Home / Urban / MENIKahi ARJUNA / 1 Ngebet Kawin

Share

MENIKahi ARJUNA
MENIKahi ARJUNA
Author: Bu Dhe

1 Ngebet Kawin

Author: Bu Dhe
last update Huling Na-update: 2022-07-27 06:36:55

 Tahun 1980an

"Buk, aku arep kawin (aku mau nikah)," perkataan Menik yang tengah membantu ibunya menyiapkan makan malam saat itu mengejutkan Bu Tina yang tengah meniup api di pawon.

"Ngopo tho nduk? Kawin opo? Kok kesusu?" (Ada apa Nak, nikah apa? kok terburu-buru?) Bu Tina berdiri menghampiri Menik yang sedang memotong sayuran.

"Kalau aku nggak nikah, mau ngapain, Buk? Sepantaran aku di desa ini udah pada nikah dan punya anak semua. Memangnya Ibuk mau anaknya dibilang perawan tua?" balas Menik sambil mengerucutkan bibirnya

"Ya kamu bisa sekolah lagi. Masuk perguruan tinggi sana. Atau ambil kursus jahit atau rias pengantin. Biayanya nanti bisa kita usahakan. Kamu kan baru 20, Nduk. Apa ndak sayang kalau mau cepet nikah?" Bu Tina membujuk Menik dengan lembut.

"Emoh aku Buk (tidak mau aku Buk). Aku mau cari duit aja. Atau nikah sama orang kaya biar nggak perlu kerja. Capek aku Bu, bantuin ibu tandur (menggarap sawah/ladang)," Menik bersikukuh.

"Kalau mau dapat duit ya kerja aja nduk. Kemarin katanya mau ikut Ajeng kerja di pabrik," kata Bu Tina.

"Iya mau Buk. Besok aku mulai ke pabrik. Katanya sih lumayan, Buk, tiap Minggu gajian," jawab Menik sambil senyum-senyum membayangkan akan memiliki penghasilan sendiri, sehingga bisa berbelanja sesuka hati.

"Lha yo bagus kalau begitu. Belajar dapat uang sendiri, biar Ndak ngerepotin Mbakyu-mu terus," Bu Tina ikut senang melihat anaknya dapat pekerjaan.

"Ya beda tho, Buk. Jatah dari Mbak Murni itu kudu tetep ada," Menik tidak senang mendengar perkataan Bu Tina itu.

Bagi Menik dia punya hak untuk dapat sangu, uang saku, dari kakaknya yang sudah bekerja. Apalagi suaminya pegawai negeri.

"Yo jangan begitu nduk. Mbakmu sudah punya keluarga sendiri. Sebentar lagi bakal ada anak yang harus dibiayai. Jangan minta-minta terus sama mbakmu. Mendingan kerja dapat duit sendiri," Bu Tina memberi nasihat pada anaknya yang nomor dua itu.

"Iya iya, Buk. Mbak Murni itu enak ya Buk, suaminya kan pegawai juga kayak Bapak. Nanti tua dapat pensiunan," Menik mengungkapkan rasa irinya.

"Gaji pegawai itu Ndak seberapa Nduk. Lihat bapakmu. Puluhan tahun jadi pegawai baru dua kali aja Bapak naik pangkat, naik gajinya juga nggak seberapa," bela ibunya.

"Lha itu pak Narji sudah bisa beli mobil sendiri Bu. Katanya pak Narji masuk kerja barengan sama Bapak 'kan? tapi kok Pak Narji udah lebih tinggi pangkatnya dari Bapak?" Menik mengungkapkan ketidaksenangannya.

"Hush, kalau ngomong hati-hati," ibunya memperingatkan.

"Lha ya bener tho Bu. Katanya, pak Narji itu bayar orang pangkat buat bantu dia juga naik pangkat, Buk," Menik tak mau kalah.

"Wes ora sah diteruske. Ora becik ngomongke uwong (sudah jangan dilanjutkan, tidak baik menggunjingkan orang)," ibunya berdiri mengambil wajan dan mulai memanaskan minyak.

"Tapi Bu, selama aku belum gajian kan nggak papa kalau aku masih minta Mbak. Ke pabrik kan juga perlu ongkos, Buk, lagian uang saku yang bapak kasih juga sedikit. Nggak cukup," Menik masih mencari alasan agar Bu Tina tidak mempermasalahkan jika ia kedapatan meminta uang saku pada kakaknya.

"Lha memangnya kamu buat apa aja uang yang bapak kasih? Kamu makan juga di rumah, pergi keluar selalu diantar jemput sama Naryo," ibunya tidak habis pikir.

"Yaa buat beli make up lah Bu. Beli bedak, lipstik, baju, kan aku nggak mungkin keluar pake pakaian yang itu-itu aja," jawab Menik beralasan.

"Jadi perempuan harus pinter ngatur keuangan. Beli seperlunya saja. Jangan boros. Bapakmu masih ada tanggungan adik-adikmu," kata ibunya sambil mengaduk nasi di dalam periuk.

