Share

Bab 3. Ketahuan

Alex duduk termenung di sudut ruangan olahraga. Pikirannya melayang-layang dengan kejadian barusan yang membuatnya shock setengah mati, tak lain adalah fakta bahwa Lucas mengetahui saudara kembar beda kelamin ini adalah pembaca pikiran atau mind reader.

Tak lama kemudian, seorang wanita mendekatinya dan berkata, "Zac, kenapa kamu terlihat bingung?".

Alex menoleh ke arah wanita itu  Wanita itu segera menyodorkan sebatang cerutu kepada Alex. Alex menggeleng dan memandangi wanita itu.

Wanita itu memang sangat cantik dengan rambut lurus hitam tergerai. Kulitnya sawo matang terbakar matahari, mata besar seperti bambi,  tubuh athletis, dan dia memiliki tatto bunga mawar besar di lengan kanannya.

"Lily, maaf aku tidak tahu kamu datang." ujar Alex atau Zac.

Lily hanya tersenyum kecil. Dia segera duduk di samping Alex sambil membakar cerutunya. Dia memasukkan kembali cerutu yang ditawarkan ke Alex ke kotaknya. Lily menatap Alex.

"Kulihat kamu tadi keluar dari ruangan Lucas. Apa ada case baru?" tanya Lily penasaran sambil mengisap cerutunya.

"Tidak ada apa-apa. Aku dan Lucas hanya berbicara mengenai Sisilia."

Lily mendengarkan dengan seksama. Dia mengernyitkan dahinya dan berpikir, "Lucas jarang berkata apapun tentang Sisilia dengan anggota Klan. Ada apa sebenarnya. Apa ada hubungannya dengan perempuan yang ada di bawah tanah itu?"

Alex yang bisa membaca pikiran Lily terkejut dengan pemikiranny. Alex tadi hanya asal bicara karena dia tidak mau tahu anggota lain mengetahui status mereka. Alex teringat perkataan Lily mengenai Anna. Dia menyebut Anna sebagau perempuan bawah tanah. Berarti Lily belum tahu sebenarnya. Namun untuk mengalihkan pembicaraan, Alex sengaja menyentuh tangan Lily.

"Berikan aku cerutumu." Kata Alex pada Lily.

"Tentu," jawab Lily singkat. Dia memberikan sekotak kepada Alex. Alex mengambil sebatang dan mencoba membuka percakapan lainnya dengan Lily.

Dia segera mengajukan pertanyaan, "Ly, apa kamu tahu rahasia terdalam Lucas?"

Lily tertawa keras. Dia menjawab,"Tau ngga kamu kedengeran seperti orang yang lagi cari tahu kelemahan musuh?

Alex tertawa. Dia langsung mengelak,"Ngga ada maksud apa-apa. Cumen pengen tahu boss itu orangnya seperti apa."

Lily menyenggol tangan Alex  lalu menjawabnya, "Dia bos yang baik. Walaupun terlihat kejam, tapi hatinya baik."

"Tapi dia membunuh orang Lily,"sela Alex tanpa ekspresi  

Lily tertawa kecil, "Lucas hanya membunuh kalau orang tersebut memang tidak layak hidup. Dia tidak asal membunuh. Lucas memiliki masa lalu yang buruk Zac. Tapi bukan bagianku untuk menceritakannya apalagi kepada orang baru."

Alex menghempaskan nafas panjang mendengarnya. Alex kesal karena diapun dengan Anna juga memiliki masa lalu buruk.

Alex bertanya kembali, "Lalu, hubunganmu dengan Lucas seperti apa? Kelihatannya kamu tahu banyak tentang dia."

Lily menatap Alex dan tertawa kecil, 'Ya, bisa dibilang kami dekat." Alex langsung memotong, "Kalian tidur bersama?"

Lily tertawa keras. Pandangan matanya mengingat-ingat masa lalu. Lily menatap Alex lagi dan berkata tegas, "Jelas tidak. Lucas lebih seperti kakakku. Dia menyelamatkanku dari jalanan yang keras ketika kondisiku sekarat karena dipukuli petugas keamanan. Saat itu aku tertangkap mencuri beras untuk makan almarhum ibuku. Aku hidup hanya bersama almarhum ibuku dan ibuku sakit keras."

Raut muka Lily berubah sangat sedih ketika berbicara mengenai Almarhum ibunya.

Alex menyadari hal itu. Dia berpura-pura batuk dan berkata, "Maaf Lily. Aku tidak tahu mengenai almarhum ibumu." Lily segera berdiri dan berkata kepadanya, "Tidak masalah Zac. Aku yang terbawa perasaan. Berbicara denganmu entah kenapa terasa menyenangkan."

