Share

Makan Malam Dengan Bos

Author: Anna Sahara
last update Last Updated: 2025-04-15 13:20:47

"Tu .. Tuan Hanley, apa yang Anda lakukan di sini?" Bukannya bersyukur, Adrie tentu saja ketakutan melihat kehadiran pria itu.

Hanley berjalan santai menuju meja gadis itu. "Seperti yang baru saja kukatakan, aku datang untuk membantu pekerjaanmu."

"Tidak perlu, Tuan, saya bisa sendiri ...!" Melihat sikap santai Hanley, mengingatkan Adrie pada sosok Ashley yang tampan namun bersikap kejam seperti iblis.

Adrie pun sontak bergerak mundur, tubuh rampingnya terhuyung hingga kursi di belakangnya terbalik dan jatuh. "Akhh ....!" Dia berteriak kecil dengan ulahnya sendiri, membuat kening Hanley berkerut.

'Dia yang salah, dia yang berteriak,' pikir Hanley. 'Huh wanita memang suka playing victim.'

Hanley berjongkok, meraih kursi dan meletakkannya pada posisi semula.

Demi apa coba, Hanley benar-benar merendahkan diri di hadapan seorang bawahan.

"Ada apa denganmu, apa di matamu aku terlihat seperti penjahat?" Hanley sedikit protes. Meski tidak terima dengan sikap Adrie, namun dia tidak menunjukkan rasa tidak sukanya.

"Aku datang dengan niat baik, aku tidak tega melihatmu menghadapi kesulitan, makanya aku putuskan untuk kembali dan membantumu, apa ada yang salah dengan perbuatanku?" Hanley bertanya dengan penuh perasaan berharap gadis di depannya merasa nyaman dan membuka diri.

Adrie hanya bisa menunduk. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Ketakutan jelas terlihat di wajahnya, tapi dia tidak berani menghindar. Mungkin trauma dalam dirinya belum sepenuhnya hilang, hingga tidak terbiasa menghadapi seorang pria di sisinya.

Di saat ketakutan itu menguasai pikirannya, perkataan sang bibi yang selalu memberi semangat kembali terngiang-ngiang.

"Tidak semua laki-laki itu bersikap jahat. Mungkin saat ini kamu belum menemukannya, tapi suatu hari nanti, bibi yakin akan ada seorang pria yang datang mengobati luka dalam hatimu."

Sejak kecil, Adrie memang tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sosok pria, terutama sang ayah yang kerap berlaku kasar padanya. Meski orangtuanya masih lengkap, tapi dalam kehidupannya, Adrie seperti tidak memiliki ayah ibu yang mampu menjaga dan mengayominya dengan sepenuh hati.

Hingga pelecehan itu terjadi, Adrie bukannya mendapat dukungan moral dari keluarganya. Gadis malang itu justru dikucilkan, membuatnya terluka secara fisik dan mental.

"Duduklah ...!" Hanley menyuruh. Tekadnya sudah bulat, alih-alih berniat pergi, dia justru mengambil sebuah kursi untuknya. "Tenang saja, aku akan duduk di depan mejamu. Jika sekali saja aku bersikap kurang ajar, angkat komputer ini, lalu pukul kepalaku, kamu paham!!!"

Bibir Adrie masih terkatup rapat, tapi ekspresi takutnya perlahan memudar. Dia juga mulai menggerakkan tangannya, siap melanjutkan tugas-tugas yang tertunda.

Hanley pun mulai membantu pekerjaan gadis itu. Tanpa persetujuan Adrie, Hanley menarik berkas-berkas dari hadapan bawahannya itu.

"Kali ini Mery sungguh keterlaluan, melimpahkan semua pekerjaan ini pada anak baru," umpat Hanley dengan suara kecil.

Agar Adrie tidak ketakutan, Hanley juga menahan diri untuk tidak melirik gadis itu. Mereka membagi pekerjaan dan mulai sibuk dengan tugas masing-masing.