"Mangkanya aku mau kawin aja bu. Sama orang kaya. Kalau aku nikah sama jutawan kan aku bisa kasih uang banyak ke bapak sama ibuk. Jadi aku nggak ngerepotin siapa-siapa," Menik melanjutkan sambil terus mengupas bawang.

"Jutawan opo?" 

"Ya pokoknya jutawan, Buk," jawab Menik.

"Mau dapat jutawan dari mana? Wong di desa kayak gini," kata ibunya tidak setuju.

"Mangkanya aku sering pergi sama Naryo, ke kota biar gaul," jawab Menik.

"Walah, yang realistis aja, Nduk. Memangnya kamu itu mau nikah sama siapa? Naryo?" Tanya Bu Tina.

"Ora buk (tidak buk). Emoh aku (tidak mau aku). Naryo itu gayanya terlalu nyentrik, Buk. Memang kaya, anak tunggal juragan tebu, tapi aku juga mau cari yang ganteng lah, Buk. Kalau nggak dapet yaa sama Naryo juga nggak papa," Menik tidak ingin membayangkan dirinya menikah dengan Naryo yang kebanyakan gaya tapi dengan wajah pas-pasan.

"Lha terus ngopo kok nangdi-ndi jaluk diterke Naryo? (Terus kenapa kemana-mana minta diantarkan Naryo?)" Tanya Bu Tina tidak senang mendengar perkataan Menik.

Bagi Bu Tina pantang jika seorang wanita dekat dengan lelaki tanpa ada tujuan yang serius ke depannya.

"Yaa daripada berangkat sendiri kan, Bu, enakan ada yang nganterin, gratis. Nggak perlu keluar ongkos," jawab Menik sekenanya.

"Wes ora usah aneh-aneh. Kalau memang nggak serius sama Naryo jangan keluar-keluar berduaan. Ga penak disawang tonggo (tidak enak dilihat tetangga)," kata bu Tina sambil geleng-geleng kepala.

"Wong aku Ndak pacaran kok Buk sama Naryo. Dianya aja yang kegeeran. Aku mau nikah sama orang kaya. Yang ganteng, Yang punya pangkat," kata Menik.

"Sopo?" (Siapa?) Tanya ibunya dengan nada lelah.***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MENIKahi ARJUNA   12 Naryo Mutung

    "Kamu yakin mau kerja?" Tanya Menik tidak percaya.Naryo mengangguk."Serius?""Iya, aku itu kan nurut sama kamu, Nik. Karena kamu calon istriku," kata Naryo sambil tersenyum lebar."Mulai deh," kata Menik tertawa."Lho bener kan. Suami juga harus mendengarkan pendapat istri. Kan aku kamu suruh nyoba kerja, jadi aku bakal kerja," jawab Naryo."Ehem. Iya sih. Tapi tampilan kamu nggak bisa kayak gini kalau mau kerja, Yo," kata Menik hati-hati."Emangnya kenapa sama tampilan aku? Ini itu model keluaran terbaru, Nik. Ini itu motif Naga yang katanya bakal bikin aku kelihatan tambah gagah dan kaya raya," kata Naryo sambil menunjuk bordiran naga yang besar memenuhi bagian punggung jaketnya."Kamu kayak preman, gengster gitu lho, Yo," bisik Menik."Lho emang itu tujuannya. Kamu pikir kenapa rambutku aku tata rapi seperti ini? Nggak jaman lagi preman kudu brewokan sama rambut acak-acakan. Preman sekarang harus modis, harus rapi jali," elak Naryo yang malah membuat Menik menggelengkan kepalanya

  • MENIKahi ARJUNA   11 Anak Juragan

    Kabar tentang adanya lowongan untuk staf di bagian kantor baru diumumkan pekan berikutnya. Ada selebaran yang dipasang di papan pengumuman tiap unit bangunan produksi dan di bagian depan bangunan pabrik.Meski beberapa orang di unit menyemangati Menik untuk ikut seleksi dengan ijazah SMEA yang dia miliki, Menik menolak. Dia pesimis akan mendapatkan lowongan itu.Kebanyakan para pekerja di pabrik ini memang ibu-ibu berpendidikan dasar saja. Ijazah SD sudah lebih dari cukup untuk melamar pekerjaan di pabrik. Tidak sedikit buruh yang SD pun tidak tamat. Yang penting mereka bisa bekerja meskipun dengan upah yang rendah. Biasanya mereka bisa masuk bekerja karena bawaan dari mandor atau ajakan sesama pekerja. Biasanya pekerja yang mengajak orang lain masuk harus menjadi penjaminnya. Ada juga yang seperti Menik. Hanya mendapat info lowongan dari buruh lain kalau ada rekrutan baru untuk buruh pabrik saja. Selebihnya Menik usaha sendiri saat mendaftar dan mengikuti prosesnya.Apa pun carany

