Share

Gila Hormat

Penulis: Anna Sahara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-15 09:18:29

Keluarga Anderson adalah salah satu keluarga terpandang di kota Bangsring. Memiliki harta melimpah, tentu saja mereka adalah keluarga terhormat yang selalu menjaga nama baik keluarga secara turun temurun.

Hingga kini, tidak pernah terdengar sekali pun skandal, keburukan atau aib tercela yang dilakukan oleh anggota keluarga berkuasa itu.

Duduk santai di atas kursi kebesarannya, Hanley tiba-tiba mengingat wajah polos Adrie saat menyapanya. Tatapan sayu dan suara lembut itu terngiang-ngiang di telinga hingga dia tidak menyadari seulas senyum tipis telah tersungging di bibirnya yang seksi.

"Dia terlihat berbeda," gumam Hanley.

"Siapa yang kamu maksud?" Rauf yang duduk di hadapan Hanley penasaran.

"Gadis yang bersama dengan Mery," Hanley menjawab, lalu bertanya dengan angkuh. "Apa aku terlihat kurang menarik beberapa hari ini?"

Biasanya, wanita yang memiliki kesempatan bertatap muka dengan Hanley akan mengambil kesempatan untuk mendekatinya. Sengaja bertindak agresif untuk mencari perhatian seorang Hanley.

Sungguh berbanding terbalik dengan Adriella.

"Akhirnya kamu kalah juga." Rauf tergelak. "Lihat, dan sadarlah, tidak semua wanita di dunia ini menyukaimu," ejeknya.

"Aku juga tidak menyukainya."

Hanley tidak mau kalah. Level gengsinya naik satu tingkat. Tidak peduli secantik apapun wanita di hadapannya, Hanley pasti akan mendepaknya hingga tidak berani menampilkan muka lagi.

Pada hari-hari berikutnya, Adrie semakin giat bekerja. Sebagai asisten pribadi, tidak ada hambatan baginya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan Mery.

Pun dengan Mery yang selalu puas dengan kinerja Adrie. Gadis polos yang direkomendasikan Paramitha itu benar-benar mengabdikan dirinya untuk bekerja dan bekerja.

Adrie tidak pernah bertingkah aneh meski para pria kerap menggodanya. Matanya juga tidak pernah jelalatan ke sana ke mari seperti karyawan wanita lainnya.

"Aku bangga dengan hasil kerjamu, Adrie," ucap Mery di sela-sela pekerjaan mereka. "Terima kasih sudah membantu meringankan pekerjaanku."

"Saya harusnya yang berterima kasih, Bu. Bu Mery sudah memberi saya kesempatan, jadi saya harus menjaga kepercayaan yang Ibu berikan."

Jika Mery terlihat senang, lain halnya dengan Hanley yang tampak kesal. Setiap pria itu keluar dari ruangannya, dia akan menatap tajam ke arah meja Adrie. Tatapannya seakan meminta penghormatan dari gadis itu agar segera tunduk padanya.

Dua minggu sudah Adrie bergabung dengan perusahaan, tapi tak sekali pun wanita itu kembali menyapanya dengan ramah. Bahkan Adrie terlihat seperti menghindari pertemuan dengannya. Hal itu membuat Hanley merasa gusar.

Bisa-bisanya karyawan biasa seperti Adrie berlaku acuh pada Hanley. Biasanya, semua wanita akan mengejar cintanya dan sengaja mencuri perhatian darinya.

Terlalu memikirkan Adriella, Hanley sampai tidak menyadari kemunculan Rauf.

"Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, sampai kamu tidak menyambut kedatanganku?" Rauf menggoda, kemudian menarik sebuah kursi untuk dia duduki.

"Ayo, cerita padaku!" Rauf mendesak lagi.

Tidak ada jawaban, Hanley justru mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana dengan proyek yang kamu tangani?"

"Tidak ada masalah, semua lancar tanpa hambatan," Rauf menjawab, lalu memulai perbincangan santai. Dia ingin membahas gosip terhangat di kantor itu. "Kamu ingat asistennya Mery, setelah kupikir-pikir, gadis itu memang sangat menarik."

"Apa maksudmu?" Kening Hanley mengkerut. Tentu saja dia ingat, mereka setiap harinya bertemu dan wanita itu tidak bersikap ramah lagi padanya.