Sepuluh menit menuju pukul 9 malam, pekerjaan Adrie akhirnya selesai juga. Sambil menyandarkan tubuh letihnya, dia menghembuskan napas lega.

"Akhhh ... akhirnya selesai juga," ucap Adrie pelan sembari memejamkan mata.

Kepuasan Adrie menjadi satu kesempatan bagi Hanley untuk mencuri pandang pada gadis di depannya. "Cantik ... sangat cantik," gumamnya pelan, meski terlihat kelelahan, wajah gadis tanpa riasan itu masih saja mempesona, membuat Hanley terkagum-kagum.

Entah pikiran apa yang mendasarinya, Hanley seketika memimpikan Adrie menjadi miliknya. Mereka menikah dan memiliki banyak anak. Oh manis sekali.

Tak berselang lama, dua orang wanita mengetuk pintu ruangan itu.

Adrie sontak membuka kelopak matanya yang letih dan menatap ke arah pintu.

Bersamaan dengan itu, lamunan Hanley pun buyar seketika. Mimpi indahnya juga terbang jauh ketika Adrie menawarkan diri.

"Saya akan membukakan pintunya, Tuan."

"Hmmm ...," ucap Hanley pasrah.

Di depan pintu, Adrie menatap heran pada kedua wanita yang sedang membawa beberapa box makanan.

"Kami ke sini untuk mengantarkan makanan ini, Nona," salah satu wanita itu menjelaskan.

Adrie tidak langsung menerima, dia lebih dulu menoleh pada Hanley.

"Cepat ambil, Adrie, aku sudah lapar!" tukas Hanley tanpa memberi penjelasan.

Perintah keras dari Hanley menyadarkan Adrie bahwa atasannya juga telah melewatkan makan malam hanya demi untuk membantunya. Sepercik perasaan aneh melintas dalam benak Adrie, kenapa Hanley yng terkenal dingin itu harus berkorban sebanyak ini untuknya?

"Ayo ambil, apa lagi yang kamu pikirkan!" Hanley mendesak. "Tidak usah ragu, aku sudah membayar semuanya!"

"Ah ... baik, Tuan."

Adrie segera membawa pesanan makanan itu dan menyajikannya untuk Hanley. Tidak lupa, dia juga menuangkan segelas air untuk atasannya itu.

"Kenapa hanya satu yang kamu sajikan?" Hanley protes lagi. "Aku pesan dua porsi, itu artinya yang satunya lagi untukmu."

Adrie menjadi kikuk dibuatnya. Bukan tidak paham, dia hanya merasa tidak pantas untuk mendapatkan perhatian sebanyak itu. Pertama, sudah mendapatkan bantuan gratis, sekarang apalagi ini?

Dinner with the big boss.

"Saya makan di rumah saja," Adrie berusaha menghindar. "Sekarang lebih baik saya pulang, Tuan."

"Setelah apa yang aku lakukan, kamu mau meninggalkanku begitu saja?" Hanley tidak terima. Dia sebenarnya ingin marah, tapi ketika melihat raut wajah Adrie yang ketakutan, dia kembali melunakkan ucapannya.

"Setidaknya temani aku makan malam," kata Hanley setenang mungkin. "Ayolah, ini tidak beracun, makanan ini higenis dan tidak terkontaminasi dengan apapun seperti yang kamu pikirkan."

Karena tidak ingin membuat atasannya marah, Adrie pun mengalah. Perlahan, dia kembali menjatuhkan bokongnya di atas kursi, kemudian bertanya pelan, "Hanya makan malam kan, Tuan?"

"Menurutmu apa lagi?"

Sejenak Hanley terdiam, lalu tersenyum penuh arti. Setidaknya dia mulai paham dengan ketakutan dalam diri Adrie. "Aku tidak seburuk yang kamu pikirkan, Adriella Agatha."

Di sela makan, Adrie sesekali melirik atasannya.

Pun dengan Hanley, beberapa kali tertangkap mencuri pandang.

