Home / Lainnya / MEREKA MEMANGGILKU ANAK HARAM / MENYOBEK FOTO KELUARGA part 7

Share

MENYOBEK FOTO KELUARGA part 7

last update Huling Na-update: 2023-03-23 11:41:39

"Jangan berlebihan, Mas. Hanya sesekali Ara membantu membiaya kuliah Laras!"

"Itu juga namanya membantu Rasti! Kenapa hatimu sekeras ini pada darah dagingmu sendiri? Nggak habis pikir aku, buang rasa benci itu di dalam hatimu!" bentak Ayah.

"Ayah ... Ara mohon izinin Ara untuk ngekos saja. Insya Allah aku bakalan baik-baik saja, Yah. Aku bakalan setiap hari mengabari Ayah," ujarku memohon.

Ayah mengembuskan napas beratnya dan memandangku sendu. Diusapnya pelan pucuk kepala ini.

"Ara mohon," lirihku lagi.

"Janji bakalan ngasih kabar Ayah setiap hari?" ucapnya.

"Iya, aku janji."

Aku menautkan jari kelingkingku pada jari kelingking Ayah dan membuat janji padanya--akan selalu memberikan kabarku padanya setiap hari agar Ayah tak cemas.

"Ayah izinkan, semoga keputusan ini bisa membuatmu merasa bahagia, Nak."

"Terima kasih Ayah. Mungkin malam ini aku akan menginap di salah satu rumah temanku."

"Selalu saja menyusahkan orang lain!" ketus Mbak Laras.

"Memang seperti itu kelakuannya. Membawa orang lain dalam kesusahan!" timpal Ibu.

Meskipun perkataan mereka selalu menghunus jantungku. Tapi kali ini aku mencoba untuk tak menanggapinya. Kuanggap perkataan mereka seperti embusan angin yang sekadar lewat saja.

Merasa ucapannya tak ditanggapi olehku dan Ayah, Ibu dan Mbak Laras pun pergi meninggalkan kamarku dengan rasa kesal sekaligus mungkin bertambah benci padaku.

"Kamu mau bermalam di rumah dua sahabatmu itu, Nak?" tanya Ayah lagi.

"Iya, Yah."

Aku mencoba untuk menghubungi Risma dan Nina melalui panggilan video call secara bersamaan. Tak butuh waktu lama, mereka segera mengangkat teleponnya.

'Assalamualaikum,' ucapku memberi salam.

'Waalaikumsalam. Kenapa, Ra? Kenapa kelihatan sedih kaya gitu, ada masalah lagi di rumah?' tanya mereka.

Ayah langsung mengambil alih teleponnya dan berbicara pada mereka dengan penuh kehati-hatian.

'Eh, Om. Assalamualaikum, Om.'

'Waalaikumsalam, Risma, Nina. Bagaimana kabar kalian?'

'Alhamdulillah baik, Om. Zahranya kenapa ya, Om?' tanya Risma to the point.

Ayah langsung meminta izin kepada mereka untuk memperbolehkan aku menginap di salah satu rumahnya untuk semalam saja. Ayah juga yang menceritakan soal persoalan yang terjadi saat ini.

'Aiissh, jahat banget si Tante sih, Om!' ceplos Nina.

'Heh, ngomongnya!' ujar Risma.

'Oiya, maaf, ya, Om. Emosi soalnya.'

Ayah mengangguk mengerti melihat respon dari teman-temanku itu. Lalu Risma dan Nina pun berkata akan segera menjemputku di sini.

Ayah sangat mengucapkan terima kasih karena Risma dan Nina sudah menjadi sahabat baik bagi putrinya saat ini.

Telepon pun terputus karena mereka berdua bersiap-siap untuk menjemputku.

Lagi-lagi Ayah mengembuskan napas beratnya. Ia mendongakkan wajahnya agar air matanya tak luruh di depanku.

"Jaga diri baik-baik jika ngekos. Selalu kabari Ayah dalam hal apapun itu agar ayahmu ini tenang dan tak cemas pikirannya!" tegas Ayah.

"Iya Ayah."

"Ayah tunggu di teras ya. Kamu bersiap-siaplah."

Ayah bangkit dari duduknya dan gegas berjalan keluar dari kamarku. Kulihat punggung Ayah yang menjauh, sepertinya ia menyeka air matanya sekarang.

Kutatap diriku dalam bayangan cermin. Tersenyum getir mentertawakan diriku sendiri yang sangat dibenci Ibu. Terselip rasa kecewa atas segala perlakuannya padaku. Tapi biarpun begitu ia tetaplah ibuku, ibu yang melahirkan aku.

Huh, kutarik napas dalam-dalam lalu menyeka air mata yang menetes. Tersenyum untuk menyemangati diri sendiri.

"Love your self, Ra," gumamku.

Buru-buru aku merapikan diri karena sebentar lagi Risma dan Nina akan sampai. Aku juga membereskan barang-barang untuk kubawa nanti ke kosan.

