Share

MAU MENGURUS ANAK KECIL ATAU JADI PELACUR SAJA?

"Meow.…," seekor kucing putih melompat dari sisi Riana.

"Oh, kucing ternyata, Bos," teriak salah seorang dari mereka.

Haaah, Riana menghembuskan napas lega. Tak menyangka keberuntungan naik dengan baik hari ini.

Gerombolan preman penagih hutang itu mulai berjalan menjauh. Saat sudah yakin situasi benar-benar aman, Riana langsung melepaskan pelukan eratnya dari bocah laki-laki di pangkuannya itu.

"Kita sudah aman. Ayok! Waktunya kabur," Riana dengan riang menggandeng anak itu. Tentunya dengan sangat bahagia, anak itu mengikuti langkah Riana.

BRUK!

Riana menubruk sesuatu beberapa saat setelah keluar dari persembunyiannya.

"Ugh! Sakit!" Riana memegangi hidungnya yang terasa perih akibat tabrakan tadi.

"Sudah kuduga ada kucing lain di sini," sebuah suara familiar yang terdengar membuat Riana merinding seketika.

Tampak pria penculik dirinya beserta dua orang anak buahnya berdiri di hadapan Riana. Pandangan tajamnya semakin tampak jelas dibanding kemarin malam saat pertama kali mereka bertemu.

"Cepat tangkap mereka!" perintahnya. Seperti biasa, kedua anak buahnya itu dengan sigap mendekati Riana. Dengan segera, Riana menarik bocah kecil itu untuk kabur. Namun, saat berbalik, Riana sudah jatuh terjerembab batu.

"Aaah!" Riana tengkurap kesakitan di atas tanah. Sangat memalukan! Bisa-bisanya dirinya malah jatuh berguling saat akan kabur!

 Dengan mudah, Riana pun berhasil ditangkap. Kedua anak buah pria itu mengikat tangan Riana. Anehnya, bocah cilik di sampingnya tidak ditali. Bocah itu pun dengan berani berlari menghampiri pria preman itu dan menendang kakinya.

"Jangan ganggu Mama!" teriak anak itu kesal. " Lepasin Mama!"

‘Mama? Maksudnya aku’  Riana menatap heran perdebatan yang terjadi antara si bocah dan pria preman itu.

"Bawa dia ke dalam. Aku mau urus Rafa," perintahnya. Kedua anak buahnya mematuhi perintah itu. Sementara bocah yang dipanggil Rafa itu berlari mendekati Riana. Menendang-nendang kedua pria besar yang tengah menggiring Riana.

"Lepas! Lepasin Mama!" teriak Rafa. Dengan sigap si pria preman itu mengangkat Rafa dan menyuruh kedua anak buahnya melanjutkan perintahnya.

Riana tak bisa berbuat banyak. Dirinya juga bagian dari orang yang diculik. Tak punya tenaga juga untuk melawan. Satu-satunya yang bisa dilakukan Riana saat ini adalah menatap sedih Rafa.

"Tunggu di sini! Jangan kabur atau kubunuh nanti!" ancam salah satu dari anak buah pria preman itu pada Riana.

Mereka mengunci Riana di sebuah ruangan yang lebih baik kali ini. Yang jelas dari desain interior dan tatanannya, ruangan itu bukanlah gudang. Seperti sebuah ruang tunggu biasa. Ada beberapa kursi dan sebuah meja.

Tak berapa lama, salah seorang anak buah pria preman tadi masuk lagi. Dia melepaskan ikatan di tangan Riana. Membuat Riana merasa lebih lega.

"Ikut aku," perintahnya. Mau tak mau Riana pun mengikutinya.

Riana diajak masuk ke sebuah ruangan yang mirip kamar anak-anak. Sesaat setelah masuk ke dalam, Rafa langsung berlari memeluk Riana.

"Mama!" teriaknya senang.

Riana membalas pelukan Rafa dengan kikuk. Otaknya masih tak paham kenapa Rafa memanggil dirinya Mama dan apa hubungan Rafa dengan pria preman itu. Pusing, batin Riana.

"Ayo duduk dulu, Ma," Rafa menarik Riana menuju ranjang tidurnya. Menyuruh Riana duduk di tepian ranjang dan melompat naik ke pangkuan Riana. Bocah itu memeluk erat Riana seolah-olah tak ingin terpisahkan.

"Kata Om David, Mama boleh tinggal di sini. Nanti Mama tidurnya di sini sama Rafa lagi," celoteh bocah itu senang.

"Om? Om yang mana?" Riana mencoba menggali satu per satu informasi yang tak jelas di otaknya.

"Om David! Tadi yang gendong Rafa."

