Pertemuan terakhirku bersama Lucas dan Alex berlangsung lancar. Dia menjelaskan secara rinci rencana-rencana ke depannya untuk menemukan patung abu-abu itu. Awalnya memang agak sulit bagiku menerima kenyataan ini terutama mengingat bahaya-bahaya yang akan kuhadapi ke depannya. Tapi bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepada Lucas karena sudah menebusku. Kalau bukan karena dia, mungkin aku sudah bunuh diri karena harus melayani pria-pria hidung belang.
Setelah pertemuan itu, Lily pun mulai melatihku dengan keras. Aku diajari dasar-dasar beladiri. Awalnya badanku terasa sakit sekali, namun lama-kelamaan akhirnya menjadi lebih terbiasa. Aku mulai ditemukan dengan petarung-petarung yang ada di klan. Seing aku bercermin dan melihat bahwa otot-otot tubuhku mulai terbentuk.
Pagi ini adalah hari pertama aku kembali ke kampus. Jelas bukan hanya karena belajar, namun juga menjalankan misi. Aku juga mencari tahu tentang Armando beberapa hari terakhir sambil menjalani latihan fisik dengan Lily. Namun sayangnya aku tidak menemukan apapun tentang Armando di G****e ataupun social media. Aku hanya menemukan record akademiknya. Alhasil aku memutuskan akan mendekatinya berdasarkan instingku sendiri.
Aku belajar di Psikologi dan Armando di Kriminologi. Well,aku tidak terkejut dia ambil kriminologi. Dia kriminalnya. Ha ha ha. Tapi bagaimana aku mendekatinya? Lily kemarin berkata kalau aku harus mengetahui kebiasaannya dulu.
Aku duduk di salah satu bangku kayu yang ada di dekat kantin fakultasku. Pikiranku melayang kemana-mana, mulai dari Lucas, misi, sampai dengan Armando. "Huft. Fokus Anna! Fokus Anna!" gumamku pada diri sendiri. AKu membuka binderku dan mengecek jadwal kuliah hari ini.
"Hi Anna. Kemana aja kemarin-kemarin. Kok ngga ke kampus?" seorang wanita tiba-tiba mendekatiku. Namanya Evie. Dia memiliki kulit putih, mata sipit serta rambut hitam pendek. Badannya agak gempal dengan dandanan yang sangat kasual. Dia satu-satunya orang yang paling dekat denganku di kampus. Dia tergolong jenius dan selalu mendapatkan IP 4 dan dia sangat baik. Dia selalu membantuku apabila aku tidak mengerti mata kuliah. Selain itu, dia juga sering meminjamkan catatannya apabila aku ketinggalan kuliah.
"Kemarin aku diculik orang, Vi," ceplosku.
Aku baru sadar aku keceplosan. Mataku terpejam dan berharap Evie tidak membahasnya, namun Evie sangat peka.
Evie terkejut dan bertanya, "Gimana ceritanya?"
Huft, aku harus mengarang cerita. Kujawab senatural mungkin, "Aku dalam perjalanan pulang kampus ketika tiba-tiba ada orang yang memegang lenganku dan menyeretku masuk ke dalam mobil secara paksa," Well, bagian cerita ini memang benar terjadi. Rasanya sulit untuk menceritakannya, tapi aku harus memberikan alasan senatural mungkin.
Aku melanjutkan, "Untungnya Alex waktu itu mau menjemputku dan dia melihatku diculik. Jadi dia bisa menyelamatkanku. Sejak itu aku sengaja menyendiri dulu untuk pulih dari luka trauma itu."
"Alex memang charming," Evie berkata sambil bertopang dagu dan daydreaming. Ah aku lupa dia menyukai Alex. Ya sudahlah yang penting dia tidak curiga. Aku segera mencoba mengalihkan perhatiannya, "Evie,ada tugas pentingkah?"
"Ngga ada sih sejauh ini. Kamu sudah bicara belum sama administrasi karena kamu sudah 2 mingguan ngga kuliah?"
Aku mengangguk dengan percaya diri. Beberapa waktu lalu Lily, pelatihku, memberitahuku bahwa administrasi kampus sudah beres dan aku tidak perlu melakukan apapun. Mafia Magic katanya.