Alex atau Zac itu tersenyum mendengar perktaan Lily. Lily menatap Alex dengan tatapan yang dalam, "Aku pergi dulu. Aku mau training perempuan bawah tanah itu. Siapa namanya?"

Alex terkejut. Dia tidak tahu menahu mengenai nama angklan adiknya. Kalau dia mengarang dan Lucas tidak setuju, bisa ditembak mati dia nanti.

"Bella. Namanya Bella," Lucas tiba-tiba muncul di belakang Lily.

Lily segera menoleh ke belakang serta memundurkan langkah kakinya, "Capo,"ujarnya tertunduk hornat.

"Aku tidak tahu kalian ternyata akrab." kata Lucas sembari bergantian menatap Alex dan Lily. "Lily, pergilah! Tolong bawa Bella kesini. Aku ingin bicara dengan mereka berdua."

"Baik Capo." kata Lily sembari menunduk berpamitan. Dia segera melangkahkan kaki pergi menuju ruangan Anna atau Bella.

Tinggallah Lucas dan Alex sendiri yang berada di sudut ruangan itu. Lucas segera berkata kepadanya, "Siapkan dirimu berlatih dengan anggota lainnya. Aku menugaskan Ben khusus untuk melatihmu dan Lily untuk melatih Bella. Tapi sebelumnya, aku ingin bicara dengan kalian berdua di ruanganku. Oh ya, aku lebih suka dipanggil Capo daripada bos. Asal kau tahu itu."

Alex menjawab, "Baik Capo." Lucas tersenyum dan meninggalkan Alex sendirian.

***

Kepalaku masih sakit sampai aku mendengar suara pintu kamarku terbuka. Seorang wanita muda cantik dengan tatto mawar besar di lengannya masuk ke dalam kamarku. "Apa lagi ini?" Pikirku.

"Bella. Lucas ingin bertemu denganmu sekarang," katanya singkat.

"Bella?" Oh Bella, mungkin nama angklanku seperti yang disebutkan Alex sebelumnya. Bagus juga. Lumayan.  Tidak terlalu buruk. 

"Ya Bella," kata wanita itu melanjutkan, "Nama angklanmu."

"Oh baiklah." Aku segera bangkit berdiri dan merapikan bajuku. Bersiap menghadapi kemungkinan terburuk.

Lily dan aku segera keluar kamar dan menyusuri lorong bawah tanah. Aku melihat sekelilingku. Lorong itu dipenuhi kamar-kamar yang jumlahnya sangat banyak. Aku melihat pintu-pintu itu satu demi satu sambil mencoba menajamkan telingaku. Suara-suara pikiran orang lain mulai terdengar jelas.

"Tolong. Aku tidak mau mati"; "Capomu akan membusuk di neraka"; 

Aku merinding mendengar suara-suara pikiran mereka. Aku hanya terdian lesu, pasrah kepada takdir.

"Kenapa kamu jalan sambil terdiam? Tak perlu takut padaku. Aku dulu sama sepertimu," kata Lily sambil menyenggol badanku.

Lily membuyarkan konsentrasiku. Sekarang suara-suara itu kembali seperti ombak di tepi laut. Banyak namun tidak jelas satu per satu. 

"Oh aku hanya kelelahan kak. Maaf," jawabku singkat.

Lily berhenti sejenak dan memandangiku, "Tak perlu panggil aku kak. Kita seumuran. Panggil aku Lily," katanya sambil tersenyum. 

"Dia menyenangkan dan tidak menakutkan," pikirku. Aku mengangguk dan kami melanjutkan perjalanan.

Di ujung lorong kami menemukan tangga melingkar. Aku mengikuti langkah Lily dan naik ke atas. Sesampainya di atas, kami menemukan lemari besi besar yang menutupi jalan kami. Lily segera menekan tombol di anak tangga paling atas dan lemari besi itu terbelah menjadi dua. Memberikan jalan kepada kami masuk ke ruangan lainnya.

"Selamat datang di ruang rekreasi. Disini tempat hang out anggota-anggota klan."

Aku melihat sekelilingku. Ada meja biliar, TV berukuran besar, bar di sudut ruangan penuh dengan botol anggur, play station, sofa-sofa kecil, dan tak lupa lampu-lampu disco yang tergantung di atap serta sudut-sudut ruangan. Ruangan itu dipasang wallpaper warna putih dan ada sudut -sudut yang dipasang warna emas. 

"Wow mewah," pikirku.

Ada satu jendela di salah satu sisi ruangan dan aku berlari menuju jendela itu. Rasa penasaranku memuncak dan Lily hanya tertawa melihatku mengagumi seisi ruangan.

Dari balik jendela aku melihat kolam renang besar dan sebuah lapangan hijau luas penuh dengan pepohonan namun terlihat sangat rapi.

Lily mendatangiku dan tangannya menunjuk ke arah kolam, "Itu kolam renang milik Capo dan lapangan golf di belakangnya juga miliknya."

