“Benar, ‘kan? Ini bukan langkah manusia,” ucap Tegar kepada Jhagad.
“Aku tahu, tapi tidak perlu membuat orang semakin takut bukan?” sindir Jhagad, membuat Tegar menoleh ke belakang.Melihat Rosie dan rombongan perempuan lainnya, ia pun merasa bersalah karena membuat mereka tegang begitu. “Sorry-sorry, kemungkinan itu suara langkah hewan. Jangan panik”“Heh. Langkahnya semakin mendekat, mengarah ke sini,” kata Jazlan sambil bersiap dengan tongkat pendaki yang ia bawa sejak tadi.“Jangan menyerang lebih dulu. Matikan saja headlampnya,” usul Tegar.“Ha? Serius?” sahut Sivi seolah tidak setuju dengan ide Tegar itu.“Serius. Ini ruangan tertutup, kalau itu hewan buas, kita sebaiknya tidak menyerang, tapi bersembunyi. Satu-satunya cara sembunyi ya cuma membuat gelap ruangan, agar hewan itu tidak melihat.”“Kalau itu hewan yang peka dengan bau manusia bagaimana?”“Iya juga.” Tegar jadi berpikir ulang.“Tenang, sepertinya, mereka tidak bisa melihat kita dalam kabut ini,” kata Awan, berdiri di samping Rosie.“Benar. Sebaiknya kita bergegas,” Jhagad yang di depan pun segera memberikan komando.Mereka terus berjalan, sambil melihat ke bayangan di kabut untuk jaga-jaga.Tapi, Mahluk Haus Darah itu tidak menyerang. Sepertinya benar, mereka aman di dalam lingkup kabut itu.Beberapa menit kemudian, sebuah cahaya lampu kuning terlihat.“Jogoboyo?!” sapa Jhagad.“Cepat ikuti aku,” ucap Jogoboyo sambil berjalan.Jhagad dan rekan-rekannya pun mengikuti ke mana Jogoboyo pergi.
Para perempuan tampak istirahat. Jazlan dan Tegar juga. Lumayan, masih tersisa beberapa jam sebelum mereka harus berlari nanti.Tinggallah Awan dan Jhagad saja yang masih terjaga. “Kau tidak tidur?” tanya Jhagad kepada Awan.“Bisa kita bicara di luar?” Awan justru bertanya balik.“Bicara apa?”“Tempat buang air,” ucap Awan dengan nada serius sambil melirik ke arah sahabatnya.Paham dengan maksud Awan, Jhagad mengiyakan. “Oh, ok.”Kepada yang lain mungkin Jhagad bisa pura-pura dan menyembunyikan semuanya. Tapi, kepada Awan lain cerita.Di saat orang-orang tidak curiga, hanya Aw
Bukan hanya Cantigi yang panik, Rosie, Tegar dan Jazlan juga. Kedua orang laki-laki itu tampak melongok ke jembatan yang sudah tergantung ke sisi jurang.Melihat Jhagad bergelantungan, Jazlan mau bergerak menolong. “Gad!?”“Biar aku saja, kau tunggu di sini,” cegah Tegar sambil sudah bergerak, menuruni jembatan itu.“Bertahan, Gad!” teriak Jazlan.Jhagad sendiri tampak sedang bergelantungan, tangannya berpegang ke tali jembatan terbawah sambil kakinya menendang-nendang Mahluk Haus Darah yang memegangi kakinya.“Bantu aku,” Awan tiba-tiba berteriak, membuat Jazlan menoleh.Ternyata, laki-laki itu sedang memegangi tali jembatan yang masih terikat di pohon.Beruntungnya, kebakarannya tidak sampai melahap tanaman di sekitar jembatan gantung itu.“Talinya sudah menipis sekali,” kata Jazlan seketika melihat kondisi talinya.Sementara itu, Tegar tampak sudah akan sampai di posisi Jhagad.“Hati-hati!” teriak Cantigi, Rosie menatap harap-harap cemas.“Naik, buat apa kau turun?!” ucap Jhagad ke
Menjejakkan kaki dan terjebak di kawasan Hutan Terlarang, sungguh tidak pernah terbayangkan sedikit pun oleh mereka sebelumnya. Bahkan, Lima Serangkai yang dulunya selalu bersama di mana pun berada, sekarang bisa terpisah-pisah begitu saja.Sementara empat sahabatnya juga terpencar, saling mencari dan saling ingin menyelamatkan. Jazlan yang cenderung penakut bahkan harus seorang diri berpetualang, masuk lebih dalam, jauh ke area terdalam Hutan Terlarang.Siang itu, Jazlan tersesat hingga sampai di area Padang Rumput luas bersama dengan banyak pendaki lainnya. Walaupun masih terhitung terang, tapi suasananya saat itu lebih ke arah mencekam.SREEK.. SREEK… SREEK!Suara gesekan rumput terdengar, dari arah yang tidak terlihat ada pendaki sama sekali. Jazlan dan para pendaki lain pun terhentak, menghentikan langkah.“HEI! SIAPA DI SANA? TOLONG JANGAN BERCANDA!” teri