Setelah selesai membereskan semua barang-barangku, bertepatan dengan itu Risma dan Nina pun telah sampai.

Mereka langsung masuk ke dalam bersama dengan Ayah. Ayah dan mereka berdua membantuku untuk membawa barang-barang dan dimasukkan ke dalam bagasi mobil.

"Yok, otw kita," ujar Risma.

"Om titip Zahra, ya, ke kalian. Tolong kalau ada apa-apa cepat kabari, Om."

"Iya, Om, tenang saja. Zahra aman dalam pengawasan kami berdua," ucap Nina.

"Iya, Om, tenang saja," sahut Risma.

Ibu dan Mbak Laras keluar dari dalam kamar Mbak Laras. Mereka menatap sinis kepada kami, lalu mendekat dengan wajah penuh kebencian.

"Maklumin saja, si Zahra orangnya memang suka bikin susah orang lain!" ujar Mbak Laras.

"Alhamdulillah selama kami bertiga bersahabat, nggak ada yang merasa dibebani dan terbebani satu sama lain. Begitulah gunanya sahabat, selalu ada di setiap suka dan dukanya, Mbak!" sahut Risma.

"Alaaah, belum sadar saja kalian kalau si Zahra memang menyusahkan dan bikin sial!' timpal Ibu.

"Mending kalian berdua masuk ke dalam kamar sekarang! Sebelum kesabaranku benar-benar habis!" tegas Ayah dengan sorot mata tajamnya.

Mbak Laras berjalan ke arah pigura foto yang di pajang di atas dinding ruang tamu. Lalu mengambil foto bersama kami saat momen Idul Fitri tahun lalu yang dipasang oleh Ayah.

Ia mulai melepas foto itu dari bingkainya dan mulai menyobek foto wajahku dengan wajah penuh kekesalan.

"Mbakmu kesambet setan, Ra!" ujar Risma.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MEREKA MEMANGGILKU ANAK HARAM   Masa lalu 2 part 20

    Mata Rasti mengembun, ia sadar jika Zahra tak bersalah. Namun saat melihat wajah Zahra rasa traumanya kembali munculDi mana saat itu ia kembali bertemu dengan mantan kekasihnya dahulu yang bernama Rusli. Hubungan keduanya kandas karena adanya orang ketiga, Rusli dikabarkan menjalin cinta dengan wanita lain karena perjodohan orang tuanya."Bagaimana kabarmu, sudah lama semenjak kamu menikah kita tidak pernah bertemu lagi?" tanya Rusli yang bertemu dengan Rasti di taman sedang mengajak main Laras."Baik," sahut Rasti singkat.Dulu memang ia begitu mencintai Rusli, cuma karena orang tuanya Rusli tak setuju dengan hubungan mereka. Rusli pun dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya.Rasti yang sadar hubungannya ditentang pun memilih mundur. Apalagi ia kerap kali dihina karena tak selevel dengan Rusli dan keluarganya."Ini anakmu bersama Firman?" tanya Rusli menjawil pipi gembil Laras."Ya, ini anak kami. Bagaimana denganmu, apakah sudah memiliki anak?""Belum." Rusli menggelengkan ke

  • MEREKA MEMANGGILKU ANAK HARAM   Masa lalu Part 19

    POV Author "Ayah." Suaranya bergetar menahan tangis ketika menatap ayahnya yang terbaring lemas. Ayahnya menoleh pelan dan menatap sendu ke arah Zahra, buliran bening nampak luruh dari pelupuk matanya saat anak kesayangannya datang. "Nak," panggilnya pelan dengan wajah pucat. Zahra langsung masuk dan berhambur ke dalam pelukan sang Ayah. Air matanya berderai, bahunya bergunjang hebat mengetahui bahwa ayahnya terbaring sakit. "Maafin Ara, maaf Ara nggak balas pesan-pesan Ayah." Masih dalam dekapan sang Ayah dengan tangis yang semakin kencang. "Nggak apa-apa, Ayah mengerti bagaimana perasaanmu, Nak. Jangan menyalahkan diri sendiri, sedang perasaanmu saja terluka." "Ara durhaka sama Ayah." Tangisnya semakin kencang. "Jangan bicara seperti itu, Nak. Ara anak yang sangat baik, tolong jangan menjauhi Ayah lagi setelah ini. Ayah tetaplah ayahmu, Ra. Rasa sayang Ayah tak pernah pudar selama ini untukmu." Mereka berdua sama-sama menangis, kondisi Firman membuat hati Zahra meri

