Amanda menatap Lesti seolah memikirkan sesuatu. Setelah menimbang-nimbang, ia pun memutuskan untuk ikut bekerja saja bersama Lesti.
"Tolong bantu aku biar jadi OG beneran di sini. Aku lagi miskin karena tabuganku kupakai DP dan sekarang sedang tidak punya kerjaan, kuliahku di skorsing dan--papa sepertinya berhenti kerja."
Amanda menjabarkan semua penderitaannya yang bertubi-tubi itu agar Lesti tak menolak permintaannya.
Lesti jadi terperangah dengan masalah masalah Amanda dan tak bisa berkomentar apapun.
"Baiklah, aku coba minta tolong Dion. Tapi kamu yakin mau kerja begini? Berat lho, kamu kan gak pernah kerja berat. Belum lagi kalau Tante Moana atau Om Dirja tahu, mereka pasti marah!"
"Jangan sembarangan kamu Les. Kamu pikir aku ini putri raja yang gak pernah kerjain hal begini doang? Masalah mama dan papa yang penting kamu gak laporan mereka gak bakal tahu kok!"
"Jadi model saja lah kamu, enak kan sekali potret bisa puluhan juta," saran Lesti karena tidak yakin temannya itu bisa kerja jadi office girl.
"Ogah ah, trauma aku!"
Lesti ingat Amanda pernah diminta pemotretan untuk produk pakaian dalam. Oleh manajernya dia diminta membesarkan bagian depan tubuhnya agar lebih bagus hasilnya. Mau tak mau karena sudah tanda tangan kontrak dia pun melakukannya. Ketika pemotretan, Amanda justru kabur karena ada kru yang ingin melecehkannya.
"Sudah harus kembaliin honor, didenda lagi karena batalin kontrak. Rugi aku!" Amanda sebal mengenang saat itu.
"Tapi ada hasilnya kok." Lesti menggerakan dagunya ke arah dada Amanda. Gadis itu spontan menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Lesti hanya tertawa tergelak.
"Kurang ajar kamu!" degus Amanda hingga teringat candaan dosen pembimbingnya. Dengan konyol dia melirik ke dadanya. Masih standar kok, gak besar besar amat. Pikirnya.
***
Pria paruh baya itu turun dari mobil tanpa menunggu supirnya membukakan pintu mobil. Pria itu adalah Apurwa Dinata. Dia punya nama belakang seperti nama perusahaan yang dia datangi itu. Dinata Group Company. Salah satu perusahaan keluarga terbesar di Indonesia.
Beberapa bulan yang lalu dialah pimpinan tertinggi perusahaan keluarganya ini, namun karena kesehatan akhirnya dia putuskan untuk menyerahkan sepenuhnya perusahaan ini pada keponakannya, Wisnu Hendrawan Dinata. Putra dari saudara kembarnya yang sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
"Pak, hati-hati!" Ujang mengejar tuannya. Dia membuka payung untuk melindungi Purwa dari terik mentari. Namun harus berhenti karena Purwa menatapnya marah.
"Berhenti bersikap bodoh dan aku bukan manula yang harus terus dibimbing saat jalan. Aku bisa sendiri, Ujang!"
Beberapa satpam datang menyambut kehadiran pria itu dengan sangat sopan, bahkan salah satu diantara mereka menawarkan lengannya jika saja pria itu akan naik tangga memasuki gedung kantor. Tentu saja hal itu membuatnya bertambah kesal.
"Di mana anak kurang ajar itu? Apa dia sudah menganggapku buntung, tak bisa melakukan apa-apa sampai meminta semua orang memperlakukanku seperti ini?"
Purwa kemudian berjalan masuk dan memberi isyarat pada orang-orang yang menghadangnya tadi untuk membiarkannya sendiri. Termasuk Ujang asistennya. Dia tak sabar menunggu lift yang belum terbuka hingga berjalan ke arah tangga dan memutuskan menaiki tangga. Ototnya kaku karena kelamaan makan dan tidur di rumah, dia pikir mungkin ini akan membuatnya lebih baik.
Kakinya slip saat sudah menaiki beberapa anak tangga. Untung seseorang dengan sigap menahannya.
"Bapak tidak apa-apa?" tanya Amanda pada Purwa.
Awalnya Purwa masih mempertahankan ekspresi dinginnya dan ingin menolak bantuan lanjut gadis itu. Namun saat melihat wajah Amanda, Purwa terhenyak. Seolah wajah itu menggiringnya ke masa lalunya.
"Siapa namamu?" Purwa menatap lekat wajah itu yang sekilas terasa familiar.