  • MENIKahi ARJUNA   10 Patuh

    Menik melepas jaket yang dipakainya dan memberikannya kepada Naryo."Nih, makasih. Tapi sorry, jadi bau mbako," ucap Menik."Lho, kenapa dilepas, Nik. Aku tidak mengapa jika kamu memakai pakaianku, Nik. Aku ikhlas, suatu kehormatan bagiku saat pakaianku menyentuh kulitmu," jawab Naryo."Walah nggak usah nggombal. Dah keburu Maghrib nih. Mau sholat di sini atau pulang?" "Ehehe, aku pulang aja yaa, Nik. Salam buat Bapakmu," pamit Naryo sambil naik ke atas motornya."Kok cuman Bapakku? Nggak nitip salam sama ibuku juga?" Goda Menik."Ah, kamu jangan bilang gitu, Nik. Nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lho," balas Naryo."Maksudmu?" "Kalau ibumu beneran jatuh cinta sama aku gimana, kan blaen jadinya?""Bocah edyan. Dah balik sana!"Naryo tertawa memamerkan barisan giginya yang rapi. Menik menepuk punggung Naryo sebelum lelaki itu melesat pulang. 'Sebenarnya dia ini ganteng juga. Tapi gayanya, yaa ampuun,' batin Menik."Baru pulang, Nik?" Sebuah suara membuyarkan lamunan Menik

  • MENIKahi ARJUNA   9 Pesona Naryo

    "Menik!" Sebuah suara menghentikan percakapan antara Menik dan Puji.Menik mengarahkan pandangannya pada sumber suara. Seorang lelaki tengah melambaikan tangannya ke arah Menik dengan senyum lebarnya."Oh, jadi itu pacar kamu, Nik?" Goda Puji.Entah mengapa seolah ada nada geli dan merendahkan yang sontak membuat Menik tidak senang dengan cara bicara Puji."Bukan, temen," jawab Menik cuek."Ah, jangan bohong gitu. Dapet darimana cowok antik kayak begitu, Nik?" ledek Puji."Dia orang baik, Pu. Jangan kamu ledek begitu," sergah Menik."Nggak aku nggak ngeledek dia kok, Nik. Cuman yaa kamu tahu sendiri, siapa pun akan berpikiran sama kayak aku, kecuali dia suka sama 'temen' kamu itu. Baru dia nggak masalah cowoknya dandan model begitu," elak Puji."Kok kamu ngomongnya begitu sih, Pu. Aku nggak pernah Mandang rendah dia. Dia punya style sendiri tentang penampilannya." Bela Menik. Wajahnya nampak gusar."Iya, maaf deh kalau aku nyinggung kamu. Tapi temen kamu itu Orang kaya rupanya, motorn

  • MENIKahi ARJUNA   8 Orang Dalam

    "Wanita aneh," gumam laki-laki bernama Arjuna itu."Siapa yang aneh pak?" Tanya seorang Bapak yang tadi memanggilnya "Oh nggak, Pak. Nggak apa-apa. Ada apa yaa, Pak?" Arjuna berusaha menfokuskan perhatiannya pada penjelasan bapak tadi. Namun Arjuna begitu sulit mengabaikan sosok Menik yang sentuhan tangannya tadi telah meninggalkan desir halus di sekujur tubuhnya.'Ada apa ini? Kenapa rasanya badanku jadi panas dingin?' batin Arjuna.Tiba-tiba sebuah kesadaran terlintas dalam pikiran Arjuna. Ia mulai sadar mengapa tubuhnya mendadak terasa dingin. Tangannya menggosok-gosok lengannya."Pak Arjuna, kenapa? Sakit?" Tanya Bapak itu menghentikan penjelasannya. "Nggak tahu, Pak. Sejak ketemu sama perempuan tadi, badan saya rasanya jadi nggak enak, kayak meriang gitu, Pak," jawab Arjuna.Tangan Arjuna mengusap-usap kasar tengkuknya lalu memeluk tubuhnya sendiri. Badannya tiba-tiba terasa panas dingin.'Ini pasti gara-gara perempuan tadi. Apa yang sudah dilakukannya padaku, sampai aku jadi

  • MENIKahi ARJUNA   7 Pak Arjuna

    Kehidupan Menik sebagai buruh pabrik baru berjalan selama tiga Minggu. Menik masih belajar bagaimana melinting rokok dengan baik dan cepat. Alat sederhana di depannya bergerak lebih lambat jika dibandingkan dengan buruh yang lain.Dia hanya berani mengambil target 1500 saja. Tidak sebanding memang dengan buruh lainnya yang bisa sampai dua atau empat kali lipat dari targetnya.Menik juga mengambil shift pagi. Dari pukul enam pagi sampai pukul tiga sore. Dua Minggu pertama Menik mendapat tugas menggunting lintingan rokok. Kadang dia juga membantu tim pengepakan. Yaa berpindah-pindah tergantung bagian mana yang dibutuhkan, alias mengikuti apa kata mandor.Selama training, istilahnya, Menik juga belajar melinting rokok sampai mendapat tanda 'Ok' dari mandor. Pekerjaan yang monoton dan melelahkan dengan gaji yang lumayan untuk ukuran orang kampung seperti Menik.Minggu ini Menik sudah ditempatkan di bagian linting rokok. Suasana pabrik yang berisi dominan ibu-ibu ini tidak pernah sepi. Sua

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status