  • MEREKA MEMANGGILKU ANAK HARAM   BERTEMU AYAH part 18

    "Bukan, cuma teman saja kok," kataku tersenyum."Oh, kirain pacarnya Mas Dayyan," ucapnya lagi."Lebih tepatnya baru calon," sahut Dayyan.Aku menyenggol lengannya dan menatapnya kesal. Lalu pamit masuk ke dalam kepada orang-orang yang sedang ngerumpi."Assalamualaikum!""Waalaikumsalam, duh ... pucat amat mukamu, Ra." Risma dan Nina beranjak dari kasur.Tok! Tok!"Siapa ya?" tanya Risma."Waaah, tukang pentol. Ngapain, Bang? Si Zahra mesan pentol kah?" tanya Risma."Bukan, ini tadi makanan punya temanmu ketinggalan di motorku."Lho, lho, apa-apaan dia tuh. Perasaan semua itu dia yang beli kenapa semuanya jadi punyaku."Tadi 'kan itu kamu yang beli semuanya.""Sengaja aku beli ini semua untuk kamu, mau taruh di mana?" tanyanya dengan wajah datar.Risma dan Nina saling bersitatap dan saling menyenggol lengan. Kadang mereka berbisik, mungkin sedang membicarakanku dan Dayyan.Oh, ya, aku baru teringat sesuatu. Bukankah waktu itu ada bapak-bapak langganan pentolnya, lalu memanggil nama Da

  • MEREKA MEMANGGILKU ANAK HARAM   OH, TERNYATA? part 17

    "Kenapa ada di sini?" tanyaku yang masih kaget akan kehadirannya."Kebetulan saja lewat di sini dan aku melihatmu," sahutnya dengan santai."Oh." Aku menjawab singkat."Ayo, naik!" Suara barintonnya mengintruksi lagi."Naik ke mana?""Motor lah, ke mana lagi? Cepat, wajahmu terlihat pucat!" tegasnya.Dih, tukang pentol berubah haluan jadi tukang cilung ini kenapa sikapnya seperti ini padaku."Maaf, Bang. Aku saja nggak kenal kamu, tau namamu saja belum. Lalu tiba-tiba selalu muncul seperti jelangkung!" imbuhku.Lelaki yang belum aku ketahui namanya itu lantas turun dari motornya dan berdiri di sampingku. Lalu sebelah tangannya terulur dan memegang keningku seperti dokter yang tengah memeriksa seorang pasiennya."Demam," katanya."Jadi namanya Demam?" tanyaku mengernyitkan kening."Badanmu demam!" ujarnya dengan wajah tanpa ekspresi."Terus namamu siapa? Kenapa selalu kebetulan sekali setiap kita bertemu?" tegasku."Dayyan." Ia meraih tanganku untuk bersalaman."Oh, aku Zahra." Aku kem

  • MEREKA MEMANGGILKU ANAK HARAM   KEBETULAN LAGI? part 16

    "Kamu ngomong sama siapa sih, Ra?" tanya Risma.Kemudian Risma dan Nina menoleh ke belakang, dan mereka berdua terkejut dengan kehadiran tukang pentol yang berubah jadi tukang cilung ini yang sekarang bersejajar jalan di sampingku."Lah, ketemu lagi kita, Bang?" tegur Nina.Dengan wajah datarnya lelaki itu berjalan lebih cepat mendahului kami. Dih, tadi saja ikutan jalan di sampingku."Eh, kok, ketemu mulu ya. Itu dia pakai baju rumahan, apa rumahnya di sekitar sini?" tanya Risma.Aku mengendikkan bahu tanda tidak tahu. Mungkin iya, mungkin juga tidak dan hanya kebetulan saja bertemu lagi. Kebetulan tapi kok sering banget ya. Aneh."Jadi mau makan apa nih kita?" tanya Risma."Tuh di sana kayanya ada nasi goreng. Aku mau nasi goreng saja deh. Pakai telur dua, yang satu di orak arik, yang satunya di dadar," imbuhku."Oke, kita beli nasi goreng saja. Nah, itu juga ada tukang gorengan tuh. Duh, mudah-mudahan masih ada singkong goreng sama cireng," ujar Nina semangat.Gegas kami berjalan me

  • MEREKA MEMANGGILKU ANAK HARAM   BERTEMU LAGI part 15

    Setelah tadi dikirimkan lokasi kosan ku kini Nina sudah sampai di sini. Ia juga terlihat suka dengan kosan pilihanku."Jadi kamu mau pindah sekarang, Ra?" tanya Nina."Iya, habis ini aku sama yang lain mau ke rumah Risma buat ambil semua barangku dan berpamitan kepada orang tuanya Risma," ujarku."Aku ikut, aku juga mau menginap di sini, boleh kan?" tanyanya."Ya bolehlah, aku malah senang ditemanin."Kini kami menikmati makan siang yang sudah kesorean setelah selesai salat Asar terlebih dahulu.Nina juga membawakan makanan dan cemilan untukku. Lumayanlah untuk mengisi kulkas, hehehe."Berangkat sekarang?" tanya Mas Arif menoleh ke arahku."Boleh, biar beresnya nggak kemalaman nanti," kataku.Selesai menghabiskan makanan gegas kami bersiap untuk ke rumah Risma untuk mengambil barang-barangku.****"Tante, Om, aku izin pamit ya. Terima kasih sudah dikasih izin menumpang di sini beberapa hari, maaf kalau Ara merepotkan." Kucium takzim punggung tangan mereka bergantian."Sama-sama, Ara.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status