Share

6. BELAJAR BELA DIRI

Masih di hari itu. Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, akhirnya Arsenio sampai di kawasan Distric Cucumber. Sejauh mata memandang, kawasan ini sangat ramai. Banyak pertokoan dan pelayanan publik. Ada alun-alun juga.

Arsenio cukup takjub. Namun, tujuannya datang ke Distric Cucumber bukanlah untuk jalan-jalan, melainkan mencari Organisasi Hitam.

"Apa kau tahu, di mana markas besar Organisasi Hitam?" tanya Arsenio, pada Bastian yang fokus menyetir.

Bastian melihat ke arah belakang dari kaca spion kecil yang tepat berada di atas kepalanya. "Sesungguhnya, saya tidak tahu pasti markas besar mereka karena tidak banyak orang yang mengetahui lokasi pastinya, tetapi saya bisa mencaritahu informasi detailnya untuk, Tuan Muda."

Arsenio pun bergumam kecil, melipat kedua tangannya di dada, kemudian mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil.

"Kalau begitu, cari tahu informasi tentang markas besar mereka. Aku ingin informasi selengkap mungkin tentang Organisasi Hitam karena diriku akan membuat perhitungan dengan seseorang yang bernama Felix ....," gumam Arsenio serius.

"Baik, Tuanku. Secepatnya saya akan melaporkan seluruh informasi tentang Organisasi Hitam, yang Tuanku inginkan."

Arsenio tidak memalingkan sedikit pun matanya dari jalan raya Distric Cucumber. Sesungguhnya, ia bukan terpesona akan Distric Cucumber yang dipenuhi gedung-gedung bertingkat itu, tetapi pikirannya sedang melalang buana sekarang.

Ya, apa lagi jika bukan notifikasi itu. Sungguh, peringatan terakhir kali, sangat mengganggu pikiran Arsenio.

'Apakah aku akan benar-benar mencapai tujuanku, jika berhasil menyelesaikan setiap misi?' Pertanyaan ini pun terus membayang di benaknya.

Arsenio pun mengelus dagunya, memikirkan ulang rentetan peristiwa yang terjadi dalam beberapa hari terakhir.

"Tuan Muda," panggil Bastian, pelan. Agak cemas, lantaran Arsenio tidak merespon kembali ucapannya tadi. Terlebih lagi, Bastian bisa melihat, bahwa Arsenio sedang melamun. Entah apa yang sedang dipikirkan Arsenio sekarang? Bastian pun sedikit bertanya-tanya.

"Tuanku ... Adakah tempat yang Tuanku ingin datangi? Saya bisa mengantar Anda ke sana." tanya Bastian kembali. Kali ini, berhasil menyadarkan Arsenio dari lamunannya.

"Tidak ... Kita kembali saja ke kantor. Urusanku sudah selesai di sini. Setelah mendapatkan seluruh informasi tentang Organisasi Hitam, barulah aku menyusun rencana dan kembali ke tempat ini," ungkap Arsenio serius, terlihat jelas dari sorot matanya yang tajam laksana singa yang hendak menerkam mangsa.

"Baik, Tuan Muda."

Bastian pun melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Menerobos keramaian Distric Cucumber di siang hari ini.

***

Di lokasi terpisah. Elisha pun mengurung dirinya di kamar. Setelah kejadian di restoran tempo hari, Elisha tidak lagi keluar rumah, meskipun Felix mengajaknya untuk jalan-jalan dan berbelanja. Semua itu seakan tidak bergairah lagi.

Elisha pun tidak bisa melupakan perlakuan Arsenio, yang mempermalukan dirinya di hadapan banyak orang.

Suara tawa dari pengunjung restoran saat itu, masih bergema di gendang telinga Elisha. Sampai-sampai Elisha sangat takut untuk keluar rumah. Sebegitu memalukannya saat itu.

Seseorang pun mengetuk pintu kamar Elisha.

"Nona!" Ia memanggil dari luar kamar. Namun, tidak digubris oleh Elisha yang duduk melamun di tepi ranjangnya, dengan posisi memeluk kedua kaki. Tatapan Elisha bahkan kosong pada objek di depannya.

