Share

Sampel Gratis

Author: El Baarish
last update Last Updated: 2025-06-07 11:59:40

Seleb 6

.

"Maaaak, apa ini apa ini?" Mata Adel membeliak saat menerima sebuah paket dari kang kurir.

"Lah mana kutau, itu punya kau!" kata Ibu.

"Beneran? Cubit aku, Mak. Cubit aku," kata Adel pada Ibu yang kini berada di sampingnya.

Sudah tak heran lagi kalau di rumah ini sering diisi dengan teriakan Adel, katanya live memang harus seru dan gokil biar gak pada pindah lapak.

Kadang aku merasa dia terlalu heboh dengan teriak-teriak. Kadang emang udah kayak itu tuh, neriakin monyet yang lagi nyolong mangga tetangga.

Apa harus serame itu untuk live? Entahlah.

Aku pernah juga ngepoin livenya, yang nonton cuma sekitar lima puluhan. Entah mereka co semua atau tidak. Belum berani kutanyakan ke Adel.

Ibu pun mencubit pipi Adel atas perintahnya, ia pun meringis kesakitan.

"Maaaak sakit, pen nangis."

"Ya nangis aja lah kau. Suruh nyubit sendiri, habis tu bilang sakit sendiri. Lama-lama kau makin sarap kau gini, Nak." Ibu mendumel panjang lebar, lalu ia kembali ke tempat jualan es tebu.

"Gak mimpi ternyata," ucap Adel kini lebih ke jumawa sih.

Ia melihat-lihat paket yang kini berada di tangannya.

"Apaan itu, Adel?" tanyaku kepo.

Ya, disadari atau tidak, umumnya perempuan memang sifatnya kepo.

"Sampel gratis pertama lah," Adel mengibaskan jilbabnya dengan pongah.

Mataku berbinar, lagi-lagi kepo apa isinya.

"Bukalah, mau liat aku apa isinya." 

"Ogah!" kata Adel masih dengan soknya.

Dih, aku diam. Namun, masih sempat membaca tulisan si pengirim yang tertera di kertas resi. Aku hanya mengangguk, dan mengamati wajah Adel. Senangnya bukan main.

Adela meletakkan paketnya di atas meja di teras. Kemudian ia masuk ke dalam, tapi beberapa detik kemudian ia balik.

"Awas aja ya kalau dibuka," katanya memperingatkanku.

Aku hanya mengangguk dan melihat saja. Mana berani aku menyentuh barang-barangnya.

Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa ponsel, tripod dan mic nirkabel yang biasa ia pakai. Sepertinya dia mau review atau bikin konten.

Mau lihat ah!

"Sana sana! Ganggu aja kau!" Adel mengusirku dari hadapannya.

Dengan wajah yang menekuk, aku pun pergi dari hadapannya.

Kemudian, lewat jendela aku mengintip Adel. Bagaimana cara ia mereview produk sampel yang telah diberikan untuknya.

Entah berapa konten yang ia buat, mulai dari unboxing, review produk, hingga review bahan-bahan yang terkandung dalam produk.

Sampel gratisnya adalah satu set produk skincare, dari tampilannya sih mewah.

Beberapa tetangga lewat dan malah memperhatikannya, bahkan ada anak-anak yang nonton. Adel malah terlihat senang dan makin keras suaranya. Entahlah, apa mungkin pamer ke tetangga bahwa ia baru saja dikirim sampel gratis.

Pamer seleb euy!

Ayo, Del. Ke tetangga yang kemarin julid sama Ibu aja ya, yang lain jangan, dosa!

Batinku dalam hati.

"Yang mau samaan, cek keranjang kuning ya."

Karena mendengar Adel, aku langsung cek Tiktok dengan akun kloninganku. Eh, lupa, kan baru dibuat kontennya, belum di-posting. Mungkin harus edit sana sini dulu.

Adel selesai. Aku kembali menghampirinya. Dia lagi beres-beres tripod dan lainnya. Aku malah mendekat pada skincare yang sepertinya sangat dibanggakan Adel.

"Eh eh, ngapain tuh?" tanya Adel yang melihat kedatanganku.

"Pengen kakak cobain, boleh?" tanyaku.

Sepertinya ini skincare mahal. Boxnya cantik, dan potnya juga mewah campuran pink soft dan gold.

Ada facial wash, toner, masker, serum, day cream, night cream, dan sunscreen. 