Dalam hitungan detik, Awan sudah tergeletak di tanah dengan posisi kedua tangan menutupi bagian wajah. Berusaha melindungi bagian-bagian sensitif seperti mata dan kepalanya agar tidak mengalami cedera.Cantigi yang juga terperanjat melihat mahluk itu melompat, menyambar ke arah Awan pun tidak berpikir panjang segera melangkah dengan tergesa-gesa, berniat menolong Awan. Sialnya, lumut-lumut membuat pijakannya begitu licin, ia pun gagal mempertahankan keseimbangan tubuhnya. Ketika tubuh Cantigi siap terjatuh ke belakang, tiba-tiba saja muncul seseorang dari belakang.“Kau tidak apa-apa?” tanya seorang laki-laki sambil menarik tangan Cantigi tepat waktu sebelum benar-benar terjatuh.“Eh, tidak apa-apa, terima kasih!” jawab Cantigi singkat, lantas melihat ke arah Awan.Awan ternyata sudah berdiri sambil menggendong mahluk berbulu belang itu. Ternyata, mahluk itu hanyalah seekor ke
Di bawah pohon dengan daun yang cukup lebat, sesosok wanita yang sepertinya tidak asing terlihat duduk sambil manikmati indahnya danau dengan air terjun kecil tepat di sebelahnya. Di antara rinai pepohonan dalam hutan, sangat tentram dengan hanya gemarcik air yang mengisi heningnya suasana.Cantigi pelan tetapi pasti melangkah mendekati sosok wanita itu. Hawa dingin khas dataran tinggi mulai memeluk erat tubuhnya. Semakin dekat jarak dengan sosok wanita itu, tubuh Cantigi semakin bergetar karena dinginnya. Keraguan mulai muncul ketika Cantigi dan sosok wanita itu hanya berjarak tujuh langkah saja. Cantigi baru sadar ada serigala yang mencoba mendekati sosok wanita itu juga.“HEI! AWAS!!!”Cantigi berusaha memperingatkan sosok wanita itu. Namun, Cantigi tidak dapat bersuara. Sekeras apapun Cantigi berteriak, tetap
Pagi menjelang, pukul delapan rombongan Jhagad sudah bersiap untuk turun. Tegar terlihat juga telah siap untuk turun. Entah disengaja atau tidak mereka pun turun bersama-sama menuju Pos Tiga. Selama perjalanan turun, tidak ada halangan yang berarti kali ini.Sampai di dekat persimpangan Hutan Terlarang, tiba-tiba saja suasana menjadi sangat ramai. Banyak pendaki berhamburan dari arah Pos Tiga menuju ke Pos Empat.“LARI… KEBAKARAN!!!,” teriak para pendaki sambil berlarian.“Bang, ada apa?” tanya Jhagad pada salah satu pendaki yang berhasil dicegatnya.“Kebakaran Bang, Pos Tiga sudah mulai terbakar,” jawab pendaki itu singkat lalu melanjutkan langkahnya berlari.Api yang melahap pohon-pohon di arah Pos Tiga pun mulai terlihat dari perbatasan Hutan Terlarang. Para pendaki banyak yang berlari menuju ke arah satu-satunya jembatan gantun
Setelah mendapat kabar dari orang rumah, Kakak Rosie langsung menuju ke basecamp Gunung Argon saat itu juga. Hal serupa juga dilakukan oleh para keluarga pendaki yang masih terjebak di Gunung Argon saat itu.Akibatnya, basecamp Gunung Argon pun dipenuhi oleh keluarga para pendaki yang masih terjebak kebakaran. Tidak sedikit ibu yang menangis histeris mengkhawatirkan keadaan putra putrinya. Pihak basecamp pun masih berusaha menenangkan keluarga para pendaki. Mereka pun menyiapkan tempat yang layak untuk menjadi tempat istirahat sementara keluarga pendaki.Seorang laki-laki muda dengan perawakan tinggi tegap turun dari mobil dan langsung mendekati petugas informasi basecamp.“Pak, saya kakak dari Rosie Hanan. Boleh saya tahu informasi terakhir terkait kondisi adik saya?” tanya laki-laki itu.“Rosie Hanan ya, sebentar. Iya benar, Rosie Hanan naik ber