"Bukankah dia sangat cantik?" Rauf meraih camilan dan mengunyahnya dengan santai. "Dan gosip yang beredar di kantor, banyak karyawan pria yang ingin memacarinya."

"Oh ya?" Hanley berpura-pura santai, namun dalam hati kecilnya merutuk kesal. 'Jadi itu sebabnya dia kehilangan respek padaku, dia merasa paling cantik di kantor ini hingga tidak menghargaiku sebagai atasan.'

Melihat Hanley merenung, Rauf segera menjentikkan jarinya tepat di depan wajah atasannya. "Hei ... mikirin apa, Bro?"

Terkejut, Hanley reflek mengatakan isi hatinya. "Ya, dia sangat cantik."

"Whatttt ...?"

Ini pertama kalinya Hanley memuji seorang wanita, tentu saja Rauf terheran-heran mendengarnya.

"Coba katakan sekali lagi!" goda Rauf.

"Apa yang kukatakan?" Hanley segera mengalihkan wajahnya yang sudah memerah. "Aku tidak berkata apapun, kamu pasti salah dengar."

"Tidak usah malu seperti itu!" Rauf lanjut menggoda. "Kalau kamu juga merasakan hal yang sama, aku pasti akan membantu."

Entah apa yang dipikirkan Hanley, tawaran Rauf justru membuatnya gusar. "Kalau tidak ada hal penting lagi, silakan keluar dari ruangan ini!"

"Ya sudah kalau tidak mau." Rauf segera beranjak membawa rasa kecewanya. "Ingat, penawaranku hanya datang satu kali saja!"

Pada saat Rauf keluar, dia menoleh pada Adrie yang sibuk dengan komputer di depan meja. Pesona wanita itu benar-benar menghipnotisnya. Seketika itu, fokusnya hanya tertuju pada Adrie hingga mengabaikan Mery yang tengah menatapnya dengan tajam.

'Memang sangat sangat cantik dan mempesona, dia seperti jelmaan bidadari saja,' Rauf ikut meleleh dan bergumam dalam hati. 'Seandainya aku belum memiliki kekasih, pasti aku sudah bergerak cepat untuk memikat gadis ini. Apa aku selingkuh saja ya?'

"Apa yang kamu lihat, Rauf?" Mata kesal Mery masih tertuju pada pria itu. "Apa selama ini kamu tidak pernah melihat gadis cantik? Atau kamu ingin aku melaporkanmu pada Tita?"

"Tidak ada yang aku lihat." Kesal, marah, geram, Rauf segera membuang wajah. "Semua sama saja, menyebalkan. Awas saja kalau ada yang meminta bantuan padaku!" Dia berjalan acuh menuju ruangannya.

***

Tubuh ramping Adriella duduk berhadapan dengan Meryana. Dalam satu ruangan, jarak kedua wanita cantik itu hanya berkisar dua meter saja.

Sementara ruangan Hanley juga bersebelahan langsung dengan ruangan sekretaris. Terpisah oleh tirai, mereka bisa melihat satu sama lain. Tidak bisa dinafikan, hal itu membuat rasa gugup Adrie terkadang muncul tiba-tiba.

Terlebih Rauf adalah pria yang usil dan suka menggoda. Sedangkan Hanley sendiri lebih sering menatapnya dengan kebencian. Adrie tidak nyaman dengan semua itu.

Akan tetapi semua rasa itu ditepis demi keberlangsungan hidup.

Adrie butuh uang, dan pekerjaan sekarang mengharuskannya untuk berinteraksi dengan dunia luar.

Ketika Adrie sedang membolak-balik berkas di depannya, Mery yang sejak awal memperhatikan gerak-gerik gadis itu mulai membuka percakapan.

"Adrie ...!"

"Iya, Bu."

"Aku sering melihatmu seperti gelisah, apa kamu kurang nyaman bekerja di ruangan ini?"

Dari Paramitha, Mery telah mengetahui sedikit kondisi Adrie yang sering menutup diri dari lingkaran pria. "Jika iya, aku akan memindahkan posisi tempat dudukmu di luar ruangan bersama staf lain."

Alih-alih mengiyakan, Adrie justru merasa bersalah dengan tawaran Mery. Itu terlalu berlebihan. Lagi pula, Mery sangat baik padanya, Adrie tidak ingin menyusahkan hanya karena kurang nyaman berdekatan dengan atasan.