"Enak aja kau minta minta," sergahnya mencegah tanganku untuk menyentuh produk mahal itu.

"Kau pikir berapa ini harganya?" sungut Adel.

Aku menggeleng.

"Tiga ratus lima puluh ribu satu set, kau ingat itu jumlahnya!" katanya.

Aku hanya bisa menelan ludah.

"Beli. Jangan minta-minta,"

"Eh, pengangguran mana sanggup beli ya!" ledeknya.

"Tapi kan, kau juga gak beli. Gratis ini, kan?" tanyaku agak sinis.

"Kelas kita beda bos!" jawabnya dengan pongah.

"Kalau mau, ya kerja kek aku. Jangan cuma nganggur."

Wih, aku sampe memejamkan mata, pedih kata-kata Adel sampe nusuk mata rasanya.

Mungkin Adel sesekali perlu kuajak masuk kamarku dan memperlihatkan skincareku di sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Bab 7

    Seleb 7."Ma, Adek mau es krim lah," rengek Naufal, bocah kelas satu SD itu pada ibunya. Naufal anak pertama Mayra, masih sendirian, belum nambah adek dia.Hari ini Mayra, adik pertama dari Bang Fahri berkunjung ke rumah. Ini kali kedua aku melihat wajahnya setelah waktu itu datang ke acara akad."Halah, gak usah lah. Kau lagi pilek itu," tolak Mayra.Di desa ini masih ada yang jualan es krim keliling. Sebab itu, Naufal merengek karena ada anak tetangga yang beli. Jadi, gerobak es krim khas kampung itu berhenti di dekat rumah."Gak lah, Ma. Udah sembuh Adek," bantah anak itu, tetap kekeuh pengen es krim."Sana minta sama nenek! Mama gak ada pula duit pecah," kata Mayra.Aku bahkan geleng kepala melihat Mayra. Bisa-bisanya ia pelit gitu ke anak. Palingan harga es krim cuma dua ribuan untuk anak-anak, atau lima ribu kalau pake roti.Bukannya dibeliin, malah disuruh minta sama Ibu yang sedang jualan es tebu.Aku masuk kamar dan mengambil uang lima belas ribu. Kemudian memberikannya untu

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Pelit

    Seleb 7."Ma, Adek mau es krim lah," rengek Naufal, bocah kelas satu SD itu pada ibunya. Naufal anak pertama Mayra, masih sendirian, belum nambah adek dia.Hari ini Mayra, adik pertama dari Bang Fahri berkunjung ke rumah. Ini kali kedua aku melihat wajahnya setelah waktu itu datang ke acara akad."Halah, gak usah lah. Kau lagi pilek itu," tolak Mayra.Di desa ini masih ada yang jualan es krim keliling. Sebab itu, Naufal merengek karena ada anak tetangga yang beli. Jadi, gerobak es krim khas kampung itu berhenti di dekat rumah."Gak lah, Ma. Udah sembuh Adek," bantah anak itu, tetap kekeuh pengen es krim."Sana minta sama nenek! Mama gak ada pula duit pecah," kata Mayra.Aku bahkan geleng kepala melihat Mayra. Bisa-bisanya ia pelit gitu ke anak. Palingan harga es krim cuma dua ribuan untuk anak-anak, atau lima ribu kalau pake roti.Bukannya dibeliin, malah disuruh minta sama Ibu yang sedang jualan es tebu.Aku masuk kamar dan mengambil uang lima belas ribu. Kemudian memberikannya untu

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Sampel Gratis

    Seleb 6."Maaaak, apa ini apa ini?" Mata Adel membeliak saat menerima sebuah paket dari kang kurir."Lah mana kutau, itu punya kau!" kata Ibu."Beneran? Cubit aku, Mak. Cubit aku," kata Adel pada Ibu yang kini berada di sampingnya.Sudah tak heran lagi kalau di rumah ini sering diisi dengan teriakan Adel, katanya live memang harus seru dan gokil biar gak pada pindah lapak.Kadang aku merasa dia terlalu heboh dengan teriak-teriak. Kadang emang udah kayak itu tuh, neriakin monyet yang lagi nyolong mangga tetangga.Apa harus serame itu untuk live? Entahlah.Aku pernah juga ngepoin livenya, yang nonton cuma sekitar lima puluhan. Entah mereka co semua atau tidak. Belum berani kutanyakan ke Adel.Ibu pun mencubit pipi Adel atas perintahnya, ia pun meringis kesakitan."Maaaak sakit, pen nangis.""Ya nangis aja lah kau. Suruh nyubit sendiri, habis tu bilang sakit sendiri. Lama-lama kau makin sarap kau gini, Nak." Ibu mendumel panjang lebar, lalu ia kembali ke tempat jualan es tebu."Gak mimp

