Share

Bekerja Bersama Musuh

“Reno?” Bara menatap lelaki yang tengah berjalan menghampirinya.

Seluruh orang dari perusahaan Bara pun berdiri. Menyambut kehadiran lelaki yang menjadi klien-nya tersebut. Berbeda dengan perusahaan Bara, Reno menghadiri meeting kali ini hanya dengan sekretaris saja.

“Ayo, Bar, berdiri. Dia klien kita!” perintah Pak Dirham berbisik.

Dengan ragu, Bara pun bangkit. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya.

‘Berhasilkah ia menjalankan proyek ini?’

Bara menatap kosong wajah Reno yang masih ada bekas memar dan sobekan di ujung bibir. Entah mimpi apa semalam ia sehingga dipertemukan klien yang baru saja dihajar semalam.

“Selamat siang semua. Maaf menunggu lama,” ucap Reno, sembari menyalami satu persatu yang hadir di sana.

“Tidak apa-apa, Pak. Kami juga baru saja sampai di sini beberapa saat, kok,” sahut salah satu Direktur perusahaan tempat Bara bekerja.

Bola mata Bara menangkap wajah ceria penuh senyum ramah di gurat Reno. Mungkin memang Reno orang yang ramah. Namun, keramahannya pada sang istri itu membuat Bara merasa geram.

“Bara!” Pak Dirham menyenggol tubuh Bara.

Bara tersadar dari lamunan. Menatap arah pandang Pak Dirham yang ternyata tangan Reno sudah terulur di hadapannya.

Bara pun meraih uluran tangan Reno meski ada jeda beberapa detik. Berbeda dengan Reno yang terus tersenyum, wajah Bara terlihat datar dengan tatapan kosong.

“Senang bertemu denganmu,” ucap Reno ramah.

Tentu saja rekan kerja Bara bahagia mendengar kedekatan antara mereka.

“Apa kalian saling kenal?” tanya Pak Dirham.

Bara menggeleng. Sementara Reno mengiyakan pertanyaan Pak Dirham. Membuat wajah-wajah karyawan perusahaan yang hadir semakin sumringah.

“Berhubung CEO di perusahaan Dir Company ini sedang di luar kota, beliau memasrahkan proyek ini kepada kami.” Direktur utama perusahaan bersuara. “Jadi, perkenankan kami memulai presentasenya.”

Reno mengangguk dengan kedua sudut bibir terus menyungging. Sementara Bara hanya diam menyimak direktur perusahaannya melakukan presentase.

Setelah selesai, kini giliran Reno melakukan pertimbangan atas semua presentase. Ia mempertanyakan pertimbangan-pertimbangan yang ada dan Bara berhasil menjawab pertanyaan tersebut.

“Baiklah kalau begitu … senang bekerja sama dengan Anda.” Reno mengulurkan tangan di hadapan direktur utama perusahaan Bara.

Bara tersenyum. Ia senang karena Reno begitu professional dalam bekerja. Bahkan sampai detik ini, Reno tak mengatakan apa pun tentang pertikaian mereka.

Begitu direktur utama perusahaan Bara meraih uluran tangan Reno, gemuruh tepuk tangan menyeruak di ruangan tersebut.

“Terima kasih atas kepercayaan Anda, Pak Reno,” ucap direktur perusahaan.

Reno menepuk lengan sang direktur. Tatapannya beralih menatap Bara yang duduk sedikit jauh darinya.

“Ah, saya ada meminta satu syarat. Apa boleh?” Reno kembali menatap sang direktur.

“Tentu saja boleh, Pak. Bagaimana?” sahut sang direktur ramah.

Reno melepas uluran tangan, duduk dengan kaki menyila, mendekat ke arah meja, menatap lekat Bara, dan kedua siku bertumpu di atas meja.

“Saya ingin Bara yang langsung turun tangan untuk mengawasi proyek ini. Apa bisa?” tantang Reno, menaikan satu alis.

Bara terperanjat. Bola matanya mengedar ke seluruh karyawan perusahaan yang tengah mengangguk. Namun, ada pula yang hanya mengedip. Memberi isyarat Bara untuk mengiyakan tawaran Reno.

Dengan terpaksa, Bara pun akhirnya mengiyakan tawaran yang dominan tantangan itu. Andai saja Bara memiliki kekuasaan di sana, sudah dipastikan ia akan menolak mentah-mentah tawaran Reno.

