Share

7. INFORMASI BASTIAN

Beberapa jam kemudian. Arsenio pun telah menyelesaikan pertemuannya yang berjalan lancar. Pembahasan proyek peluncuran game terbaru, seketika memacu semangat Arsenio untuk cepat-cepat menyelesaikan quest itu. Sebab ada beberapa hal dalam rancangan game ini, memiliki kemiripan dengan kehidupannya dahulu.

Arsenio dan Bastian berjalan beriringan di lobby. Orang-orang yang tidak sengaja berpapasan pun, membungkuk, memberikan hormat kepada Arsenio tentunya.

"Bagaimana, kondisi Ayah sekarang?" tanya Arsenio santai sambil merapikan kemejanya.

"Kondisi, Tuan Axel terkini berangsur membaik. Dokter berkata, dalam beberapa hari kedepan, seandainya kondisi Tuan Alex membaik, maka ia diperbolehkan untuk pulang," terang Bastian, mengiringi langkah Arsenio.

"Bagus. Aku senang mendengarnya. Semoga saja Ayah bisa cepat kembali ke rumah."

"Iya, Tuan Muda. Semenjak kedatangan Anda, semangat hidup Tuan Axel, semakin tinggi. Ia benar-benar ingin melihat Anda sukses mengurus bisnis keluarga Guan. Anda adalah semangat baru bagi Tuan Axel sekarang."

Mendengarnya membuat Arsenio tersenyum kecil. "Diriku masih harus mempelajari ini semua. Terutama, Organisasi yang Ayah miliki. Sejujurnya aku merasa penasaran."

"Kita bisa membicarakannya di mobil, Tuanku. Mari!"

Arsenio mengangguk, sebelum akhirnya ia mempercepat langkah menuju mobil yang terparkir di sana. Pun dengan Bastian yang mengekor di belakang dan ketiga bodyguard.

Ketika hendak meninggalkan perusahaan, Arsenio dibuat terkejut dengan kehadiran sosok wanita cantik yang cukup dikenalnya. Memang posisinya cukup jauh, tetapi Arsenio masih bisa mengenali wanita itu dengan baik.

Siapa dia?

"Kau tunggu, di sini!" titah Arsenio, yang kini sudah berada di luar mobil. Ia melepas jas serta kacamata hitam yang menunjang penampilan. Hal ini dilakukan guna menyamarkan identitasnya sebagai wakil dari pemilik perusahaan.

"Baik, Tuan Muda." Bastian tidak dapat membantah, sebab perkataan Arsenio adalah perintah yang tak boleh dilanggar.

Arsenio berlari kecil, menghampiri wanita cantik yang berdiri di bibir pintu masuk perusahaan. Wanita itu membawa sebuah amplop berwarna coklat.

"Hei!" panggil Arsenio, yang sontak membuat wanita cantik itu tersentak kaget.

Wanita itu menoleh dan berkata, "Hei, ..." Ia mengangkat jari telunjuknya, menunjuk ke arah iris mata Arsenio. Mengingat-ingat di mana ia melihat wajah pria yang berdiri di hadapannya sekarang.

"Namaku, Arsenio. Tentu kau masih mengingatnya bukan?" tanya Arsenio memastikan. Tentu dengan jantung yang berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Ah, iya. Aku baru ingat. Astaga!" Wanita itu menepuk keningnya cepat, yang kini baru teringat di mana dirinya berjumpa dengan Arsenio. Seketika merasa malu karena telah melupakan orang yang telah berjasa besar.

"Maafkan diriku ya, Arsenio. Aku benar-benar lupa. Padahal, jika bukan dirimu, aku akan banyak kehilangan barang-barang penting. Sungguh tidak bertanggung jawab diriku ini." Dia terkekeh kecil.

"Kamu terlalu berlebihan. Oh iya, siapa namamu? Kita belum sempat berkenalan hari itu," ungkap Arsenio penasaran, sebab ia memang belum mengetahui nama dari wanita yang pernah ditolongnya itu.

"Oh, astaga. Aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Anindira Maheswari. Panggil saja, Anindira."

Anindira mengulurkan tangannya, disertai senyuman tipis. Tidak ada sedikit pun rasa canggung. Namun, tidak dengan Arsenio. Ia tersenyum canggung sambil menyeka rambutnya ke belakang, sekaligus menghilangkan rasa gugup di dalam raga dan ragu untuk menjabat tangan Anindira, meskipun Arsenio ingin sekali melakukannya.

Mendapati ada kecanggungan, Anindira pun mengambil inisiatif lebih dulu.

"Halo!" Anindira menjabat tangan Arsenio secara cepat dan agresif, yang sontak membuat Arsenio kelagapan.