"Nona! Tuan Muda Felix datang, ingin bertemu dengan, Nona!"

Lagi-lagi panggilan itu, tidak mendapatkan respon dari Elisha. Hingga akhirnya, Felix masuk dengan sendirinya tanpa menunggu persetujuan Elisha.

"Sayang ... Aku datang. Lihat, apa yang aku bawa?"

Felix masuk dengan senyuman sumringah dan antusias penuh semangat. Elisha pun melirik sejenak, sebelum ia mengalihkan pandangannya kembali, seolah kedatangan Felix tidak begitu berarti.

Senyuman yang semula merekah indah, perlahan-lahan mulai menghilang. Felix membuang box coklat dan buket bunga mawar yang dibawanya itu.

"Elisha!"

Felix kesal. Tersulut emosi lantaran, Elisha terus-terusan mengabaikannya, tanpa ia ketahui penyebabnya. Padahal, kedatangannya semata-mata ingin menghibur kekasihnya itu.

Felix menggenggam erat pergelangan tangan Elisha. Menjatuhkan tatapan tajam, yang membuat Elisha merasa tidak nyaman dan kesakitan.

"Felix. Lepaskan tanganku! Kamu menyakitiku, Felix!"

Gertakan dan perlawanan yang Elisha coba lakukan, sama sekali tidak menggoyahkan Felix. Tatapannya tetap tajam, bahkan lebih ganas dari sebelumnya.

"Aku tidak akan melepaskanmu, Elisha. Tatap mataku, Elisha!" bentaknya yang langsung dituruti oleh wanita cantik itu. Namun, selang beberapa detik, Elisha kembali memalingkan wajahnya. Seolah perkataan itu, hanyalah gertakan semata.

"Aku bilang, tatap mataku!"

Kali ini Felix mencengkeram erat pipi Elisha dengan sebelah tangan, yang sontak membuat Elisha membulatkan matanya.

"Aku sudah memerintahkan orang untuk membunuh Arsenio. Dengan begitu, dendammu akan terbalaskan ..."

Mendengar ucapan itu, Elisha pun menarik tangan Felix secara kasar. "Kapan, Sayang?" tanyanya geram. "Kapan orang-orangmu itu membunuh Arsenio?"

Elisha yang beberapa hari ini diam, kini telah bersuara. "Aku merasa malu, Sayang. Kejadian di restoran, tidak bisa aku lupakan begitu saja. Aku ingin Arsenio juga tersiksa karena apa yang telah dia lakukan padaku!"

Tak mendengar balasan dari Felix, Elisha kembali berteriak lantang. "Kamu adalah anak dari ketua organisasi Hitam. Kenapa kamu tidak perintahkan seluruh anggota Organisasi Hitam untuk membunuh Arsenio? Pokoknya, aku ingin Arsenio mati secepat mungkin!"

Elisha mengatakan semua hal yang ingin ia inginkan dan Felix pun mengangguk cepat. "Kau tenang saja, Sayang. Dalam waktu dekat, kita akan mendengar kabar kematian Arsenio. Kamu tenang saja. Aku tidak akan membiarkan Arsenio hidup lebih lama. Ini janjiku kepadamu!"

Setelah berkata demikian, kemudian Felix pun memeluk Elisha. Dalam hatinya, Felix berjanji akan memastikan bahwa Arsenio tidak lagi hidup di dunia ini.

Elisha pun tersenyum miring dalam pelukan kekasihnya. 'Arsenio ... Aku akan membalas semua penghinaanmu hari itu,' batinnya.

****

Hari berikutnya. Seperti hari sebelumnya, sarapan dan pakaian sudah siap ketika Arsenio membuka mata.

Namun, kali ini ia dikejutkan dengan munculnya layar notifikasi baru di hadapannya. Tertulis.

[Misi baru!]

[Belajar bela diri, maka kau akan mendapatkan tambahan energi.]

Notifikasi itu menghilang secara otomatis. Arsenio, tersentak ketika Bastian memanggilnya.