Ada gurat mencurigakan di wajah Reno saat tertawa. Namun, Bara hanya diam dan berdoa supaya jalan dalam mengerjakan proyek tersebut dipermudah. Hanya itu saja.

“Kalau boleh tahu, wajah Pak Reno kenapa …. “ Pak Dirham menggantung kalimatnya, menunjuk wajahnya sendiri.

Dengan cepat, Bara menatap wajah Reno. Ia khawatir jika Reno akan mengatakan hal yang sebenarnya terjadi tadi malam. Sementara Reno tersenyum miring sembari mengusap sudut bibirnya.

“Oh … biasalah, Pak. Anak muda,” ucap Reno berbohong.

Bara menghembuskan napas lega. Lagi-lagi Reno tak membahas sedikit pun urusan pribadi antara mereka.

Setelah sejenak bercengkrama dan sedikit membahas proyek, Reno bangkit dan pamit untuk kembali ke kantor.

“Senang bekerja dengan Anda. Semoga proyek ini berjalan dengan lancar,” ucap Reno, begitu sampai di hadapan Bara dan menyalami tangannya.

Bara hanya terdiam. Dari tatapan Reno menunjukkan ada sesuatu yang tersirat dan kelicikan di dalamnya. Namun sayang, Bara tak bisa berbuat apa pun.

Setelah Reno pergi, seluruh karyawan di perusahaan tempat kerja Bara pun kembali ke kantor. Di sepanjang perjalanan, Bara hanya diam melamun, memikirkan proyek yang akan dikerjakan di bawah bayang-bayang Reno.

“Bara, berhubung kamu dan Reno sudah saling kenal, jadikan hubungan kalian semakin dekat.” Direktur perusahaan yang duduk di samping sopir bersuara.

Bara hanya diam. Larut dengan pikiran sendiri dengan tatapan kosong ke luar jendela. Melihat hal itu, salah satu karyawan yang duduk di sampingnya pun menyenggol Bara.

“I-iya, Pak,” ucap Bara bingung.

Direktur utama tersenyum sembari menggeleng-geleng. Ia mengulangi ucapan yang sama dan Bara hanya mengangguk. Mengiyakan ucapan sang direktur meski dalam hati berseberangan.

Waktu semakin bergulir cepat. Waktu bekerja telah usai. Seluruh karyawan mulai pergi dengan urusannya masing-masing. Sementara Bara masih sibuk berkemas.

“Bar, ikut gue, yok!” Dion tiba-tiba berdiri di samping Bara.

“Ke mana?” Bara tak mengalihkan pandangannya sedikit pun.

“Kerja tambahan,” jawab Dion sedikit berbisik.

Bara menghentikan pergerakannya. Menatap Dion yang masih berdiri di sampingnya. Tatapan kosong itu pun kembali menyergap Bara. Bayang-bayang Reno terlintas di pikirannya.

“Yee, malah bengong. Ayok, lu ikut enggak?” Dion menepuk bahu Bara.

“Enggak, deh. Gue mau ke rumah ibu gue,” tolak Bara halus.

"Ya, udah. Gue cabut dulu, ya." Dion berlalu meninggalkan Bara yang masih duduk di kursi kerja.

Di tempat Bara duduk, ia menatap punggung Dion yang mulai menghilang dari penglihatannya. Ada keraguan dalam benak Bara, memilih antara mencari pekerjaan sampingan atau bekerja bersama musuh?

Bara pun bangkit. Berjalan ke halaman parki, menyalakan sepeda motor dan meluncurkan ke rumah sang ibu.

Niat hati Bara untuk mampir sejenak ke tempat sang ibu demi membayar rasa rindu yang singgah di hatinya ternyata kesampaian. Lantaran sudah dua minggu ia tak bertemu dengan wanita yang melahirkannya tersebut.

Ketika sepeda motor Bara memasuki halaman rumah sang ibu, netranya menangkap ada seorang lelaki berpakaian serba hitam tengah berdiri di bawah pohon randu. Gerak-geriknya menimbulkan kecurigaan di benak Bara.

"Woy, siapa lu?" teriak Bara tepat setelah membuka helm.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Iis Aisyah
lah dugaan ku meleset Oke bar hadapi reno dengan sabar dan ikhlas semangat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status