"Oke. Jadi kita sekarang mau ada kuliah dengan mahasiswa kriminologi. Ke depannya, kata dosennya kita bakal dikasih tugas untuk interogasi narapidana bersama. Kita dari sudut pandang psikologi dan mahasiswa krimonolog dari sudut pandang kejahatan."
"Oh Baiklah." Aku kembali mengecek jadwal di binderku. Aku juga baru tersadar ada mata kuliah gabungan itu.
"Psikologi Krimonologi bukan nama mata kuliahnya?" tanyaku pada Evie.
Evie mengangguk. Aku melanjutkan, "Jadwal setelah ini mata kuliah itu?"
Evie mengangguk lagi.
"Oh my God, berarti aku selangkah lebih dekat dengan Armando," gumamku.
Aku harus segera menelepon Lucas. Aku melirik ke arah Evie, dia sedang memainkan hpnya.
"Evie, tunggu sebentar ya. Aku mau menelepon temanku."
Evie mengangguk. Dengan perasaan gugup, aku segera pergi menuju ke tempat duduk di bawah pepohonan rindang yang terkenal angker. Jadi banyak mahasiswa enggan duduk disitu. Kubuka hpku dan kucari nama Lucas.
"Halo Capo."
"Halo Bella. Bagaimana disana? Sudah bertemu Armando? Apa kamu ingat wajahnya?"
"Tentu saja. Setelah kamu menghujani whatsappku dengan foto-fotonya," kataku kesal. Lucas terkekeh di sebrang sana.
"Tapi tidak masalah foto-fotonya ada di hpku. Aku jadi sering bermimpi indah," kataku memancing Lucas.
Lucas menghempaskan nafasnya cukup keras sampai aku bisa mendengarnya. Dia berkata, "Baiklah. Aku minta kamu tetap fokus dengan misi dan kalau terjadi sesuatu, aku atau Alex harus mengetahuinya. Jelas sampai sini?"
"Apa dia cemburu?" Pikirku. Tapi ya sudahlah, bagaimanapun sekarang au bekerja untuk Lucas. Aku menjawab,"Baik Capo. Hari ini aku ada kuliah Psikologi Kriminologi dan aku rasa ini pertama kalinya aku bertemu dengan Armando."
"Kabar bagus Bella. Aku yakin kau bisa melakukannya. Terima kasih sudah memberitahu aku mengenai hal ini."
"Sama-sama Capo."
***
Aku dan Evie sudah berada di ruangan kelas. Evie bersikukuh duduk paling depan namun aku menolaknya. Aku memilih duduk paling belakang. Akhirnya kami berdua bersepakat duduk di tengah saja. Beberapa mahasiswa sudah mulai berdatangan. Tentu saja ini menjadi ajang pencarian jodoh. Kapan lagi ada penggabungan kelas untuk dua program studi yang berbeda. Suasana menjadi riuh ketika mahasiswa-mahasiswa berkenalan dan berbicara satu sama lain.
Evie menyenggolku dan berkata, "Anna, kamu ngga mau kenalan dengan mahasiswa kriminologi?". Aku menggeleng. Aku tidak terlalu tertarik dengan pencarian jodoh atau apapun itu. Aku fokus menemukan Armando.
Evie menyenggolku lagi dan berbisik kepadaku, "Lihat belakangmu! Ganteng banget."
Aku kesal dengan Evie akhirnya kuputuskan menoleh ke belakang. Jantungku langsung berdegub kencang. Itu Armando.
Seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan kulit putih pucat, gaya rambut tousled hitam, berantakan namun menarik, mata hitam tajam, hidung mancung lurus, dan bibir yang tipis. Dia memakai jaket kulit hitam yang dipadupadankan dengan kaos putih, jeans hitam, dan sneakers hitam. Armando menatap mataku ketika aku menoleh ke belakang.
Aku segera menghindari tatapannya. "Oh my God, aku harus gimana? Aku tidak pernah punya pengalaman mendekati laki-laki," teriak pikiranku.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan akhirnya aku memutuskan mencoba menajamkan pikiranku untuk mendengar pikiran Armando. Biasanya aku mengabaikan pikiran-pikiran di sekelilingku karena aku tidak mau itu mempengaruhiku. Alhasil aku hanya mendengar seperti desiran ombak dimana-mana.