"Iya, ada apa?" tanyanya spontan sambil menatap Bastian. Gugup, merasa seperti seseorang yang terciduk habis mencuri.

"Tidak ada apa-apa, Tuan Muda. Silahkan nikmati sarapan, Anda. Jika ada yang ingin Tuanku mau, maka katakan saja."

"Tidak perlu. Ini sudah lebih dari cukup. Oh, iya. Apakah kau bisa mengajariku bela diri? Seperti Kung Fu, karate atau yang lainnya? Apa kau bisa mengajariku sekarang?" tanya Arsenio ragu-ragu.

"Tentu saja, Tuan Muda. Jika, Tuan muda menginginkannya, maka saya bisa memanggil pelatih khusus untuk mengajari Tuan Muda berlatih bela diri," tawar Bastian, yang langsung mendapat anggukan kepala dari Arsenio.

"Boleh ... Setelah sarapan, aku ingin bertemu dengan pelatih itu. Diriku sangat ingin sekali berlatih bela diri dan juga menembak. Kemarin aku, melihat ruang menembak di sini."

"Baiklah, Tuan Muda."

Bastian membungkuk, memberi hormat, sebelum akhirnya dia melenggang pergi dari ruangan tersebut. Beserta kedua pelayan yang membawa sarapan dan pakaian untuk Arsenio.

***

Selang tiga puluh menit. Arsenio pun berada di ruang latihan yang memang disediakan secara khusus untuk melatih ilmu bela diri.

Alexander Guan sering menggunakan ruangan tersebut untuk melatih ilmu bela dirinya, dengan dibantu seorang pelatih.

Arsenio pun memberi hormat kepada pria empat puluhan tahun, yang menjadi pelatihnya itu.

Tendangan pertama coba Arsenio arahkan ke kepala gurunya itu. Namun, pria itu dapat menghindar.

Arsenio tersenyum miring. Ia merasakan adanya aliran energi yang kuat dalam tubuhnya. Arsenio yakin, ini adalah energi tambahan dari quest yang sedang dijalaninya.

Pukulan, tinjuan yang datang bertubi-tubi membuat pelatihnya sedikit kewalahan. Namun, ia juga tidak semudah itu untuk menyerah. Sedikitnya ia memberikan perlawanan untuk memacu semangat Arsenio.

Satu jam telah berlalu, Arsenio sudah mengeluarkan banyak keringat. Namun, staminanya tetap stabil dan energinya semakin bertambah.

Notifikasi baru pun muncul.

[Selamat, kau berhasil menyelesaikan quest.]

[Tambahan energi 20%. Stamina 30%.]

[DATA TERKINI]

[Nama: Arsenio Bagas Guan]

[Usia: 30 tahun]

[Skill: 50/100

[Stamina: 50/100]

[Poin Kemenangan: Tidak ada]

[Poin Aksi: Tidak ada]

[Hadiah yang sudah didapatkan: 11 Juta Dollar]

Notifikasi pun menghilang secara otomatis. Tentunya hanya Arsenio saja yang bisa melihat layar notifikasi itu.

Arsenio tersenyum penuh kemenangan. Sedangkan Bastian tetap tenang, memerhatikan Arsenio dari kejauhan.

Tidak lama kemudian, Bastian pun menghampiri Arsenio.

"Tuanku ..."

"Iya, katakan. Oh iya. Apa agendaku hari ini?" tanya Arsenio cepat, sembari mengusap keringat di wajahnya dengan handuk kecil.

"Agenda Anda hari ini, adalah menghadiri rapat penting dengan beberapa investor luar negeri. Mereka ingin tahu, sampai sejauh mana perkembangan proyek terbaru perusahaan kita, yaitu peluncuran game Mafia The Next Level ..."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Bojo Galak
Elisha kasihan banget,,,, tapi itu balasan sepadan buat cewek mata duitan, xixixixi
goodnovel comment avatar
Sky putra Oskar
sip, asyik jg
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
jujur j noh permainannyaa gmn yah kyk udah kyk game online tp anehnya knp cuma arsenio yg tau
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status