riana pulang ke rumah.

Sebuah peringatan yang membuat hatinya goyah dan terluka. Sejauh ini, semenjak lulus kuliah, satu-satunya ladang penghasilannya adalah dari tulisan. Semua tulisannya selalu menjadi satu-satunya mata pencahariannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya pengobatan ibunya di rumah sakit.

"Kalau aku dipecat, aku cuma bisa dapat penghasilan dari editing dan web novel. Aaah, pusing!" Riana membentur-benturkan kepalanya ke meja saat dia memutuskan tetap mengerjakan pekerjaan kantornya di rumah hingga larut malam.

Riana memandangi laptopnya lagi. Hari ini dia harus menyelesaikan deadline tulisannya. Berulang kali dia menghembuskan napas panjang.

"Nggak ada yang bener," keluh Riana gundah. Pikirannya sangat frustasi memikirkan SP dari leader timnya di kantor tadi.

Krek!

"Hmm?" gadis berambut panjang bergelombang itu berhenti membenturkan kepala. Terdengar suara beberapa orang laki-laki di dalam rumahnya.

"Perasaan tadi udah kukunci semua pintunya," gumamnya," Apa maling?"

Bulu kuduk belakang leher Riana berdiri. Hawa merinding dan takut mulai menyerangnya. Jika benar itu maling, dirinya dalam bahaya. Hanya ada dia saja di rumah tua peninggalan keluarga ibunya itu.

Dia segera mengambil raket nyamuk. Dipegangnya erat-erat raket nyamuk itu sambil keluar kamar. Dia berharap apa yang didengarnya hanyalah imajinasinya belaka.

Pelan… pelan… dan perlahan dia berjalan menyusuri lorong rumah menuju ruang tamu. Semua lampu ruangan masih mati. Sama seperti sebelumnya. Tak ada tanda-tanda keberadaan orang lain selain dirinya.

"Huft… kayaknya cuma pikiranku aja," Riana menceklekan saklar lampu agar lampu ruang tamu menyala.

Sesaat setelah lampu menyala, seseorang memegang pundak Riana. Membuat Riana tercekat kaget dan mengayunkan raket nyamuk yang sudah ditekan tombol on-nya ke arah belakang. Teriakan Riana berpadu dengan suara teriakan kesakitan orang di belakangnya. Ditambah suara petir sebagai backsound peristiwa.

Pandangan Riana menangkap tiga orang pria berada di belakangnya. Salah satunya sedang kesakitan karena raket nyamuknya.

"Kau…!" pandangan tajam dengan aura membunuh dilayangkan tepat pada Riana. Menghujam tajam membuat Riana sangat ketakutan.

"Ma-maaf…. Aku…. Aku….," belum sempat Riana menyelesaikan perkataannya, laki-laki itu sudah menghampiri Riana dan menjambak rambut panjangnya. Membuat Riana semakin ketakutan dan juga kesakitan.

"Maafkan aku…," pinta Riana di tengah rasa kesakitannya. Matanya sudah berkaca-kaca menahan rasa takut.

"Maaf katamu?" laki-laki itu masih memandangi Riana dengan tatapan tajam. Beberapa saat kemudian, tatapan itu berubah menjadi tatapan penuh kekagetan.

"Kamu…?" Laki-laki itu menatap Riana seolah pernah mengenal dirinya.

Riana ikut menatap wajah laki-laki muda itu. Wajahnya memang terlihat galak. Ditambah dengan tatapannya yang tajam seperti sebilah pedang samurai. Hanya saja hal itu tak mengingatkan apapun pada diri Riana tentang seseorang yang dikenalnya.

Laki-laki itu menghempaskan Riana hingga jatuh ke lantai. Senyum seringai terpampang jelas di wajahnya. Dia duduk di kursi ruang tamu diikuti dua orang lainnya yang menurut dugaan Riana adakah anak buahnya.

"Kamu anaknya Dibyo bukan?" tanya laki-laki berwajah tampan itu. Riana masih ketakutan sehingga tak bisa bersuara. Dia hanya bisa menganggukkan kepala menjawab pertanyaan itu.

"Ayahmu punya hutang ratusan juta padaku. Sekarang sudah jatuh temponya. Aku mau menagih," jelas laki-laki itu.

Kedua mata Riana membelalak lebar. Tak percaya dengan yang didengarnya barusan.

"Aku akan mengambil rumah dan tanah ini sebagai jaminan. Meski tempat ini tetap tidak bisa menutup hutangnya," laki-laki itu berdiri lalu mendekati Riana lagi," Tapi aku bisa menjualmu."

Rasa takut Riana semakin memuncak. Jual katanya? Riana tak bisa membayangkan dirinya dijual karena hutang ayahnya.