"Dia sangat cantik." Aku terkejut mendengar pikiran Armando. Tapi itu hal bagus bukan. Dia mulai tertarik padaku. Lalu aku mendengar dia mulai berpikir kembali, "Tapi sepertinya dia sama seperti cewek-cewek lain yang mencoba merayuku dan tidur denganku."
Aku kesal sekali mendengarnya. Dipikirnya aku wanita bodoh. Kalau bukan karena misi, aku pasti akan menjauh dari pria narsis sepertinya. Fokus Anna! Fokus Anna!. Aku memilih untuk mengabaikannya sementara.
Perkuliahan mulai berlangsung dan dosen mulai menjelaskan lebih detail mengenai silabus dan detail-detail lainnya. Aku mulai sibuk menulis dan mencatat. Bagaimanapun aku harus sukses kuliah. Aku tidak mungkin bekerja untuk Lucas selamanya bukan? Jadi aku harus sukses dan membalas kebaikan Alex. Kalau bukan karena tabungan 100 juta yang kami dapat waktu kecil, aku tidak mungkin bisa kuliah.
Tiba-tiba kursiku digoyang-goyang dari belakang. "Apa lagi ini?" gumamku kesal.
Armando berbisik, "Hei hei kamu yang berambut panjang."
Aku menoleh kesal ke arahnya. Aku memang punya tugas untuk merayunya, tapi bukan pada saat kuliah. Mau tidak mau aku menoleh dan menghardiknya, "Stop! Ini sedang ada kuliah."
"Aku tahu," bisiknya. Lalu dia memberikan kertas lipat kepadaku. Aku membukanya dan membaca tulisannya.
"Aku nanti pinjam catatanmu ya princess". Aku membacanya sekilas. Tulisannya rapi sekali, tidak seperti tulisan laki-laki pada umumnya. Aku mengabaikannya dan melanjutkan catatanku.
Kuliah berlangsung lancar dan akhir kuliah, dosen saat itu memberikan kami tugas. Dia berkata, "Baiklah. Karena ini penggabungan dua program studi. Saya mau kalian membentuk kelompok beranggotakan 4 orang. 2 orang dari Psikologi dan 2 orang dari Kriminologi. Kalian harus mencari kasus yang akan kalian pecahkan dengan kata lain kalian harus membantu kerja detektif seperti yang saya sampaikan tadi. Di akhir mata kuliah, kalian harus mempresentasikan tugas kalian dan nilai individu adalah nilai kelompok. Sampai sini jelas?"
Mahasiswa-mahasiswa mengangguk dan dengan kompak menjawab dosen,"jelas."
Dosen melanjutkan, "Untuk pembagian kelompok. Saya serahkan kepada ketua masing-masing jurusan. Tapi kalau saya hitung, jumlahnya genap. Berarti tidak akan ada orang yang tidak mendapatkan kelompok." Setelah mengatakannya. Dosen segera menutup kuliah pada hari itu dan pergi.
Setelah dosen pergi, di kelas langsung ramai ricuh masalah pembagian kelompok. Beberapa teman laki-laki mendatangiku dan berharap aku menjadi teman kelompoknya. Namun Evie menolak mereka semua. Walaupun aku pendiam, namun entah kenapa menurut Evie aku tergolong populer di kalangan teman laki-laki. Kata Evie beberapa waktu lalu, seandainya Alex kuliah juga, dia pasti juga akan populer.
Aku teringat bagaimana Alex mengalah kepadaku dan berkata bahwa aku yang harus kuliah duluan. Aku menolaknya karena pikirku kalau dia tidak kuliah, maka aku juga tidak kuliah. Namun bukan Alex namanya kalau tidak keras kepala. Akhirnya kami mencapai kesepakatan kalau kami akan kuliah bergantian. Dan inilah keadaan kami sekarang, aku kuliah duluan, dia bekerja dan nanti akan berlanjut sebaliknya. Sebelum bertemu dengan Lucas, Alex bekerja di agen periklanan.
Armando mengguncangkan kursiku lagi. Aku menoleh kesal,"Ada apa lagi?"
