“Apa kamu akan menikahi Ning Hanum?”Pertanyaan yang terlontar dari bibir Ida itu juga menjadi pertanyaan di batin Raya saat ini.Kedua wanita itu kini menatap penuh rasa penasaran pada Raihan yang masih diam termangu.“Aku nggak mau tahu kalau kamu menikahi Ning Hanum, berarti aku juga harus menjadi istri kamu.”Perempuan muda itu tampak sudah kehilangan akal sehatnya, semakin tak bisa dipahami oleh Raya yang sudah sangat jengah dengan situasi ini. Dia sama sekali tak menyangka jika pria yang menikahinya ternyata seperti seorang flamboyan yang selalu menarik perhatian banyak wanita dan diperebutkan dengan terlalu terang-terangan.Pedih hati Raya kembali terasa, yang membuatnya memilih menyingkir alih-alih bertahan di tempat itu, di mana seorang Ida sedang mendesak suaminya untuk dinikahi.Kepergian Raya segera menarik perhatian Raihan, yang membuat pria itu langsung menyusul, mengabaikan dengan telak rengekan Ida yang dianggapnya sangat tidak penting.“Dik, kita harus bicara, tolong
Kali ini Raihan tak bisa menampik ajakan gurunya untuk berbicara secara intens selepas mereka menjalankan sholat isya berjamaah di mushola.Sementara Raya hanya bisa melepaskan kepergian sang suami bersama dengan sosok kharismatik itu, tanpa kuasa untuk mengikuti langkah mereka berdua.Raya memilih mengayunkan langkahnya untuk kembali ke rumah, dengan memendam semua rasa penasaran juga gemuruh di dalam dadanya yang sekarang sedang dipenuhi kegusaran.Setelah sampai di rumah Rizal, Raihan semakin memusatkan perhatian pada Kyai Hisyam yang sekarang mengajaknya berbicara di ruang tamu.Raihan sedikit tak bisa menyembunyikan keresahannya karena mendapati sosok gurunya yang kembali berkunjung di desa ini. Bila melihat gurat serius di wajah teduh itu, Raihan menjadi tak bisa menganggap enteng soal perjodohan yang sempat dia abaikan itu.“Aku rasa kamu sudah bisa menebak kedatanganku kali ini di desa ini lagi.”Kyai Hisyam memulai perbincangan dengan sorot mata yang terlihat begitu lugas.Ra
“Apakah aku salah kalau aku menikahi Hanum, Bu?”Pertanyaan itu langsung memancing aura kekagetan Siti. Wanita paruh baya itu langsung memandang lugas ke arah sang putra.“Apa itu memang harus dilakukan?”Siti balik bertanya.Raihan kemudian malah menjawabnya dengan sebuah kedikan ragu.Siti segera menarik nafas berat.Sementara di dalam kamar, Raya mulai dirajam gelisah. Ada kecewa yang kemudian menerpa yang segera menghadirkan kesedihan di dalam hatinya. Sepertinya pilihan itu memang harus diambil, dan cepat atau lambat dia harus menyaksikan suaminya bersanding dengan wanita lain, sesuatu yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.***Raya sudah bisa menerka tentang kedatangan seorang Hanum yang sekarang kembali berkunjung ke rumahnya bersama dengan seorang wanita paruh baya yang kemudian diperkenalkan sebagai ibunya.Perempuan bertubuh sedang itu memiliki penampilan yang nyaris sama dengan Hanum, memakai jubah dan hijab lebar yang menutupi tubuh.Tatapannya tampak menyergap lekat pa
{“Sekarang Papa berada di mana?”}{“Apa Papa sudah keluar dari penjara?”}Raya menjadi tak tahan untuk mencecar banyak pertanyaan. Dia menjadi sangat penasaran ditengah kegalauan yang sedang melanda hatinya saat ini.{“Apa Papa sekarang sudah bebas?”}Bukannya jawaban Raya malah mendengar derai gelak tawa dari seberang sana, meski kemudian juga hadir tangis haru yang begitu menggelisahkan.{“Papa sudah bebas sayang, Om Arif telah berhasil membuktikan jika Papa tidak bersalah. Papa hanya dijebak, sekarang Papa sudah mendapatkan semua milik Papa kembali.”}Raya kembali menjatuhkan tangis haru, mendengar jika papanya telah bebas bahkan mendapatkan semua yang sudah mereka miliki sebelumnya. Jelas Raya menjadi begitu bahagia. Namun nyatanya itu hanya untuk sesaat, ketika Raya mulai teringat dengan keadaannya yang sekarang, dengan segera senyum di wajahnya segera terlerai.Keadaannya tak lagi sama seperti sebelumnya, bahkan statusnya sekarang juga berubah. Dia bukan lagi seorang gadis seper