"Amanda pak, saya office girl baru disini," Amanda tersenyum mengenalkan diri.
"Oh, Amanda. Terima kasih untuk tadi. Jika tidak ada kamu aku pasti sudah terjatuh," ucap Purwa.
Menatap gadis itu Purwa heran, tubuhnya kecil bagaimana tadi dia kuat menahannya yang hampir jatuh.
"Bapak mau ke lantai berapa? Biar saya bantu naik lift."
Amanda menawarkan diri karena melihat pria yang ditolongnya tadi sedikit bermasalah dengan geraknya.
"Oh, sudahlah. Lupakan saja, aku tadi hanya ingin menghajar anak kurang ajar itu. Tapi biarlah, dia mungkin masih repot," ujar Purwa membuat Amanda bertanya-tanya siapa anak kurang ajar yang dimaksud. Apa anaknya ada yang kerja di sini atau orang lain yang sudah berulah dengannya?
Anak kurang ajar yang disebutkan Purwa itu masih meeting dengan dewan direksinya. Tak tahu menahu tentang kedatangannya. Begitu asistennya memberitahu tentang kejadian Purwa yang hampir jatuh di tangga tadi, Wisnu langsung menyingkat rapatnya dan terburu-buru menghampiri Purwa yang ternyata asyik bercengkrama dengan seorang ofiice girl cantik.
'Orangtua genit!' batin Wisnu.
"Om? Harusnya bilang kalau datang, aku bisa jemput," ujar Wisnu mendekati Purwa.
Amanda bangkit dan memohon diri. Dia menunduk sopan saat melewati Wisnu dan berlalu. Wisnu hanya meliriknya sesaat dan teringat itu gadis pengantar kopi pahit.
"Office girl itu cantik," ujar Purwa masih menatap kepergian Amanda sampai menghilang di balik tembok.
"Om masih bisa melihat gadis cantik juga?" Wisnu menggoda Purwa kemudian duduk disampingnya.
"Tadinya aku mau marah-marah sama kamu, tapi setelah bicara dengan gadis itu aku jadi lupa."
"Memang Om marah kenapa lagi?"
"Bilang hanya pergi sehari, nyatanya hampir seminggu tidak pulang, apa kau anggap aku sudah meninggal?" Mendadak ingat lagi apa yang membuatnya marah.
Wisnu menyesal harusnya tadi tidak mengungkit perihal alasan marahnya.
"Ada hal mendesak di Singapura yang tidak bisa aku tinggal begitu saja," tukas Wisnu mejelaskan.
Purwa hendak bangkit dan Wisnu pun mencoba membantunya berdiri namun ditolak mentah-mentah.
"Aku bisa sendiri!"
"Astaga, tadi mau dibantu gadis itu? Ada apa dengan bantuanku?" Wisnu menggeleng karena ulah Purwa yang masih keras kepala ini. Merasa masih sehat dan tak mau dibantu orang lain.
"Bagaimana menurutmu office girl tadi?"
Wisnu melirik Purwa dan heran mengapa masih terus membahas office girl itu. Gadis itu memang cantik. Kemarin Roy sampai terkesan dan sekarang Om nya juga berlaku sama.
"Udah tua masih genit saja!" goda Wisnu.
"Genit kepalamu! Kamu yang harusnya tanya pada dirimu masih normal tidak?"
"Normal apanya?"
"Gadis itu menurutmu cantik tidak?"
"Cantik itu relatif, Om"
"Berarti kamu memang tidak normal"
Wisnu terbelalak dibilang tidak normal hanya karena hal sepele itu.
"Aku bangkit dari penyakitku karena hanya ingin memastikanmu menikah dulu!"
"Terus apa hubungannya dengan gadis itu?"
Kedua om dan ponakan itu masuk ke dalam lift dan menghilang bersama perdebatan kecil mereka.