"Mau ngga jadi temen kelompokku? Kamu sama temenmu bisa gabung."
Kulirik mata Evie berbinar-binar. Dia terlihat sangat senang. Sayangnya aku harus membuyarkan harapannya, "Kita ikut apa keputusan pak ketua jurusan aja, Vie."
Armano terlihat kesal dan mengangguk. Dia lalu berbicara dengan teman lainnya. Sedangkan Evie sendiri hanya terdiam. Aku tahu dia sependapat dengan perkataanku. Dosen sudah mengarahkan ketua jurusan yang akan membagi.
Di sisi lain, aku pun juga kebingungan terhadap misi Lucas. "Bagaimana bisa aku menyelesaikan misi patung itu kalau aku aja ngga bisa basa-basi dengan Armando?" pikirku menyalahkan diri sendiri. "Belajar akting, Anna!" gumamku. Aku membuka hpku dan kucoba googling cara mendekati laki-laki, namun tidak ada yang cocok. Aku berpikir lagi, "Ya sudahlah, biar takdir yang menentukan." Aku hanya mengamati jalannya pembagian kelompok.
Setelah diskusi panjang lebar seperti rapat anggota DPR, akhirnya ketua program studi setuju bahwa pembagian kelompok akan diurutkan sesuai abjad. Ketua Psikologi akan membacakan dua nama dan disusul oleh ketua Kriminologi.
"Alyssa Devi. Annabeth Russo." Lalu ketua Kriminologi melanjutkan, "Armando Cassano. Ayden Bilal."
Sepertinya semesta melancarkan rencana Lucas.
Evie terlihat kesal karena dia berharap sekelompok dengan Armando. Dia berbisik kepadaku, "Selamat Anna. Kamu satu kelompok dengan orang paling ganteng di Kriminologi."
Aku tersenyum getir dan menarik nafas dalam-dalam. Ingat misi Anna! Ingat misi! Lupakan kenarsisannya.
Setelah pembagian kelompok itu, Alyssa segera mendatangi mejaku. Alyssa tipe Mean Girls yang populer dan suka mendekati laki-laki. Melihat Alyssa datang, Evie segera menyingkir dan mengucapkan good luck kepadaku. Tak lama kemudian Ayden pun datang dan kami berempat segera menuju keluar dan mencari tempat duduk untuk mendiskusikan tugas kami.
"Hi Anna. Aku ngga nyangka kita akan sekelompok. Aku senang punya teman kelompok psikologi yang cerdas," katanya berbasa-basi denganku namun di pikirannya aku mendengar, "aku harus baik dengan Anna untuk memastikan dia tidak mendekati Armando."
Mendengar pikirannya, aku malah termotivasi sebaliknya. Well, kita lihat ke depannya Alyssa. Armando sepertinya sudah mulai tertarik kepadaku.
Armando memilih duduk di sampingku dan kulihat muka Alyssa terlihat kesal.
"Jadi namamu Anna. Akhirnya aku mengetahuinya," Armando terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Dia terlihat puas dengan hanya mengetahui namaku. Aku berpikir, "Dia mafia Anna, apa kau sadar cukup dengan mengetahui namamu, dia akan tahu segalanya tentangmu? Seperti Lucas lakukan. Background Check."
Perutku terasa melilit mengingat masalah background check itu. Kutebak tak lama lagi dia pasti tahu semuanya tentangku termasuk masa lalulu. Oh Alex, semoga kamu disana cepat menemukan pengkhianat klan. Kurasa tak akan sanggup menyembunyikan wajah di depan Armando terus menerus.
Alyssa menimpali apa kata Armando, "Iya Armando. Kamu tahu? Anna mahasiswa yang cerdas, tapi kalau kamu mau tahu siapa Queen Bee Psikologi. Itu adalah aku." Alyssa memamerkan giginya yang barusaja diveneer.
Aku tertawa dalam hati dan kulirik Armando mulai kesal. Melihat kekesalannya, mungkin aku bisa menambahkan bumbu ke dalam percakapan ini, "Iya Armando. Dia Queen Bee kita. Kalau aku hanya Queen Ant. Tidak terlihat tapi sengatku tajam."