Namun, secepat mungkin Arsenio mengendalikan dirinya untuk tetap tenang.

"Oh, iya apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Arsenio mencairkan suasana yang kaku itu.

"Astaga! Maafkan aku, Arsenio. Aku harus menghadiri wawancara sekarang. Aku sudah terlambat."

Anindira buru-buru pergi. Meninggalkan Arsenio tanpa berkata-kata lagi. Sedangkan Arsenio masih memperhatikan Anindira, meskipun wanita cantik itu sudah menghilang dari pandangan.

Selang beberapa menit, Bastian pun datang yang sontak mengejutkan Arsenio di sana.

"Aish ... Kau mengejutkanku saja," gerutu Arsenio, yang mendapatkan senyuman tipis dari Bastian.

"Apakah Tuan Muda menyukai wanita itu?" tanya Bastian penasaran.

"Iya ... Ah, tidak! Aku tidak menyukainya. Kami baru saja saling berkenalan." Arsenio lantas menepis cepat anggapan tersebut. Namun, dia tidak mampu menyembunyikan rasa gugupnya di depan Bastian.

"Apa yang harus saya lakukan, Tuan Muda?"

Arsenio menoleh. Baru teringat suatu hal dalam benaknya sekarang.

"Kau, perintahkan staf yang mewawancarainya, untuk menerima dia bekerja di sini. Namanya adalah Anindira. Aku ingin wanita itu, bisa bekerja di perusahaan ini. Namun, jangan beritahukan kepadanya, bahwa aku yang melakukannya. Apa kau mengerti?"

Bastian mengangguk tanpa keraguan, "Baik, Tuan Muda. Permintaan Anda adalah perintah untukku."

"Bagus," balas Arsenio singkat.

Bastian lantas mengeluarkan ponselnya, mencari kontak staf yang biasa mewawancarai karyawan baru. Sementara Arsenio, melenggang pergi meninggalkan Bastian di sana.

***

Malam harinya, selesai makan malam. Arsenio pun berada di ruangan bersama dengan Bastian.

"Apa kau sudah mengetahui di mana markas besar Organisasi Hitam berada?" tanya Arsenio dengan raut wajah serius. Melipat kedua tangannya di atas dada. Berdiri membelakangi Bastian.

"Sudah, Tuan Muda. Organisasi Hitam, memiliki dua markas utama, tetapi yang sering mereka jadikan untuk pertemuan, letaknya ada di Distric L45. Kediaman keluarga Felix."

"Maksudmu, rumah Felix adalah markas besar Organisasi Hitam?" tebak Arsenio sambil berbalik badan.

"Lebih tepatnya di belakang mansion. Terdapat bangunan lain di sana. Kita tidak bisa mengetahui secara pasti, apa yang tersimpan di dal sana, jika tidak mendatanginya secara langsung."

Arsenio mengangguk seraya mengelus dagunya. Berpikir kerasa, seketika mulai tergambar sebuah rencana untuk bisa menyelinap ke Organisasi Hitam.

"Ada hal yang harus Tuanku ketahui."

"Apa itu?" timpal Arsenio cepat.

"Sejak beberapa hari terakhir, Felix memerintah anak buahnya untuk mencari keberadaan Tuanku. Agaknya mereka berencana untuk membunuh Tuanku."

Arsenio menaikkan sebelah alisnya. "Hem, ternyata mereka ingin balas dendam atas kejadian di restoran. Aku tidak menduga, Felix akan bertindak sampai sejauh ini."

Arsenio tersenyum miring mendengar kabar tersebut. Seandainya, kehidupannya masih seperti dulu, mungkin saja ia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Namun, sekarang sudah berbeda. Hanya dengan menjatuhkan satu perintah, maka Felix dan orang-orangnya itu tidak akan bisa menyentuhnya.

"Baik. Besok, aku akan menemui Felix," tegas Arsenio sambil menyunggingkan bibirnya.

"Tapi, Tuan Muda ... Itu akan sangat berbahaya," cemas Bastian.

"Kau, tenang saja. Aku sudah memiliki rencana untuk menghadapi Felix. Cepat atau lambat, kami akan bertemu juga."

Arsenio mengepalkan sebelah tangannya. Menatap nanar penuh kemarahan. "Aku akan membuat perhitungan kepada orang-orang yang telah menghinaku selama ini, termasuk Felix."

"Baiklah, Tuan Muda. Saya akan mengikuti semua perintah Tuan Muda."

Arsenio mengangguk. Merasa puas karena memiliki asisten dan penjaga yang sangat royal.

'Ini adalah kesempatanku untuk membalas dendam.'

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bojo Galak
Thor si Arsenio sama Anindira aja ya,,xixixi, jgn balikan SMA si licik itu
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
mkn menantang bnget ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status