Share

Bab 2. Pertemuan

Pagi-pagi benar, pintu kamar penyekapanku terbuka. Aku terbangun dan langsung memasang sikap waspada. Aku ingat semalam, ketika Alex pergi, Adrian segera melakukan perintahnya. Tanganku dibebaskan bahkan aku diberikan baju ganti. Sebuah kaos putih dan celana jeans pendek belel yang cukup nyaman buatku. Aku bisa tidur dengan cukup pulas walaupun terkadang bangun karena lukaku yang tiba-tiba nyeri.

“Alex... Alex...” pikirku memanggilnya. Ternyata benar-benar Alex yang muncul di muka pintu. Dia segera masuk ke dalam kamarku.

"Sstt!" Alex mengarahkan jari tangan di depan mulutnya. Dia pelan-pelan menutup pintu kamarku. Aku lihat matanya memerah dan dia segera memelukku. "Aku bersyukur kamu masih hidup Anna," bisiknya seraya mendekapku kencang. "Aww sakit." Lukaku tiba-tiba nyeri.

"Oops maaf. Kekencengan ya?. Ya ampun Anna, aku seneng banget bisa lihat kamu lagi," sahut Alex sambil mengusap-usap rambutku. Dia melepaskan pelukannya dan duduk di sisi tempat tidurku.

"Anna, aku tidak bisa berlama-lama. Lucas pasti akan mencariku. Sekarang tanyakan apa yang ingin kamu tahu. Yang penting-penting saja." Aku mengangguk tanda mengerti. Sebenarnya aku punya daftar pertanyaan di otakku. Namun satu hal yang paling menarik perhatianku. Si Boss.

"Siapa Lucas?" tanyaku.

Alex memejamkan matanya sebentar. Dia mencoba mengatur nafasnya, "Ceritanya panjang Anna. Tapi singkatnya begini. Lucas adalah orang yang sangat menyeramkan walaupun ya dia baik kepadaku. Bisa dibilang dia monster. Kamu tahu kan apa itu mafia? Ya Lucas adalah keturunan asli Mafia Sisilia. Nama belakangnya Gambino. Gambino adalah geng kuat di Sisilia sana dan klan Gambino adalah geng terkuat di Negara ini."

Aku menunduk ngeri dan Alex menghela nafas cukup panjang seraya melanjutnya, "Aku melihatnya membunuh orang tanpa belas kasihan." Alex segera menundukkan kepalanya.

Badanku gemetar mendengarnya. Mulutku tiba-tiba terkunci. Aku hanya bisa mengiriminya pesan pikiran, “Alex, bagaimana bisa kamu berhubungan dengan Mafia?”

"Aku menyelamatkannya Anna. Setelah kamu hilang, aku sangat frustasi. Aku datang di pinggir pantai dekat galangan kapal untuk menenangkan diri sampai aku mulai mendengar baku tembak dekat galangan. Aku panik dan aku segera sembunyi. Kulihat di dekatku ada pria yang baru saja ditusuk pisau dan sekilas terlihat kondisinya sangat parah. Dia minta tolong dalam pikirannya. Dia kehilangan banyak darah. Hai itu membuatku ingat sama kamu. Jadi aku memutuskan membawanya ke rumah kontrakan kita."

"Apa? Berani-beraninya kamu Alex!" sahutku tiba-tiba. Mulutku tidak lagi terkunci. ALEX MEMBAWA MAFIA KE RUMAH KAMI!. Alex menjawab, "Tolong dengarkan aku dulu Anna." Wajah Alex memelas menatapku. Aku menghela nafas berusaha menengkan diri dan menjernihkan pikiran, lalu berkata kepadanya, “Teruskan Alex!”

"Aku tidak tahu bahwa dia ketua geng atau apalah. Yang aku tahu dia terluka parah akibat tertusuk benda tajam. Rasa kemanusiaanku muncul. Aku mendekati dan bertanya kepadanya. Dia berkata kepadaku bahwa tubuhnya sangat lemas tapi dia ngga mau dibawa ke rumah sakit umum. Dia memberikan secarik kertas kepadaku yang ternyata berisi sebuah alamat. Namun aku membawanya dulu ke rumah supaya dia beristirahat. Dia berat sekali! Aku terpaksa membopongnya. Di rumah, aku segera membalut lukanya. Dia lalu beristirahat beberapa jam. Setelah itu dia memintaku membawa ke alamat dalam kertas itu dan aku membopongnya ke alamat tersebut seorang diri."