Armando melirikku dan berkata, "Sarkasmu lumayan juga." Alyssa melemparkan pandangan sebal ke arahku. Aku hanya tersenyum melihatnya.
Mungkin di kelompok ini, Ayden adalah mahasiswa yang motivasinya bersih menurutku. Dia hanya mau kuliah tanpa ada unsur drama di dalamnya.
Ayden melihat ke arahku dan berkata, "Anna, kau cerdas dan nilaimu bagus-bagus. Mungkin kau ada ide untuk case yang akan kita pilih?"
Armando dan Alyssa terlihat tertarik dengan pertanyaan Ayden kepadaku. Aku berpikir sejenak.
"Bagaimana kalau kasus pencurian?" kataku membuka diskusi.
"Pencurian apa?" Armando bertanya kepadaku. Aku pun berpikir sama. Tidak mungkin aku membawa kasus pencurian patung Mesir itu ke dalam keributan tugas ini. Mungkin aku akan cari kasus yang serupa supaya aku mendapatkan sudut pandang baru mengenai kasus patung Mesir atau patung Greywacke itu. "Umumnya pencurian bank. Namun itu case sudah umum. Aku kepikiran kita akan cari case pencurian barang seperti misalnya pencurian barang seni atau lukisan di Museum. Aku hanya teringat kasus hilangnya lukisan "Mona Lisa" sekitar awal tahun 1900an di Museum Louvre Paris. Penjahatnya mengklaim dia melakukan itu karena sikap "patriotik" yaitu mengembalikan lukisan ke negara asalnya. Namun dia juga memiliki sikap yang berlawanan dengan sikap yang "patriotik" itu. Dia malah menjual lukisan itu dibanding mengembalikannya langsung. Sangat menarik untuk d
Trainingku bersama Alex dan Lucas berlangsung lancar. Dibalik sosoknya yang ditakuti banyak orang, ternyata Lucas adalah sosok yang menyenangkan dan guru yang berdedikasi tinggi. Dia mengajarkan teknik-teknik secara jelas dan mudah dimengerti. Dia pun juga mewanti-wanti kami untuk terus berlatih di rumah. Selepas training, kami mengambil waktu istirahat dengan berbicara mengenai berbagai macam topik dan ajaibnya Lucas menguasai semua topik yang kami bicarakan.Sungguh pria yang cerdas.Untungnya kami sudah belajar level 2 yang artinya aku bisa memblokir orang-orang yang mau membaca pikiranku.Itu artinya Merdekaaa!!!. Namun tidak dapat dipungkiri, aku yang terjebak di dalam pembicaraan dua orang lelaki terkadang bingung mengikuti arah pembicaraan seperti halnya pembicaraan tentang olahraga, polit
Kubuka mataku dan kulihat wajah Alex yang mendekat. Aku bertanya kepadanya, "Apa yang terjadi?" Aku memegang kepalaku dan rasanya pusing. Alex memutar bola matanya kesal dan menjawabku, "Justru aku yang harus bertanya apa yang terjadi pada kalian. Aku mendapat laporan dari pelayan kalau kalian pingsan di pinggir kolam renang." "Oh itu..." aku mengingat kejadian sebelumnya. "Aduh kalau ciumanku ketahuan Alex, pasti dia akan marah.Tapi kenapa ada kilat?" Pikiranku bertanya-tanya mengenai hal itu. "Mungkin Lucas tahu sesuatu. Oh iya Lucas. Aku hampir melupakan dia." "Oh itu apa Anna? Tolong cerita semuanya kepadaku," ujar Alex dengan wajah khawatirnya. Aku membisu. Aku teringat ingatan-ingatan memori pada saat kilatan itu terjadi. "Alex, mana Lucas? Sek
Aku menjadi sibuk beberapa hari terakhir ini. Bagaimana tidak, aku harus membagi waktuku untuk beberapa hal. Di pagi hari sampai sore aku kuliah dan mengerjakan tugas, sore hari aku harus latihan fisik bersama Lily, malam hari aku terus latihan untukmind trainingyang sangat menguras energi. Weekend aku harus membagi waktuku bersama Lucas dan Armando, dua pria yang dekat denganku. Rasanya lelah namun aku menikmatinya.Selepas latihan fisik sore ini, aku beristirahat di sudut ruang olahraga dan meminum segelas air kelapa. Badanku penuh keringat mengucur. Aku berbaring di atas kursi sambil menutup mata kelelahan. Lily benar-benar serius dalam melatih fisikku. Dia menyuruhkujumping jack, push up, leg lift, sit up,karate, dan lain sebagainya. Untuk menutup latihan, pasti aku akan dipasangkan dengan seorang anggota klan baik cowok maupun cewek untuk be