Satu kali melihat Adrie membalas senyumannya, Hanley merasa lega dan langsung memberanikan diri untuk bertanya.

"Adrie, apa sebelumnya kamu memiliki pengalaman buruk terhadap laki-laki? Kenapa kamu terlihat seperti menghindari para pria?" tanya Hanley dengan spontan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    Bab 92

    "Bagaimana jika aku hamil?" Adrie masih berada dalam pelukan Hanley. Keduanya masih sama-sama polos setelah percintaan panas itu.Mereka tidak menggunakan pengaman apapun. Sebelumnya, Adrie pernah hamil dengan hanya sekali berhubungan. Dia menjadi takut kejadian itu terulang lagi.Tidak seperti Adrie yang ketakutan, Hanley justru senang jika itu terjadi. Dia tersenyum, lalu menarik kepala Adrie untuk kemudian dicium dengan lembut, dan perlahan berubah menjadi panas.Adrie membiarkan Hanley hingga merasa puas. Sudah terjadi, jadi sulit baginya untuk menolak. Toh, mereka sama-sama menukangi. Tidak ada yang perlu disalahkan lagi selain orang-orang yang sengaja menjebak mereka.Setelah ciuman itu berakhir, Hanley berkata dengan bangga, "Aku berharap kamu segera hamil, dengan begitu kamu tidak punya alasan untuk menolak pernikahan denganku."Decak kesal terdengar dari mulut Adrie. "Jadi kamu ingin aku hamil tanpa pernikahan? Kamu ingin aku mengalami hal yang serupa untuk kedua kalinya?""T

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    Bab 91

    Adrie menatap Sam dengan penuh curiga. "Apa yang kamu masukkan di minuman ini?""Apa yang kamu maksud?" Sam juga menatap heran pada Adrie. Wajah wanita itu memerah membuatnya penasaran. Tatapannya kemudian berpindah pada botol minuman di tangan Adrie."Aku tidak bisa menahannya," kata Adrie sambil mencengkram botol minuman di tangannya. "Pengaruh apa ini? Kenapa aku seperti ini?" tanyanya dengan suara melengking.Merampas botol itu, Sam kemudian menjawab. "Ini pasti kerjaan temanku, aku akan membantumu, Adrie, jangan khawatir."Sam segera merogoh ponsel Adrie. Dia tahu apa yang terjadi dengan wanita itu, jadi dia harus mencari obatnya sesegera mungkin.Setelah menemukan nomor Hanley, Sam segera menekan tombol hijau. Dalam sekejap panggilan itu tersambung.{Sayang, kamu di mana? Bisa kita bertemu sekarang?} Suara Hanley lebih menggebu-gebu ketika bertanya. "Ini aku Sam, Adrie sedang bersamaku sekarang," jawab Sam.Mobil Hanley tengah berada di pinggir jalan. Dia sedang menunggu Rauf

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    bab 90

    Terlalu sering mendengar kata-kata itu membuat Laila penasaran. Apa lagi ibunya selalu bersedih setelah mendengar kata-kata itu, dia pun tidak bisa diam dan ingin segera mengetahui arti di balik kata-kata itu "Lala juga pernah dengar dari tante Alisa kalau Mama itu korban pelecehan, itu artinya apa, Mama?" Laila bertanya dengan polos.Adrie terdiam lama. Matanya basah menatap sang anak. Haruskah dia menjawab pertanyaan itu?"Apa Mama bersedih karena pertanyaan Lala?" Laila ikut bersedih olehnya. "Tidak usah dijawab lagi, Lala juga janji tidak akan bertanya tentang itu lagi."Adrie segera mengulurkan tangannya untuk memeluk Laila. Dengan berderai air mata, dia mendekap putri kecilnya itu. "Kamu akan paham setelah kamu dewasa nanti," kata Adrie pada putrinya. "Sekarang tidak perlu pikirkan hal itu, yang terpenting adalah kamu bahagia bersama dengan mama." Di saat Adrie sedang membersihkan meja makan, dia menerima sebuah pesan da

