Share

Ditolong Bos Ganteng

Amanda bernapas lega sambil meregangkan jemarinya setelah menyelesaikan pekerjaan. Dia buru- buru mengambil sweternya dan bersiap hendak pulang. Lesti ada tugas antar barang tadi dan dipastikan tidak balik karena sudah jam pulang. Jadinya Amanda pulang sendirian.

"Amanda, kau bisa bantu ambil alih kerjaan Pak Mail?" Adoria kepala OB itu menghampiri Amanda.

"Aduh Bu, ini sudah mau pulang. Memangnya Pak Mail kenapa?"

"Dia dibawa ke UGD tadi karena tiba-tiba pingsan. Pekerjaannya belum selesai, kamu tolong selesaikan sebentar ya?"

"Oh, baik Bu!" tukas Amanda meletakkan kembali tas dan sweternya lalu bergegas menyelesaikan pekerjaan Pak Mail, OB senior yang masih gigih bekerja karena memang masih banyak yang harus ditanggungnya.

Amanda mengambil alat vacuum cleaner yang masih tergeletak di lantai itu. Pegawai kantor sudah mulai satu persatu pulang. Dan Amanda bingung dengan alat sedot debu yang jelas berbeda dengan yang biasa dia pakai. Bilang saja tidak pernah. Karena memang Amanda jarang melakukan pekerjaan rumah jika di rumahnya. Dan di kontrakannya jelas tak memerlukan sedot debu karena tidak ada karpet disana.

Tadinya dia mau minta bantuan pada pegawai kantor yang masih ada, tapi di lantai ini sudah sepi. Membuatnya jadi merinding dan ingin cepat-cepat selesai. Namun karena tergesa-gesa dia malah menumpahkan debu-debu itu dari vacum cleanernya lagi.

"Oh Tuhan, jangan bilang kau masih mengutus tuan masalah untuk menghukumku," gumam Amanda sedih.

Tak jauh dari sana Wisnu yang tadi sudah di parkiran balik lagi ke ruangannya karena ada sesuatu yang tertinggal. Dia melihat gadis itu masih sibuk dan melewatinya begitu saja. Saat balik dari ruangannya dia masih melihatnya belum menyelesaikan pekerjaan. Padahal Wisnu lumayan lama di ruangannya tadi.

Teringat cerita asistennya tadi, bahwa Purwa hampir terpeleset dan gadis inilah yang menolong, membuat Wisnu berpikir untuk membantunya. Paling tidak sebagai ungkapan terima kasihnya. Lagipula di kantor sudah sepi, kasihan juga dia.

Wisnu berjalan menghampiri dan memperhatikan dari jauh cara kerja gadis itu yang tampak kaku. Dia tak habis pikir bagaimana HRD mempekerjakan orang seperti dia. Bisa jadi ucapan Roy waktu itu benar, dia hanya anak mama yang terpaksa mencari pekerjaan karena kondisi terdesak.

"Masih belum selesai juga?" tegur Wisnu

Amanda terkejut lalu dengan segera bangkit.

"Oh, Pak Wisnu? Sedikit lagi kok Pak," ujar Amanda keheranan bos besarnya ini masih ada di kantor dan bahkan sempat menegur pegawainya di saat jam pulang.

Wisnu tak banyak bicara dan langsung berjongkok mengambil penyedot debu itu. Amanda yang terkejut langsung mengikuti apa yang dilakukan bosnya, mencoba menolak bantuannya. Tapi tangannya malah tak sengaja menggenggam tangan Wisnu yang sudah lebih dulu menggapai alat itu. Keduanya sontak saling berpandangan dalam jarak dekat lalu saling membuang muka seperti adegan-adegan romantis di film.  Amanda kemudian menarik tangannya dengan gugup.

"Maaf pak, tidak perlu repot biar saya yang selesaikan," tukas Amanda tidak enak melihat sang bos malah mengerjakan pekerjaannya.

Bagaimana coba kalau ada yang lihat?

"Tidak apa," ucapnya singkat dan menyalakan alat vacum cleaner yang sejak tadi tidak berhasil dinyalakan Amanda.

“Menyingkirlah atau kau akan di kantor sampai subuh karena alat ini," tukasnya karena Amanda masih berusaha menghalangi

"Oh, baik!" Amanda kemudian membiarkannya saja.