"Tidak, Bu." Adrie tidak ingin mengecewakan wanita yang telah memberinya pekerjaan. "Saya di sini saja, kalau saya di luar, saya akan lebih sulit membantu pekerjaan Bu Mery."

"Tapi kamu ..."

"Mungkin hanya belum terbiasa, Bu. Saya janji akan melakukan yang terbaik."

"Baiklah." Mery mengangguk paham, kemudian mulai mengumpulkan berkas-berkas di atas meja.

Setiap harinya, Mery selalu sibuk. Si cerdik Hanley telah membuat wanita berusia 28 tahun itu kewalahan. Seiring banyaknya tender yang dimenangkan oleh sang atasan, pekerjaan Mery pun semakin menumpuk.

Beruntung Hanley mengizinkan Mery untuk mempekerjakan seorang asisten. Dari Paramitha yang dikenalnya sejak kecil, Mery pun mendapatkan asisten wanita yang dinilai jujur dan setia pada satu pekerjaan.

"Kalau begitu, antarkan semua berkas-berkas ini ke ruangan tuan Hanley, bawa kembali ke sini setelah beliau melakukan pengecekan dan juga memberikan tanda tangannya!" Mery memberi perintah pada Adrie dan ini pertama kalinya Adrie disuruh ke ruangan Hanley seorang diri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    Bab 92

    "Bagaimana jika aku hamil?" Adrie masih berada dalam pelukan Hanley. Keduanya masih sama-sama polos setelah percintaan panas itu.Mereka tidak menggunakan pengaman apapun. Sebelumnya, Adrie pernah hamil dengan hanya sekali berhubungan. Dia menjadi takut kejadian itu terulang lagi.Tidak seperti Adrie yang ketakutan, Hanley justru senang jika itu terjadi. Dia tersenyum, lalu menarik kepala Adrie untuk kemudian dicium dengan lembut, dan perlahan berubah menjadi panas.Adrie membiarkan Hanley hingga merasa puas. Sudah terjadi, jadi sulit baginya untuk menolak. Toh, mereka sama-sama menukangi. Tidak ada yang perlu disalahkan lagi selain orang-orang yang sengaja menjebak mereka.Setelah ciuman itu berakhir, Hanley berkata dengan bangga, "Aku berharap kamu segera hamil, dengan begitu kamu tidak punya alasan untuk menolak pernikahan denganku."Decak kesal terdengar dari mulut Adrie. "Jadi kamu ingin aku hamil tanpa pernikahan? Kamu ingin aku mengalami hal yang serupa untuk kedua kalinya?""T

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    Bab 91

    Adrie menatap Sam dengan penuh curiga. "Apa yang kamu masukkan di minuman ini?""Apa yang kamu maksud?" Sam juga menatap heran pada Adrie. Wajah wanita itu memerah membuatnya penasaran. Tatapannya kemudian berpindah pada botol minuman di tangan Adrie."Aku tidak bisa menahannya," kata Adrie sambil mencengkram botol minuman di tangannya. "Pengaruh apa ini? Kenapa aku seperti ini?" tanyanya dengan suara melengking.Merampas botol itu, Sam kemudian menjawab. "Ini pasti kerjaan temanku, aku akan membantumu, Adrie, jangan khawatir."Sam segera merogoh ponsel Adrie. Dia tahu apa yang terjadi dengan wanita itu, jadi dia harus mencari obatnya sesegera mungkin.Setelah menemukan nomor Hanley, Sam segera menekan tombol hijau. Dalam sekejap panggilan itu tersambung.{Sayang, kamu di mana? Bisa kita bertemu sekarang?} Suara Hanley lebih menggebu-gebu ketika bertanya. "Ini aku Sam, Adrie sedang bersamaku sekarang," jawab Sam.Mobil Hanley tengah berada di pinggir jalan. Dia sedang menunggu Rauf

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    bab 90

    Terlalu sering mendengar kata-kata itu membuat Laila penasaran. Apa lagi ibunya selalu bersedih setelah mendengar kata-kata itu, dia pun tidak bisa diam dan ingin segera mengetahui arti di balik kata-kata itu "Lala juga pernah dengar dari tante Alisa kalau Mama itu korban pelecehan, itu artinya apa, Mama?" Laila bertanya dengan polos.Adrie terdiam lama. Matanya basah menatap sang anak. Haruskah dia menjawab pertanyaan itu?"Apa Mama bersedih karena pertanyaan Lala?" Laila ikut bersedih olehnya. "Tidak usah dijawab lagi, Lala juga janji tidak akan bertanya tentang itu lagi."Adrie segera mengulurkan tangannya untuk memeluk Laila. Dengan berderai air mata, dia mendekap putri kecilnya itu. "Kamu akan paham setelah kamu dewasa nanti," kata Adrie pada putrinya. "Sekarang tidak perlu pikirkan hal itu, yang terpenting adalah kamu bahagia bersama dengan mama." Di saat Adrie sedang membersihkan meja makan, dia menerima sebuah pesan da