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    bab 89

    Bagi Ashley, Adrie terlihat jauh berbeda dari sebelumnya. Wanita yang dikenal polos itu ternyata dengan mudahnya tidur bersama Hanley.Apa hal itu sudah sering terjadi? Ashley masih memikirkannya ketika pintu ruangannya terbuka dari luar. Dia segera menoleh pada wanita yang menggunakan blazer biru itu."Untuk apa kamu ke sini?" tanya Ashley. "Bukankah kamu sedang sibuk mempersiapkan pertunangan dengan Hanley? Aku tidak berpikir kamu bisa membagi waktu untuk menemuiku di kantor ini.""Jangan mengejekku seperti itu!" Mery berjalan mendekat. "Aku datang untuk menawarkan sesuatu padamu.""Apa yang kamu rencanakan?" Ashley dan Hanley telah membuat kesepakatan. Keributan di malam sebelumnya membuat Ashley terpaksa mengalah pada kakaknya. Terlepas siapapun yang dipilih Adrie untuk menjadi pasangannya, maka yang kalah harus berlapang dada untuk menerima kekalahan."Tentu saja tentang Adrie dan Hanley."Melihat keseriusan di wajah Mery, Ashley segera bangkit dan menuju sofa. Di sana, mereka

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    Bab 88

    "Adriella itu bekasku, dia hanya pantas untukku saja."Satu kalimat itu membuat kesabaran Hanley menipis. Dia seketika menginjak pedal rem hingga mengakibatkan mobil berhenti mendadak.Ciiittt ...Beruntung jalan raya malam itu sedang sepi. Tidak ada bahaya setelahnya.Dengan amarah yang menggebu-gebu, Hanley turun dan mengitari mobil. Tepat setelah membuka pintu mobil untuk Ashley, dia berteriak pada adik bungsunya itu."Turun sekarang juga ...!" Perintah Hanley. Dia jengah berhadapan dengan Ashley. Selain itu, dia juga khawatir akan kembali menghajar adiknya ketika tidak bisa menahan diri. Ashley menatap sekelilingnya. Tempat itu tidak hanya gelap, tapi juga sunyi senyap. Tidak ada kendaraan yang lalu lalang, bagaimana mungkin dia setuju untuk turun dari mobil."Aku tidak mau," kata Ashley menolak. "Kalau kamu tidak mau diam, aku akan meninggalkanmu di sini," Hanley mengancam sebelum akhirnya kembali ke dalam mobil.Dalam kekesalannya, Ashley hanya bisa menyesal. Harusnya dia tida

  • MENGEJAR CINTA WANITA YANG DINODAI ADIKKU    bab 87

    Ketika Ashley dipersilakan masuk oleh Sam, ruangan itu gelap gulita. "Cepat hidupkan lampunya!" suruhnya pads Sam. Senyum Ashley terlihat bercahaya seiring hidupnya penerangan di ruangan itu. "Di mana kamar Adrie?" tanyanya kemudian, ekor matanya pun memperhatikan satu persatu ruangan di rumah itu. Dia tidak peduli dengan keberadaan Sam, fokus Ashley hanya tertuju pada Adrie saja. Secepatnya, dia ingin bertemu dengan wanita itu, mengatakan jika Sam tidak pantas menjadi suaminya. "Ada di ruangan paling tengah, Tuan," Sam menjawab sambil menunjuk satu ruangan. "Apa Adrie biasanya mengunci pintu kamar dari dalam?" tampak jika Ashley sudah tidak sabar untuk menemui wanita itu. "Kamu bukan suami yang pantas untuk Adrie, jadi jangan harap aku akan menghargaimu di sini, bahkan aku tidak akan pernah menganggap kamu sebagai pria yang telah menikahi Adrie!" Mengabaikan pernyataan itu, Sam memberikan penawaran, "Tuan, apa tidak sebaiknya Anda pulang saja, dan kembali besok?" Sam sediki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status