'Dia ganteng sekali sih, udah ganteng baik hati lagi' Amanda membatin sambil diam-diam sesekali melirik ke arah Wisnu.

Sekarang dia baru tahu mengapa para perempuan itu selalu terlihat konyol di depannya, selalu memujinya setinggi langit, mengelu-elukannya dan berharap mendapat balasan senyuman saat menyapanya. Karena memang dia ganteng dan baik hati.

Rasanya tidak masalah juga dia pulang terlambat kalau semisal selalu kejadian begini. Amanda sepertinya mulai menyukai kantor ini.

***

Wisnu butuh beberapa saat tercenung sebelum keluar mobil dan masuk dalam rumah. Teringat saat mereka tak sengaja saling berkontak mata dalam jarak dekat dan spontan jantungnya berdegup tak teratur. Untungnya dia memiliki pembawaan yang tenang dan dengan mudah menyembunyikan perasaannya.

Gadis itu bermata teduh dan indah. Seperti menatap samudra biru yang meneduhkan hati siapapun yang melihatnya. Dan saking teduhnya bisa-bisa ada yang tenggelam di samudra itu karena terlena dan nyaman.

Jika kemarin dia hanya mengabaikan Roy dan Purwa yang tampak berlebihan dalam mengagumi gadis itu, sekarang dirinya pun sudah mulai tertular virus itu. Dalam hatinya menggerutu mengapa juga harus tertular virus itu dari mereka.

Bahkan saat guyuran shower membasahi tubuhnya, wajah itu masih juga nempel di pikirannya. Logikanya membuat sebuah dugaan, bisa jadi karena gadis itu cantik sehingga mudah saja terekam di otak pria yang memang menyukai visual seperti itu. Seolah membatasi perasaannya sendiri.

Dua tahun yang lalu dia pernah melabuhkan hatinya pada seorang wanita dan berharap dialah wanita terakhir di hidupnya. Mereka bahkan hampir menikah, tapi takdir berkata lain. Wanita yang selangkah lagi menyandang nama keluarganya itu ternyata menghianatinya. Membuatnya merasa semua wanita sama saja dan hanya mendekatinya karena harta.

Dia sudah kenyang melalang buana di dunia percintaan sejak SMA nya dulu. Mengenal banyak wanita dengan beragam karakter mereka. Dan dihianati kekasihnya saat hampir menikah membuatnya tidak terlalu tertarik lagi dengan hal semacam itu. Usianya sudah berkepala tiga tapi dia masih merasa nyaman sendiri dan lebih fokus mengelola dan membesarkan perusahaan keluarganya.

***

"Dimana Om Purwa?" tanya Wisnu pada ART nya saat sarapan. Dia belum melihat orang tua itu sejak bangun tadi.

"Lho den, bukannya Pak Purwa sama Ujang sudah berangkat ke kantor?" ujar Titik ART itu.

Wisnu melongo mendengar ucapan Titik, dia menatap jam dinding dan melihat memang sudah siang. Tapi untuk apa juga pria itu masih ke kantor? Bukannya dia sudah memutuskan pensiun.

"Apa Om Purwa masih rutin minum obatnya, Bik?" Wisnu menanyakan perkembangan pengobatan Purwa.

"Semakin kesini sepertinya Bapak mulai lengah lagi. Bapak bilang dia sudah sehat. Bahkan kemarin dia minta belikan makanan instan sama Ujang"

"Dikasih sama Ujang?"

"Dikasih lah, Den. Ujang mana bisa tolak permintaan Bapak, Den Wisnu tahu sendiri gimana sifat bapak"

Wisnu melenguh teringat bagaimana keras kepalanya si bocah tua nakal itu. kemudian dia menelpon Ujang bertanya ada urusan apa Purwa pergi ke kantor. Apalagi dirinya masih di rumah.

“Tadi nyariin Mbak yang kemarin tolongin Pak Purwa, Mas,” ujar Ujang menjawab telpon Wisnu.

'Astaga, pria itu genit sekali!'

Wisnu pun menghabiskan air putih di gelasnya dan bangkit segera pergi ke kantor. Sepertinya dia sedikit bersemangat setelah mendengar gadis itu disebut.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
walau hanya cleaning service,fapi senang karena lunya bos ganteng dan baok
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status