Raihan menatap istrinya dengan sangat lekat, dengan sebuah keyakinan yang terlihat dari sorot matanya. “Kenapa kamu tidak percaya padaku? Dik, percayalah aku tidak akan pernah menerima perjodohan itu.” Raihan berusaha untuk menularkan sebuah keyakinan pada istrinya yang sekarang terlihat meragu. “Apa kamu percaya padaku, Dik?” Pertanyaan Raihan yang tegas, perlahan mampu menepikan keraguan Raya. Untuk sesaat Raya termangu dan menundukkan wajahnya. Namun ketika Raihan mendekat dan meraih dagunya. Raya tak menolak bahkan ketika Raihan membawa wajahnya terangkat yang membuat tatapan mereka kemudian saling beradu. “Aku mencintaimu, Dik, sangat mencintaimu.” Setelah itu Raihan mulai mendekatkan wajahnya hingga kemudian dia mendaratkan sebuah ciuman lembut pada bibir istrinya. Raya menyambut dengan sepenuh perasaan, dengan hati yang kini tegas bisa merasakan tentang cinta suami yang sedemikian nyata untuknya. *** “Mbak Raya, aku jadi kelihatan ganteng ya di dalam video it
“Aku sama sekali tak merasa telah menjanjikan sesuatu sama kamu.”Raihan menegaskan kalimatnya karena lelaki itu merasa tak pernah menjanjikan apapun pada wanita berhijab lebar yang sedang duduk di sebuah batu besar, tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.“Memang secara tidak langsung tapi aku terlanjur menganggapnya sebagai sebuah janji.”Raihan mengernyitkan dahinya semakin tegas, sembari memberikan tatapan yang semakin tajam.Hanum membalas tatapan itu dengan tenang.“Aku sangat ingat ketika kamu mengungkapkan tentang semua harapan dan impian kamu padaku, kamu pernah berucap bahwa kamu tidak akan pernah melupakan siapapun yang sudah mendukungmu, yang mendampingimu selama kamu berproses untuk menempa diri agar kamu memiliki kekuatan untuk mengentaskan desa asal kamu dari kemiskinan dan ketertinggalan. Kamu selalu menegaskan jika kamu adalah sosok yang sangat tahu balas budi.”Hanum mengunggah kata-katanya dengan begitu terang.Raihan menjadi termangu mendengarkan.“Dulu kamu teru
Raya tertegun ketika bertemu kembali dengan sang papa. Sosok yang dulu diingatnya sebagai sosok tegap dan begitu sehat, sekarang Raya melihat sosok itu begitu ringkih yang segera menghunuskan kesedihan di dalam hatinya.“Papa ...!”Raya segera menghambur ke dalam pelukan pria paruh baya itu yang sekarang bahkan sedang merentangkan tangannya menunggu sang putri menghambur ke dalam dekapan.“Raya, sayang!” ungkap Andi Fajar menjadi mengharu biru. Dipeluknya dengan sangat erat putri kesayangannya yang sudah sangat dirindukannya itu.“Akhirnya kamu pulang, Nak, maafin papa ya, maafin papa.”Andi terus saja mempertahankan tubuh putrinya ke dalam dekapan.Sementara Raya hanya bisa menangi sesenggukan dengan dada yang terasa begitu sesak.Setelah puas mereka melepas kerinduan, barulah Andi melerai dekapannya demi bisa memindai lebih lekat wajah putri yang dia rindukan.Andi melihat perubahan penampilan sang putri yang menjadi lebih tertutup.Bahkan saat pulang kembali ke rumahnya Raya tetap
Raya terpengarah saat melihat notifikasi yang masuk semuanya berasal dari suaminya. Ada begitu banyak panggilan juga pesan-pesan chat yang hanya menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan dari sang suami.Raya segera merasa bersalah. Hati kecilnya tak bisa membenarkan, jika ia terus menerus mengabaikan sang suami.Bahkan terakhir Raya melihat notifikasi yang masuk ke dalam gawainya baru beberapa menit yang lalu. Sementara sekarang bahkan sudah nyaris jam 1 dini hari. Padahal untuk bisa mendapatkan sinyal di desa asal suaminya, mereka harus mendaki bukit di pinggiran desa.Raya segera menduga jika suaminya pasti bertahan di atas bukit itu demi bisa menghubungi dirinya.Mendapati semua yang sedang dilakukan suaminya saat ini demi dapat mengetahui kabar keberadaannya, membuat hati Raya langsung disergap rasa bersalah.Sekarang Raya bahkan tak bisa menahan laju air matanya. Dia merasa telah mengambil keputusan yang salah dengan meninggalkan suaminya begitu saja.“Mas, kenapa kamu nggak pulang