Alex menghela nafas dan melanjutkan, "Aku baru tahu Dia mafia ketika sampai di alamat tersebut. Ternyata rumah sakit bawah tanah yang memang dibuat khusus untuk klan Gambino. Awalnya aku dikira penjahat yang menusuk bos mereka. Aku mendapatkan banyak perlawanan. Beberapa orang langsung menyerangkau. Untung saja ya dulu kita belajar bela diri," lirik Alex kepadaku. Aku tersenyum kecil dan mengangguk.

“Lalu apa yang terjadi kepadanya? Apa dia baik-baik saja?” tanyaku. Alex menjawab, “Dia langsung ditangani oleh dokter sedangkan aku sama sepertimu sekarang. Disekap dulu sampai dinyatakan bersih.”

Alex melanjutkan, "Lucas yang kondisinya mulai baik segera mengeluarkan aku dari ruang penyekapan ini. Kondisiku waktu itu juga cukup parah karena dihajar orang banyak. Dia berteriak dengan sangat marah ke orang-orangnya tentang bagaimana mungkin seorang penjahat membawa tawanannya ke tempat pengobatan yang notabene milik tawanannya juga."

"Beruntungnya, dia menyuruh orang-orangnya untuk mengobati lukaku. Akupun takjub dengan pemulihannya yang sangat cepat. Dia memiliki dokter-dokter yang sangat kompeten. Dia mendatangi kamarku dan memberikan suatu penawaran."

"Apa penawarannya?", tanyaku curiga

"Ternyata dalam kondisi sekaratpun ternyata dia mengecek latar belakangku dan dia menawarkan pekerjaan interogator kepadaku. Sebagai imbalannya, dia akan mencarimu dan dengan cara apapun dia akan berusaha mengembalikanmu kepadaku. Aku terkejut dia mengetahui kalau aku punya saudara dan saudaraku ini hilang."

Alex menunduk dan berkata, "Aku menerima pekerjaannya demi menemukanmu Anna. Akan lebih cepat mencarimu melalui Lucas karena koneksinya yang sangat luas sampai Lucas menemukanmu di tempat pelelangan itu." Alex menundukkan kepalanya .

"Maaf Anna, pelelangan itu pasti sangat buruk buatmu. Aku menyesal tidak bisa melindungimu." Suara Alex terdengar melemah.

Aku terhenyak mencoba memahami sudut pandang Alex. Memang minggu-minggu terakhir ini merupakan minggu-minggu terburuk. Aku ingat ketika aku tiba-tiba diculik sepulang kuliah lalu dibawa ke rumah bordil hanya untuk menundukkan kepalaku di depan "mami", lalu mereka memukuliku supaya aku mau melayani pria hidung belang. Namun aku melawannya dengan keras sampai akhirnya "mami" angkat tangan melihat sikapku dan melelangku. Aku akan dijual sebagai budak. Budak segalanya.

Ingin rasanya kuhapus memori buruk itu. Air matakupun mengalir mengingatnya ditambah cerita yang sama buruknya dari saudaraku satu-satunya. Namun tidak ada jalan keluar lain bukan? Mungkin ini memang jalan kami berdua. Aku mencoba menegarkan diriku kembali dan bertanya kepada Alex, "Lalu kenapa kau dipanggil Zac?"

"Disini setiap orang ada nama panggilan yang berbeda dengan nama asli. Kita tidak dapat mengungkapkan nama asli karena kita tidak pernah tahu teman saat ini ke depannya akan tetap menjadi teman atau musuh. Lucas yang menentukan nama panggilanmu. Kita menyebutnya nama angklan atau nama anggota klan."

“Jadi Adrian yang menyekapku kemarin adalah nama angklan?” tanyaku kepada Alex. Alex mengangguk. Alex memelukku cukup lama.

 Alex melihat jam di tangannya dan terkejut, "Anna, aku harus segera pergi. Satu permintaanku ikuti saja apa kata Lucas. Dia tidak akan menyakitimu karena aku."

Aku mengangguk namun aku tidak sempat mengucapkan selamat tinggal ke Alex. Alex buru-buru pergi dan menyelinap keluar pintu.

***

"Alex" panggil Lucas.