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    bab 89

    Bagi Ashley, Adrie terlihat jauh berbeda dari sebelumnya. Wanita yang dikenal polos itu ternyata dengan mudahnya tidur bersama Hanley.Apa hal itu sudah sering terjadi? Ashley masih memikirkannya ketika pintu ruangannya terbuka dari luar. Dia segera menoleh pada wanita yang menggunakan blazer biru itu."Untuk apa kamu ke sini?" tanya Ashley. "Bukankah kamu sedang sibuk mempersiapkan pertunangan dengan Hanley? Aku tidak berpikir kamu bisa membagi waktu untuk menemuiku di kantor ini.""Jangan mengejekku seperti itu!" Mery berjalan mendekat. "Aku datang untuk menawarkan sesuatu padamu.""Apa yang kamu rencanakan?" Ashley dan Hanley telah membuat kesepakatan. Keributan di malam sebelumnya membuat Ashley terpaksa mengalah pada kakaknya. Terlepas siapapun yang dipilih Adrie untuk menjadi pasangannya, maka yang kalah harus berlapang dada untuk menerima kekalahan."Tentu saja tentang Adrie dan Hanley."Melihat keseriusan di wajah Mery, Ashley segera bangkit dan menuju sofa. Di sana, mereka

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    Bab 88

    "Adriella itu bekasku, dia hanya pantas untukku saja."Satu kalimat itu membuat kesabaran Hanley menipis. Dia seketika menginjak pedal rem hingga mengakibatkan mobil berhenti mendadak.Ciiittt ...Beruntung jalan raya malam itu sedang sepi. Tidak ada bahaya setelahnya.Dengan amarah yang menggebu-gebu, Hanley turun dan mengitari mobil. Tepat setelah membuka pintu mobil untuk Ashley, dia berteriak pada adik bungsunya itu."Turun sekarang juga ...!" Perintah Hanley. Dia jengah berhadapan dengan Ashley. Selain itu, dia juga khawatir akan kembali menghajar adiknya ketika tidak bisa menahan diri. Ashley menatap sekelilingnya. Tempat itu tidak hanya gelap, tapi juga sunyi senyap. Tidak ada kendaraan yang lalu lalang, bagaimana mungkin dia setuju untuk turun dari mobil."Aku tidak mau," kata Ashley menolak. "Kalau kamu tidak mau diam, aku akan meninggalkanmu di sini," Hanley mengancam sebelum akhirnya kembali ke dalam mobil.Dalam kekesalannya, Ashley hanya bisa menyesal. Harusnya dia tida

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    bab 87

    Ketika Ashley dipersilakan masuk oleh Sam, ruangan itu gelap gulita. "Cepat hidupkan lampunya!" suruhnya pads Sam. Senyum Ashley terlihat bercahaya seiring hidupnya penerangan di ruangan itu. "Di mana kamar Adrie?" tanyanya kemudian, ekor matanya pun memperhatikan satu persatu ruangan di rumah itu. Dia tidak peduli dengan keberadaan Sam, fokus Ashley hanya tertuju pada Adrie saja. Secepatnya, dia ingin bertemu dengan wanita itu, mengatakan jika Sam tidak pantas menjadi suaminya. "Ada di ruangan paling tengah, Tuan," Sam menjawab sambil menunjuk satu ruangan. "Apa Adrie biasanya mengunci pintu kamar dari dalam?" tampak jika Ashley sudah tidak sabar untuk menemui wanita itu. "Kamu bukan suami yang pantas untuk Adrie, jadi jangan harap aku akan menghargaimu di sini, bahkan aku tidak akan pernah menganggap kamu sebagai pria yang telah menikahi Adrie!" Mengabaikan pernyataan itu, Sam memberikan penawaran, "Tuan, apa tidak sebaiknya Anda pulang saja, dan kembali besok?" Sam sediki

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status