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Ala-ala India

    Seleb 5.Minggu sore kulihat Ozan kembali duduk di gazebo belakang rumah. Itu anak-anak benar-benar adem banget jiwanya. Dia mengalah lagi dari Adel.Bang Fahri beberapa hari ini masih menghabiskan waktu di sawah. Suamiku memang tipe orang yang gak bisa duduk diam rumah, harus gerak biar berkeringat.Ibu pun seperti itu kulihat. "Bang, kenapa Mamak masih kerja? Kasian kali lah Adek tengok. Bisa gak Mamak gak usah kerja lagi?" kataku pada Bang Fahri saat kami akan tidur malam hari."Mamak tuh gak bisa kalau gak kerja. Bisa sakit badannya, Dek!""Lah, kok gitu?""Ya gitu, karena memang udah dari dulu Mamak jualan es tebu. Langganan pun udah banyak, katanya kalau beli di tempat lain banyakan campur air atau pemanis buatan biar makin banyak untung."Bang Fahri menjelaskan. Katanya, Ibu jualan es tebu sejak setelah Bapak meninggal.Dulu Bapak kerja di pabrik, nanam sayur, bajak sawah, apapun ia kerjakan. Ia sempat beli lahan dan membangun rumah ini dari hasil kerjanya. Namun, takdir mere

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Cuma Ozan

    Seleb 4.Aku baru keluar dari kamar setelah mandi pagi. Namun, kulihat Ozan membuat beberapa gerakan dan berbisik pada Adel yang sedang live. Terlihat Adel hanya melihat sekilas, tanpa peduli.Ozan tak mau suaranya malah terekam live Adel, sebab itu ia hanya mengisyaratkan dengan gerakannya dan menunjukkan pada kakaknya itu.Ia malah asik dengan live jualannya."Harganya cuma 60 ribuan, buaruan di co ya. Kapan lagi dapat harga murah, gais, khusus di room live aku ya. Setelah live, harga balik ke normal."Adel malah masih terus mempromosikan barang-barang yang dijualnya melalui live. Entahlah dengan Adel, entah berapa pendapatannya sehari dari live itu hingga ia mengabaikan Ozan yang mau ngomong sama dia.Ozan pasrah, terlihat ia yang menghembuskan napas lelah."Kenapa, Zan?" tanyaku.Hari ini Sabtu, Ozan libur kuliah. Bang Fahri juga libur kerja, tapi ia tak di rumah. Bang Fahri ke sawah, karena ingin membersihkan rumput liar di sawah agar tak mengganggu padi yang sedang hijau."Ribu

  • MERTUA BAIK, IPAR NYELEKIT!   Kaget

    Seleb 3."Lewat sini, Bang!" kataku pada seorang lelaki yang mengantarkan mesin cuci ke rumah Ibu mertua.Sore ini aku mengajak Ibu untuk membelikan mesin cuci di sebual toko elektronik. Jujur saja, aku kasihan melihat Ibu yang nyucinya masih pakai tangan. Udah tua, banyak kerjaan, kasian. Bahkan baju Adelia dan suaminya pun ikut dicuci. Itu yang membuat hatiku semakin miris."Cuci sendiri, Adel. Kau itu sudah besar, harus mandiri!""Ozan aja nyuci sendiri bajunya, lah kau!""Ya, aku lagi sibuk, Mak. Aku mau live ini, nyari duit!" kata Adelia.Memang Ibu selalu mengomel jika Adel memasukkan pakaian kotornya dan suami ke dalam keranjang saat Ibu akan mencuci. Aku menggelengkan kepala saat melihat tingkahnya. Ada ya anak udah sebesar itu, tapi masih merepotkan orangtua.Beberapa hari aku tinggal di sini, aku memang cuci baju sendiri, baju milik suami juga. Namun, sejujurnya aku tak sanggup jika harus mencuci pakai tangan, lelah.Pekerjaan Ibu jadi bertambah banyak, dan semua gara-gara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status