Amanda bernapas lega sambil meregangkan jemarinya setelah menyelesaikan pekerjaan. Dia buru- buru mengambil sweternya dan bersiap hendak pulang. Lesti ada tugas antar barang tadi dan dipastikan tidak balik karena sudah jam pulang. Jadinya Amanda pulang sendirian."Amanda, kau bisa bantu ambil alih kerjaan Pak Mail?" Adoria kepala OB itu menghampiri Amanda."Aduh Bu, ini sudah mau pulang. Memangnya Pak Mail kenapa?""Dia dibawa ke UGD tadi karena tiba-tiba pingsan. Pekerjaannya belum selesai, kamu tolong selesaikan sebentar ya?""Oh, baik Bu!" tukas Amanda meletakkan kembali tas dan sweternya lalu bergegas menyelesaikan pekerjaan Pak Mail, OB senior yang masih gigih bekerja karena memang masih banyak yang harus ditanggungnya.Amanda mengambil alat vacuum cleaner yang masih tergeletak di lantai itu. Pegawai kantor sudah mulai satu persatu pulang. Dan Amanda bingung dengan alat sedot debu yang jelas berbeda dengan yang biasa dia pakai. Bilang saja tidak pernah. Karena memang Amanda jaran
Adoria memanggil Amanda karena Purwa ingin mengobrol dengannya. Sebagai Kepala OB tentu saja Adoria melaksanakan perintah bosnya, membebaskan sementara Amanda tidak melakukan pekerjaan.“Lihat tuh, si OG baru. Wajahnya saja terlihat polos, tapi ganjen juga sama pria tua!” terdengar bisik-bisik rekannya saat Amanda berjalan keluar hendak menemui Purwa.“Gak penting tua atau muda, yang penting kan cuan,” sahut yang lainnya.Miris Amanda mendengarnya. Tapi dia berusaha tidak memperdulikannya. Yang paling penting adalah, dia bukan seperti itu.Amanda tahu dari Lesti bahwa pria yang ditolognya beberapa hari yang lalu itu adalah Apurwa Dinata, pemilik perusahaan Dinata Group yang sudah diambil alih jabatannya oleh Wisnu semenjak dia sakit. Purwa sangat suka mengobrol dengan Amanda karena gadis itu selalu apa adanya tidak seperti yang lain terkesan berhati-hati dan takut salah. "Ini sudah masuk jam istirahat, apa kau sudah makan?" tanya Purwa pada Amanda disela ngobrol mereka.Purwa kemudia
Amanda keluar dari kantin dan menghempaskan napasnya dengan lega setelah tadi dia hanya bernapas setengah-setengah. Dia meruntuki dirinya sendiri kenapa juga harus jadi grogi pada Wisnu. Tidak bisa dibiarkan, dia harus memformat ulang perasaannya. Lagipula yang semalam itu Wisnu membantunya karena merasa kasihan padanya, bukan karena hal lain. Kok dianya malah jadi baper begini?Mungkin ini karmanya karena suka menganggap perempuan-perempuan yang ke-GR-an pada Wisnu itu konyol semua."Tidak Amanda, fokus untuk liontin itu. Lagian kamu cuma OG, gak selevel dengan dirinya," gumam Amanda sambil kembali ke pantry."Wow, hebat ya kamu. Anak baru tapi sudah bisa dekat sama Pak Purwa dan Pak Wisnu!" sindir seorang pegawai HRD yang berpapasan dengannya dengan tatapan sinis.Amanda maunya tidak pedulikan ucapan itu, tapi hatinya tak terima dengan sikap mereka. Sementara beberapa rekan OG nya yang lain tampak menghindarinya dan berisik-bisik dibelakangnya."Udah biarin saja, gak perlu pikirin m
Sella, karyawan di salah satu divisi kantor, memang selalu ingin tahu tentang semua hal yang terjadi. Apalagi itu menyangkut bos besarnya, Wisnu. Sebagai tangan kanan Bella yang notabene teman dekat Wisnu, membuatnya selalu merasa sok berkuasa. Hampir semua karyawan di kantor itu pernah menjadi korban gosip murahan Sella. Tak terkecuali Amanda.Kebetulan Sella memergoki Amanda pagi-pagi sudah masuk ruang kerja Wisnu, dan baru keluar setelah beberapa lamanya. Tentu saja dia seperti mendapatkan informasi berharga sebagai bahan materi gosipnya di kantor. Dan dalam waktu yang tak lama, seluruh kantor sudah sibuk mencibir si office girl cantik itu. khususnya para pegawai wanita."Apa kamu tidak mendengar bahwa seluruh kantor ini sedang membicarakanmu?" ujar Lesti pada Amanda."Kenapa?" Amanda belum peka dengan keadaan juga. Dia masih asyik menyantap makanannya."Mereka membicarakanmu, katanya kau terlalu centil pada Pak Wisnu, belum lagi mereka juga bilang kalau kau sering ngobrol bersama