"Apa? dia juga punya lapangan golf? Di area yang notabene harga tanahnya per meter selangit!" Teriakku dalam pikiran. "Pantas dia bisa membeliku 100 miliar. Aku menjadi budak Sultan rupanya."

Kulihat Lily hanya tersenyum santai. Untungnya Lily tidak bisa membaca pikiranku.

Aku berbalik ke arah Lily dan berkata pelan, "Capo? Maksudmu Lucas?"

Lily tertawa melihatku dan menjawabku, "Ya, beberapa orang memanggil boss dan ada pula yang memanggil Capo. Lucas memang lebih suka dipanggil Capo, namun hanya orang-orang pilihan yang boleh memanggilnya Capo."

Lily mendekatiku dan berbisik, "Namun untuk keamananmu, kamu lebih baik memanggilnya boss dulu saja sampai dia memperbolehkanmu memanggil Capo. Namun melihat cara dia berbicara tentangmu. Mungkin sebentar lagi kamu boleh memanggilnya Capo  atau mungkin Sayang."

Aku menoleh. "Dia bicara tentang aku?"

"Iya, dia sangat peduli terhadapmu. Ingat kan kamy diobati, diberi makanan dan pakaian? Orang lain tidak mendapatkan perlakuan yang sama."

Perutku terasa panas seketika

mendengarnya. Aku hanya menjawab, "Mana mungkin?"

Lily menjawabku, "Aku penganut paham tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Bella. Sebentar lagi kamu pasti akan percaya kepadaku. Yuk kita segera ke ruangan Capo."

Aku mengikuti langkah Lily. Berbalik dari arah jendela besar dan menuju pintu lift di sisi sebrangnya. 

"Sial ternyata ada lift juga disini!" pikirku. Kami memasuki lift dan Lily langsung berkata, "Lantai 7." Lalu aku mendengar suara lainnya, "Password?"

"Omerta," jawab Lily singkat lalu lift itu bergerak naik.

Beberapa saat kemudian lift kami berhenti dan pintu terbuka. Sampailah kami di ruangan berdinding emas dan terlihat seorang wanita duduk di samping depan sebuah pintu kecil.

Kami segera berjalan menuju wanita yang sedang duduk itu.

"Lisa, kami mau bertemu Capo,"kata Lily kepada wanita itu. Wanita itu sudah lumayan tua, mungkin sekitar umur 40an namun masih terlihat menarik secara keseluruhan. Kalung manik-maniknya menarik perhatianku. Dia memiliki kaki pendek dan hidung besar.

"Baik sebentar Lily. Zac tadi sudah ada di ruangan bersama Capo."

Lisa segera memutar no telp di samping mejanya. Aku dan Lily menunggu dnegan sabar. Terkadang kulihat Lily memainkan rambutnya. Beberapa saat kemudian Lisa mempersilahkan kami langsung masuk ke ruangan. Aku dan Lily segera mengucapkan terima kasih.

Lily membuka pintu ruangan dan aku mengikutinya. Hal pertama yang menarik perhatianku adalah Lucas. Dia menatapku tanpa berkedip seolah menikmati gerak langkahku masuk ke ruangan.

"Ah dia sangat tampan hari ini,"pikirku.  Lucas memakai kaos putih ketat dengan celana jeans dan sneakers putih. Orang awam tidak akan mengira bahwa dia adalah pemimpin salah satu kelompok paling berbahaya di negara ini. Lucas dan Alex duduk di sofa besar empuk berwarna putih salju. Aku mengikuti Lily duduk juga di sofa itu. Mataku dan mata Lucas bertemu dan kami saling berpandangan beberapa saat.

Alex segera berdehem dan Lily mencolek punggungku. Aku segera kembali ke realita. Lucas pun juga terlihat berusaha memfokuskan diri.

"Anna.. Anna... Kamu memikirkan apa tentang Lucas?" tanya Alex melalui pikiran

"Dia sangat tampan Alex. Dia seperti James Dean," jawabku melalui pikiran.

"James Dean sudah meninggal lama Anna dan kamu masih membahasnya."

Aku berhenti berpikir namun aku melihat wajah Lucas bersemu kemerahan. Lucas berusaha membetulkan posisi duduknya lalu kepada Lily, "Lily, tolong pergi sebentar. Aku mau membahas beberapa hal dengan mereka."

Lily mengangguk dan segera pamit. Dia segera meninggalkan ruangan. 

Lucas segera membuka pertemuan kami. Dia memandangku dan berkata, "Terima kasih sudah menyamakanku dengan James Dean. Kalau dia masih hidup pasti umurnya sudah dua abad dan jauh dari kata tampan."

Jantungku serasa mau copot mendengarnya. Aku dan Alex saling berpandangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status