Seleb 27."Selamat ya, Bu Bos. Aku doakan semoga pernikahannya sakinah mawadah warahmah," kata Sonia sambil salim dan memelukku.Gadis itu pun menangis di pelukanku entah sebab apa. Mungkin kembali teringat olehnya saat ia pulang dari luar negeri, karena ibunya sakit, saat itu ia sedang kesusahan mencari pekerjaan di Jakarta. Lalu, aku dan Sonia bertemu, dan menawarkam pekerjaan untuknya."Jangan nangis, kita lagi bahagia," kataku sambil puk puk bahunya."Yah, kan nangis bukan hanya tentang sedih, Bu Bos. Ini air mata bahagia."Aku mengangguk, lalu menangkupkan telapak tangan di wajahnya. Diantara semua karyawan yang paling dekat, Sonia lah yang paling lebih dekat denganku. Kemudian ia juga memberi ucapan selamat untuk Bang Fahri seraya menangkupkan dua tangan di dada."Bang, doain aku cepat nyusul ya," katanya."Nyusul ke mana?" tanya Bang Fahri dengan nada becanda."Nikah lah, Bang.""Owh, sama adekku aja, mau nggak?" tanya Bang Fahri."Boleh juga, Bang," ucap Sonia sambil tertawa
Seleb 26."Duduk dulu, Kak. Ada banyak yang pengen kutanyakan!" seru Adel.Aku dan Bang Fahri baru saja turun dari mobil, dijemput Ozan tadi di Bandara. Sempat bingung kenapa Ozan yang jemput, emangnya bisa nyetir?"Ozan hampir serba bisa anaknya, cuma gak dinampakkan aja," kata suamiku.Ah, aku baru tahu. Kemarin-kemarin ngakunya gak bisa nyetir tuh anak.Tepat seminggu kami di Jakarta - Bali, lalu akhirnya kembali ke Medan.Namun, saat aku pulang, Adel langsung menarik tanganku dan menyuruhku duduk.Aku tersenyum geli melihatnya, pasti ia sudah melihat konten terbaru di Tiktokku. Postingan tentang undangan di kantor Tiktok waktu itu."Kenapa pula kau, Adel. Dari pagi kau ke sini rupanya nunggu kakak kau pulang?" tanya Ibu yang baru mengerti maksud kedatangan Adel ke kontrakan kami."Udah … udah, kau biarkan Sela istirahat dulu. Capek kali dia itu." Ibu menarik tangaku agar dilepas Adel. Ia menyuruhku istirahat."Assalamualaikum …." Dari luar terdengar suara orang memberi salam.Itu
Seleb 25.Kami sudah tiga hari di Jakarta. Bang Fahri kukenalkan dengan banyak orang di sini, terutama yang di rumah, karyawan dan adminku.Agenda ke Jakarta kali ini untuk memenuhi undangan dari CEO Tiktok, Mr Shou Zi Chew. Lelaki bertubuh tinggi, kulit putih dan khas mata sipit, ia berasal dari China. Tidak dipungkiri peran aplikasi logo hitam itu di Indonesia saat ini sangat membantu perekonomian, khususnya bagi seller atau affiliator yang bisa mendapatkan penghasilan lebih dari live. Plus minus sebenarnya, karena sejak adanya e-commerce itu, banyak yang mengeluh jualan di pasar jadi sepi. Menurutku ini hanya tentang persaingan sih. Di zaman era digital ini, hampir semua bidang memang dituntut untuk kerja pakai otak, dan jualan dengan cara soft selling.Kemarin, aku diajak untuk bertemu CEO Tiktok dan timnya untuk membahas tentang tips marketing, dan cara agar penjualan bisa lebih naik lagi penghasilannya. Dikasih target juga sama mereka untuk penjualan ke depan harus dapat lebih
Seleb 24.Hidup kami kembali dijalani dengan normal, yang lalu biarlah berlalu. Kini Adel pun sudah pindah ke rumah mertua dengan terpaksa. Kalau pun mau ngontrak rumah lain sayang juga rumah mertuanya, masih bagus kulihat. Memang sederhana, tapi rapi.Kemarin aku dan suami yang mengantar Adel dan suaminya pindah. Sekalian silaturahmi bertemu Ibu Hendra. Sepengamatanku mertua Adel ramah kok, gak yang muka julid bin nyinyir kek mertua-mertua di ikan terbang. Adel saja yang terlalu egois berlebihan.Bang Fahri mulai masuk kerja, dan seminggu kemudian Ozan pun mulai kuliah. Jadi, aku cuma tinggal berdua di rumah sama Ibu.Bang Fahri sempat keberatan saat kusuruh kerja naik mobil, ya sekalian bisa antar Ozan kuliah."Duh, malu Abang, Dek. Apa kata orang pula, kerja OB gaya kali lah naek mobil." "Bilang aja mobil pinjaman," kataku."Lebih malu lagi, Dek," katanya."Kalau gitu, bilang aja mobil istri Abang yang cantik ini.""Nah yang itu bikin takut pula,""Takut kenapa, Bang?" tanyaku."
Seleb 23."Shela tunggu di depan rumah ini, Mak. Nah ini, ini." Saat aku pulang bersama suami dan Ibu mertua, Ibu dan nenekku menelepon karena mereka katanya mau berkunjung ke rumah baru kami. Mau melihat keadaan kami.Aku melambaikan tangan pada sebuah becak yang menumpangi Ibu dan Nenek, hingga mereka melihatku dan berhenti di depanku.Bang Fahri yang berada di sampingku segara menyambut Ibu dan Nenek seraya salam tanda hormat. Aku bahkan sedikit melongo melihat barang yang dibawakan Ibu dan Nenek.Suamiku mengajak Ibu dan Nenek masuk, sambil mengangkat barang bawaan mereka. Di dalam sana ada ipar dan mertuaku, mereka menyambut keluargaku dengan baik. Bahkan Ibu mertua nangis lagi saat bersalaman dengan ibu kandungku."Sabar ya, masibah dari Allah. Kita tak tau pula apa hikmah dibalik ini," kata Nenek menguatkan. Ibu mertua hanya mengangguk. Cukup sulit memang, apalagi mengingat itu adalah satu-satunya kenangan paling besar dari Bapak.Kami mengobrol banyak hal, tentang bagaimana s
Seleb 22.Siang hari, Bang Fahri pulang ke rumah Mayra. Ia bilang, pemilik ruko memberikan kami harga sewa yang di bawah rata-rata karena ia tahu kami sedang mendapat musibah. Untuk satu bulan hanya tiga ratus ribu. Benar-benar seperti dititipin buat tinggal dan urus ruko itu aja, karena mana ada sewa ruko segitu yang kata Bang Fahri lumayan besar. Apalagi letaknya tidak di pelosok desa, melainkan di jalan utama dekat dengan pasar.Semalaman kami semua tinggal di rumah Mayra. Oh, jangan ditanya berapa banyak drama yang kami lalui. Benar saja sikapku tadi membeli beberapa sayuran untuk dimasak siang, karena kulihat kulkasnya entah memang tak terisi atau dia sembunyikan. Lucunya, setelah semuanya matang, ia yang paling awal menyisihkan masakan itu untuk suaminya. Katanya kalau malam pulang kerja, suaminya selalu makan di rumah.Udahlah aku dan Adel yang masak, eh dia malah seenaknya.Entah kenapa hari ini Adel terlihat penurut dan diam sekali. Biasanya mana mau dia bantu-bantu di dap