Sella tidak terima karena harus dibantah dan diejek Amanda. Dia hanyalah office girl baru yang bahkan belum sebulan ini bekerja di kantor, tapi sudah berani menantang Sella. Selama ini semua pegawai dan karyawan di kantor sangat menghormatinya. Setidaknya tidak pernah ada yang sampai mengejeknya."Bu Bell, hiks … !" Sella play victim dan mengadu pada Bella."Ada apa? Ngapain kamu nangis kaya anak kecil begitu?" Bella menatap Sella heran."OG itu benar-benar keterlaluan. Dia bilang aku seperti ondel-ondel dan juga ... " Sella memikirkan hal apa yang sekiranya bisa membuat bosnya itu terpancing,"Dia bilang Pak Wisnu masih single dan jika harus berusaha merebut perhatiannya itu bukan hal yang terlarang. Dia juga bilang Bu Bella hanya minder karena dia lebih cantik, jadi takut kalah saing sama dia.""Apa?! Dia bilang begitu?" Bella naik pitam dan bangkit. "Kurang ajar! Belum tahu saja dia siapa Bella. Awas saja kamu anak ingusan!"Bella yang mudah terprovokasi itu langsung keluar ruangan
Amanda mencoret-coret kertas seolah menghitung-hitung kekurangan uang yang harus dibayar untuk menebus liontin itu. Dia juga sudah mencatat alternatife sumber dana yang akan digunakannya. Menuliskan nama Tante Marina, teman-temannya yang sekiranya bisa bantu, dan bahkan dia membuat kemungkinan pilihan seandainya saja rencananya tidak berhasil.Telpon papanya dan bilang terus terang lebih terasa sebagai pilihan masuk akal karena dia tahu papanya selalu membantunya keluar dari masalah. Namun sekarang dia masih ada masalah besar. Sementara mamanya jangan sampai tahu dulu karena Amanda tidak mau membuatnya sedih, dia akan menjadi orang terakhir yang tahu seandainya dari banyak planning itu tidak ada yang berhasil.Kesalahannya adalah dia membawa liontin itu sedangkan mamanya sudah memperingatkan. Waktu itu dia bilang hanya pinjam dan akan merawatnya dengan baik, saat pulang pasti dikembalikan. Kenyataannya berkata lain. Liontin itu hilang juga."Serius amat, Non!" Lesti menegurnya.Lesti
Wisnu terkejut melihat Amanda ada di bawah sana bersama Lesti dan Dion. Bahakan tatapan mereka bertemu sejenak tadi. akhir-akhir ini dia memang suka memperhatikan gadis itu. Perasaannya timbul tenggelam jika harus mempertanyakan apakah dia tertarik padanya. Dia masih juga menimbang-nimbang apakah harus membiarkan dirinya jatuh cinta padanya atau mengalihkan saja perasaan itu. Karena tentu di antara mereka ada banyak perbedaan. Usia Amanda masih sangatlah muda, dia juga terkadang masih terlihat childish. Itu membuat Amanda bukanlah tipe wanita yang diinginkan Wisnu. Terekam dalam sejarah percintaan pria ini bahwa kebanyakana kekasihnya memiliki usia yang lebih tua darinya atau paling tidak seumuran. Kurangnya kasih sayang dari seorang ibu sejak kecil membuatnya ingin melampiaskan kerinduannya pada sosok wanita yang keibuan dan bersikap dewasa. Karena itu dia menjadi bingung dengan dirinya sendiri, mengapa sekarang tiba-tiba merasa tertarik pada gadis muda itu? Apakah tipenya sudah be
"Hey, ada apa?" Wisnu yang baru mengganti baju menghampirinya."Pak Wisnu? Kau?!" Amanda terkejut melihat bahwa pria yang baru mengenakan baju itu adalah Wisnu. Bos di perusahaan tempatnya bekerja. Apa yang sudah dia lakukan padanya?"Duduklah yang benar, kau bisa jatuh!" Wisnu menghampiri Amanda yang ketakutan di ujung tempat tidur."Pergi! Aaaahh!" Amanda menolak tangan Wisnu yang menolongnya karena hampir terjatuh dari tempat tidur itu. "Pelan-pelan, Brow. Sampe teriak gitu!" Terdengar cuitan pria dari ruang samping sambil terkekeh. Sepertinya ada lebih dari satu orang disana. Amanda masih tidak mengerti. "Tidak ada yang terjadi. Kau lihat pintunya terbuka lebar kan? Dan di luar banyak orang, tidak mungkin aku melakukan hal yang tidak baik padamu," Wisnu menjelaskan pada Amanda karena dia sudah salah faham.Ingatan terahir Amanda adalah dia terjatuh di kolam renang itu. Kepalanya pusing dan kakinya keram membuat tubuhnya kaku tak bisa digerakkan saat di dalam kolam renang tadi.