"Anna, sudah bangun?" Kudengar suara Alex di luar pintu kamarku. Dia mencoba mengetok kamarku. Aku terbangun mendengar suaranya tapi rasanya masih mengantuk. Semalam aku mengucapkan selamat ulang tahun kepada Lucas dan akhirnya kami telpon semalaman.Ya hari ini adalah hari ulang tahun dan itu berarti pesta topeng akan diadakan hari ini. Aku sudah menyiapkan kado untuk Lucas walaupun mungkin tidak ada artinya dengan hadiah-hadiah yang diberikan orang lain.Aku membuka pintu dengan kusut. Begitu pintu kamarku terbuka, Alex langsung membawakanevening dressmodel A-line berwarna merah dengan brokat di bagian atasnya. Sangat cantik."Anna, ini kiriman gaun dari Lucas. Pakailah."Aku segera membuka bungkusnya dan
Kilatan-kilatan itu datang kembali kala tante Clarissa memelukku, namun kali ini berbeda. Aku seperti melihat beberapa film pendek beruntut di pikiranku.Aku melihat seorang wanita muda dan ibu muda. Aku mendekatinya namun mereka tidak dapat melihatku. Wanita muda itu menggendong dua bayi di sisi kiri kanan tangannya sedangkan di belakangnya ada sebuah koper. Aku mengenali mereka. Tante Clarissa dan Ibu Margareth."Tolong jaga mereka. Saya akan mengirimkan uang sesuai keperluan sehari-hari berapapun yang dibutuhkan," kata tante Clarissa muda dengan wajah pucat dan mata biru terang di muka sebuah pintu kayu panti asuhan."Baik bu. Kami akan menjaga mereka," jawab ibu Margareth muda."Terima kasih banyak. Mohon jangan bosan kalau saya a
"Lucas, kenapa kamu harus ikut-ikutan? Yang bertanggung jawab atas Anna adalah aku. Urusi saja urusan pestamu!" kata Armando sambil memegang jas Lucas."Ini adalah pestaku. Anna adalah salah satu tamuku walaupun dia datang bersamamu. Aku tidak mau ada hal-hal buruk terjadi di pestaku," Lucas membalas memegang kerah baju Armando.Lucas menyadari kekesalannya dan pikirannya kalut antara harus bersandiwara demi patung kuno itu atau harus berterus-terang demi Anna. Dia pun melepaskan kerah baju Armando dari genggaman tangannya. Armando juga mengikuti langkahnya."Aku melihat cara memandangmu tadi Lucas. Bukan cara pandang seorang yang baru kenal yang sampai rela memanggil dokter dan menelepon driver demi 'seorang tamu'," Armando menatap Lucas langsung di depan matanya.
Alex segera masuk ke dalam dan duduk di sampingku. Dia terdiam dan aku teringat pada saat aku menyiramnya.Tidak seharusnya aku melakukan itu.Akhirnya aku berkata kepadanya dengan muka muram, "Maaf Alex, tadi aku menyirammu." Alex langsung memelukku dan menjawab, "Aku juga minta maaf sudah berteriak kepadamu Anna." Dia mengusap-usap rambutku lalu kami melepas pelukan masing-masing dan tertawa.Mama juga tertawa melihat kami lalu beliau memalingkan wajahnya untuk menatap Alex dan berkata, "Maafkan aku Alexander. Pasti berat bagimu mengetahui kenyataan dengan cara seperti ini." Alex mengangguk dan tersenyum serta berkata, "Setidaknya aku masih memiliki orang tua bukan?" Mendengar hal itu, mata mama berbinar-binar seperti ada secercah cahaya pengharapan.Mama berkata kepada kami, "Aku bersyukur masih bisa bertemu dengan