Aaah, jadi pria preman itu om Rafa. Berarti anak ini bukan anak yang diculik karena hutang orang tuanya seperti aku, Riana mulai paham dengan situasinya saat ini.

"Hmmm, Rafa."

"Iya Ma?"

Bocah itu tampak sangat manis. Hati Riana cukup senang melihat Rafa bergelanyut manja pada dirinya. Namun, Rafa bukanlah anaknya. Dia hanyalah orang asing yang tengah diculik di sini.

"Nama Kakak Riana dan Kakak bukan Mamamu."

" HUWAAAAAAAA! MAMA NGGAK MAU NGAKUIN RAFA ANAK! MAMA BENCI SAMA RAFA YA? HUWAAAAA!"

Tangis Rafa pecah kembali. Telinga Riana berdenyut -denyut menahan sakit akibat suara tangisan bocah di pangkuannya ini.

"Ra-Rafa. Jangan nangis. Kakak nggak benci Rafa kok. Rafa kan manis. Mana mungkin Kakak benci," Riana menggendong bocah itu dan mengajaknya berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Tangannya mengelus-elus rambut Rafa dan sesekali mengecup dahinya.

"Rafa Sayang, jangan nangis ya? Hmm?" bujuk Riana perlahan. Namun, bocah itu masih terus menangis.

CEKLEK!

Pintu kamar Rafa terbuka. Tampak David masuk ke dalam kamar.

‘Duh, mana Om-nya udah dateng! Mati aku!’ Riana semakin ngeri melihat David melangkah mendekatinya.

"OM! MAMA NGGAK MAU NGAKUIN RAFA ANAK!" adu Rafa dari gendongan Riana.

‘Mati! Mati! Mati! Mati aku!’ teriak Riana dalam hati. Penuh kengerian dan ketakutan.

"Ma-maaf. Aku….," Belum sempat Riana menyelesaikan perkataannya, David sudah mengambil Rafa dari gendongannya.

"Rafa, Om mau ngobrol dulu. Kamu tunggu di luar sebentar ya?" ujarnya pada Rafa.

"Mama… Mama nggak bakal diusir kan?" tanya Rafa sambil menghapus air matanya.

"Tergantung sama sikap Rafa nanti."

"Rafa… Rafa nggak bakal nakal. Jangan usir Mama," janji Rafa. David mengangguk lalu menyuruh Rafa keluar kamar.

Riana hanya bisa berdiri kaku. Tak tahu harus berbuat apa. Apalagi sekarang hanya ada dia dan David, si bos preman penghuni rumah ini.

"Kamu bisa urus anak kecil?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Hah?"

"Bisa atau tidak? Aku akan menjualmu kalau kamu tak bisa."

"BISA! AKU BISA!" teriak Riana secepat kilat. Walau tak pernah mengurus bocah, jauh lebih baik dia mencoba daripada dijual jadi pelacur.

"Oke. Kamu urus Rafa sampai hutangmu lunas. Jangan sampai dia menangis lagi seperti tadi. Mengerti?" Riana bisa merasakan tekanan pada kalimat terakhir David.

"Hmm, iya," jawab Riana tanpa berani menatap David.

"Hmm, tapi, aku bukan mama Rafa. Apa tak masalah kalau dia memanggilku dengan sebutan mama?" tanya Riana mulai mempermasalahkan cara Rafa memanggil dirinya.

"Daripada kamu dipanggil mayat atau pelacur. Lebih baik dipanggil mama bukan?"

‘Ugh! Pria ini sangat kejam,’ batin Riana.

"Urus saja Rafa dengan baik. Jika kerjamu memuaskan, aku akan melepasmu saat Rafa sudah tak membutuhkanmu lagi."

"Be-benarkah itu?"

"Iya," sahutnya.

Ya, ini pekerjaan aneh. Tapi ini jauh lebih baik daripada dijual di rumah hiburan bukan? Lagipula hanya merawat anak kecil. Tak akan merepotkan, batin Riana berusaha berpikir positif.

David berjalan keluar kamar. Dia menyuruh Rafa masuk. Di belakang Rafa ada seorang perempuan usia 45 tahun mengikuti dari belakang.

"Kalau kamu butuh sesuatu, tanya sama Mbok Sinta. Dia akan membantumu," pesannya sebelum pergi meninggalkan kamar.

Riana langsung terjatuh lemas di lantai. Kedua kakinya yang gemetar sedari tadi sudah tak sanggup menahan berat badannya.

"Ma! Mama! Mama nggak sakit kan? Mama!"

Riana mencoba mencari Rafa. Hanya saja pandangannya terlalu kabur untuk bisa menemukan bayangan bocah cilik itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status