Saat ini, Alex memang sedang berada di ruangan Lucas seorang diri. Ruangan kerja Lucas cukup besar dan bernuansa eropa. Dindingnya dipenuhi wallpaper yang agak gelap dengan lantai full karpet. Ada beberapa perabotan disitu antara lain sofa empuk beserta mejanya, meja kerja dan kursi-kurisnya, dan beberapa lemari kayu. Ada pula alat pengatur suhu ruangan dan lemari es. Di dindingnya menggantung beberapa hiasan dinding yang menunjukkan keindahan Sisilia.

Lucas duduk di kursi kerjanya dengan wajah tenang dan dingin. Matanya fokus kepada laptop yang ada di depannya. Namun dia akhirnya mengalihkan padangan matanya ke arah Alex yang berdiri di depannya.

"Siediti per favore," kata Lucas kepadanya.

Alex kebingungan. Lucas tertawa kecil melihat Alex dan dia akhirnya menerjemahkannya, "Silakan duduk."

"Oh, itu maksudnya," gumam Alex.

Alex segera duduk di sofa empuk. Matanya menjelajah ke seluruh ruangan. Tak lama kemudian, Lucas mendatangani Alex yang duduk diam di sofa putihnya. Lucas menyeringai dan berkata, "Maaf, saya lupa kalau kamu bukan orang Sisilia, tapi nama belakangmu mirip dengan salah satu keluarga kaya disana. Bahkan wajahmu dan wajah adikmupun bukan khas wajah orang lokal."

Alex tersenyum sinis mendengarnya. Lucas mengernyitkan dahinya dan bertanya-tanya apa arti senyum sinis Alexander Russo atau Zac itu 

"Aku sudah sering dikira orang antah berantah. Tapi aku dan saudaraku dibesarkan disini jadi aku menganggap kami adalah orang lokal."

Lucas mengangguk dan tersenyum kecil, "Orang local yang berbeda bukan? Pasti banyak yang menyukai kalian. Kamu tahu kan orang lokal suka dengan orang berwajah asing.”

Alex tersenyum dan menggeleng, “Tidak, kami banyak menerima ejekan sejak kecil.”

Lucas terdiam sejenak dan berkata, “Oh ya? Ejekan apa? Karena kalian tinggal di panti asuhan dulu?  Pasti berat bagi kalian ya untuk hidup seperti itu sejak kecil."

Mata Alex menyipit dan dia bertanya-tanya dalam hati bagaimana Lucas bisa tahu dirinya dan Anna dulu tinggal di panti asuhan. 

Lucas seaka mengerti pertanyaan Alex  Dia menjawabnya,"Ya, aku mengecek latar belakang kalian berdua. Aku belum menemukan dokumen apapun sebelum kalian masuk ke panti asuhan itu. Tapi lambat laun pasti akan ketemu."

Alex terkejut Lucas mencari tahu mengenai masa lalunya. Sebenarnya background check memang hal yang umum dilakukan di dunia gangster yang keras ini, namun entah kenapa Alex tidak suka masa lalunya diketahui orang lain yang akhirnya menggunakannnya sebagai senjata.

Alex segera berdiri dan berkata, "Jadi kamu memanggilku hanya untuk menginformasikan itu? Maaf, Aku tidak tertarik dengan asal-usulku. Mereka membuangku dan adikku. Sudah cukup buatku. Aku harus melanjutkan pekerjaanku," pamit Alex.

Alex menundukkan kepalanya memohon pamit. Lucas terdiam terlihat mencerna kata-kata Alex.

"Alex!" Lucas memanggilnya lagi. Alex menghentikan langkahnya lalu menjawab, "Ada apa lagi?"

Lucas tertawa kesal namun dia menyembunyikannya. Bagaimanapun dia harus menjaga kewibawaannya sebagai pemimpin klan Gambino.

Dia berkata pada Alex, "Baru kamu yang berani bersikap seperti itu di depanku. Baik, karena kamu penyelamatku jadi aku akan tetap menghormatimu. Tolong siapkan adikmu siang ini. Kalian akan segera menjalani latihan. Ingat kamu masih harus bekerja untukku walaupun adikmu sudah ketemu dan setelah kupikir-pikir, kemampuan kalian akan sangat bermanfaat untukku."

Jantung Alex berdebar kencang mendengarnya. "Kemampuan apa?" Gumamnya. Alex mencoba bersikap tenang seolah tidak ada hal yang mengganggu pikirannya.

Dia menoleh kepada Lucas dan menjawabnya, "Baik. Memang kami harus latihan apa? Tugasku hanya menginterogasi dan aku sudah bisa bela diri."

Lucas tersenyum dan menjawabnya, "Aku tahu kalian berdua bisa membaca pikiran."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status