"Tapi… tapi aku udah nggak tinggal lama dengan ayahku!" tolak Riana. Sejak, lulus kuliah, ayahnya pergi menghilang entah kemana. Tak ada yang tahu rimbanya. Karenanya dia harus hidup mandiri untuk menghidupi dirinya dan ibunya yang sakit-sakitan.

"Siapa yang peduli. Itu urusanmu. Urusanku hanya menagih hutang ayahmu," laki-laki itu merenggut kedua pipi Riana dengan kasar," Dengar baik-baik, aku hanya ingin semua hutang ayahmu lunas. Selain itu, aku tidak mau tahu."

Riana mencoba berpikir cepat. Dia tak ingin dijual oleh laki-laki itu. Otaknya tak bisa membayangkan reaksi ibunya jika tahu dirinya menjadi seorang wanita penghibur.

"Iya! Iya! Akan kubayar! Tapi jangan jual aku! Aku mohon!" teriak Riana. Kedua matanya terpejam menahan rasa takut dan putus asa.

"Hmm… kau bisa apa?"

"Hah?" Riana tak mengerti maksud laki-laki itu.

"Kau bisa apa untuk membayar sisa hutang ayahmu?"

Riana terdiam. Satu-satunya keahliannya hanyalah menulis. Tak ada yang lain. Hanya menulis dan mengerjakan pekerjaan rumah.

"Aku… aku nggak punya banyak keahlian. Aku hanya seorang penulis. Gajiku nggak banyak. Tapi aku bisa bersih-bersih rumah," tutur Riana," Apa aku bisa jadi pembantumu saja? Aku akan membersihkan seluruh rumahmu tiap harinya secara gratis sambil tetap bekerja sebagai penulis. Bagaimana?"

Riana sudah tak tahu lagi harus bernegosiasi seperti apa. Hanya itu saja yang terlintas di otaknya. Dirinya tak sekompeten itu untuk membayar banyak hutang. Yang tersisa hanyalah semangatnya untuk tetap bertahan hidup dengan cara yang layak. Yang penting jangan sampai aku dijadikan wanita malam! tekad Riana.

"Hah? Pembantu katamu?" laki-laki itu mengulangi lagi ucapan Riana.

Gadis berkacamata itu menganggukkan kepala sekuat tenaga. Berharap laki-laki itu mempercayainya.

"Aku akan menjadi pembantumu sampai hutangnya lunas. Kamu bisa pegang ucapanku! Aku nggak bakal bohong! Nggak bakal lapor polisi juga," Riana masih berusaha meyakinkan laki-laki itu.

"Hmm," laki-laki itu memandangi wajah Riana lagi. Pandangan yang dalam seperti sebelumnya.

"Aku mohon! Jangan jual aku! Ibuku dirawat di rumah sakit. Aku harus menjenguknya tiap hari," Riana menangis putus asa.

Laki-laki itu melepaskan tangannya dari wajah Riana lalu berkata," Bawa dia ke mobil."

Kedua pria berotot dan berbadan besar mengangguk patuh. Mereka mendekati Riana. Bersiap menjalankan perintah laki-laki itu.

Riana ingin lari tapi kakinya terlalu lemas. Dia merangkak menjauh. Tangannya melemparkan barang-barang yang ada dalam jangkauannya ke arah dua pria besar besar itu.

Meski begitu, sekuat apapun Riana berusaha, kedua pria itu tetap berhasil menangkapnya. Riana masih meronta dan memukul sekuat tenaga agar bisa terlepas. Namun, kedua pria itu berhasil menekuk dirinya. Mereka mengikat tangan dan kaki Riana. Tak lupa memplester mulut Riana agar tak lagi mengeluarkan suara berisik.

Setelahnya, salah satu di antara dua pria itu membopong Riana masuk ke dalam mobil hitam yang sudah terparkir rapi di halaman rumahnya. Dengan kencang, Riana dilemparkan ke kursi penumpang. Tubuh Riana rasanya remuk. Dalam hitungan menit, tubuhnya terhempas berulang kali dan kesakitan. Dia masih berusaha menggeliat agar bisa kabur. Namun, semuanya sia-sia. Yang ada hanyalah tubuhnya yang kelelahan dan akhirnya tak sadarkan diri sesaat setelah mesin mobil dihidupkan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nur Lela
Mhn maaf sblmnya kak, bagus sih bagus cerita Sampeyan, tp sayang dah dua kali Sampeyan bikin tulisan gantung kabeh, g terselesaikan, saran saya selesaikan dulu smpi tamat, baru bikin cerita lg, ngpai baca cerita klu g tahu endingnya Ibarat mkn keselek......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status