Share

Bab 5. Diskusi

Pertemuan terakhirku bersama Lucas dan Alex berlangsung lancar. Dia menjelaskan secara rinci rencana-rencana ke depannya untuk menemukan patung abu-abu itu. Awalnya memang agak sulit bagiku menerima kenyataan ini terutama mengingat bahaya-bahaya yang akan kuhadapi ke depannya. Tapi bagaimanapun juga aku harus berterima kasih kepada Lucas karena sudah menebusku. Kalau bukan karena dia, mungkin aku sudah bunuh diri karena harus melayani pria-pria hidung belang.

Setelah pertemuan itu, Lily pun mulai melatihku dengan keras. Aku diajari dasar-dasar beladiri. Awalnya badanku terasa sakit sekali, namun lama-kelamaan akhirnya menjadi lebih terbiasa. Aku mulai ditemukan dengan petarung-petarung yang ada di klan. Seing aku bercermin dan melihat bahwa otot-otot tubuhku mulai terbentuk.

Pagi ini adalah hari pertama aku kembali ke kampus. Jelas bukan hanya karena belajar, namun juga menjalankan misi. Aku juga mencari tahu tentang Armando beberapa hari terakhir sambil menjalani latihan fisik dengan Lily. Namun sayangnya aku tidak menemukan apapun tentang Armando di G****e ataupun social media. Aku hanya menemukan record akademiknya. Alhasil aku memutuskan akan mendekatinya berdasarkan instingku sendiri.

Aku belajar di Psikologi dan Armando di Kriminologi. Well,aku tidak terkejut dia ambil kriminologi. Dia kriminalnya. Ha ha ha. Tapi bagaimana aku mendekatinya? Lily kemarin berkata kalau aku harus mengetahui kebiasaannya dulu. 

Aku duduk di salah satu bangku kayu yang ada di dekat kantin fakultasku. Pikiranku melayang kemana-mana, mulai dari Lucas, misi, sampai dengan Armando. "Huft. Fokus Anna! Fokus Anna!" gumamku pada diri sendiri. AKu membuka binderku dan mengecek jadwal kuliah hari ini.

"Hi Anna. Kemana aja kemarin-kemarin. Kok ngga ke kampus?" seorang wanita tiba-tiba mendekatiku. Namanya Evie. Dia memiliki kulit putih, mata sipit serta rambut hitam pendek. Badannya agak gempal dengan dandanan yang sangat kasual. Dia satu-satunya orang yang paling dekat denganku di kampus. Dia tergolong jenius dan selalu mendapatkan IP 4 dan dia sangat baik. Dia selalu membantuku apabila aku tidak mengerti mata kuliah. Selain itu, dia juga sering meminjamkan catatannya apabila aku ketinggalan kuliah.

"Kemarin aku diculik orang, Vi," ceplosku.

Aku baru sadar aku keceplosan. Mataku terpejam dan berharap Evie tidak membahasnya, namun Evie sangat peka.

Evie terkejut dan bertanya, "Gimana ceritanya?"

Huft, aku harus mengarang cerita. Kujawab senatural mungkin, "Aku dalam perjalanan pulang kampus ketika tiba-tiba ada orang yang memegang lenganku dan menyeretku masuk ke dalam mobil secara paksa," Well, bagian cerita ini memang benar terjadi. Rasanya sulit untuk menceritakannya, tapi aku harus memberikan alasan senatural mungkin.

Aku melanjutkan, "Untungnya Alex waktu itu mau menjemputku dan dia melihatku diculik. Jadi dia bisa menyelamatkanku. Sejak itu aku sengaja menyendiri dulu untuk pulih dari luka trauma itu." 

"Alex memang charming," Evie berkata sambil bertopang dagu dan daydreamingAh aku lupa dia menyukai Alex. Ya sudahlah yang penting dia tidak curiga. Aku segera mencoba mengalihkan perhatiannya, "Evie,ada tugas pentingkah?"

"Ngga ada sih sejauh ini. Kamu sudah bicara belum sama administrasi karena kamu sudah 2 mingguan ngga kuliah?"

Aku mengangguk dengan percaya diri. Beberapa waktu lalu Lily, pelatihku, memberitahuku bahwa administrasi kampus sudah beres dan aku tidak perlu melakukan apapun. Mafia Magic katanya. 

"Oke. Jadi kita sekarang mau ada kuliah dengan mahasiswa kriminologi. Ke depannya, kata dosennya kita bakal dikasih tugas untuk interogasi narapidana bersama. Kita dari sudut pandang psikologi dan mahasiswa krimonolog dari sudut pandang kejahatan."

"Oh Baiklah." Aku kembali mengecek jadwal di binderku. Aku juga baru tersadar ada mata kuliah gabungan itu.

"Psikologi Krimonologi bukan nama mata kuliahnya?" tanyaku pada Evie.

Evie mengangguk. Aku melanjutkan, "Jadwal setelah ini mata kuliah itu?"

Evie mengangguk lagi.

"Oh my God, berarti aku selangkah lebih dekat dengan Armando," gumamku.

Aku harus segera menelepon Lucas. Aku melirik ke arah Evie, dia sedang memainkan hpnya.

"Evie, tunggu sebentar ya. Aku mau menelepon temanku."

Evie mengangguk. Dengan perasaan gugup, aku segera pergi menuju ke tempat duduk di bawah pepohonan rindang yang terkenal angker. Jadi banyak mahasiswa enggan duduk disitu. Kubuka hpku dan kucari nama Lucas.

"Halo Capo." 

"Halo Bella. Bagaimana disana? Sudah bertemu Armando? Apa kamu ingat wajahnya?"

"Tentu saja. Setelah kamu menghujani whatsappku dengan foto-fotonya," kataku kesal. Lucas terkekeh di sebrang sana. 

"Tapi tidak masalah foto-fotonya ada di hpku. Aku jadi sering bermimpi indah," kataku memancing Lucas. 

Lucas menghempaskan nafasnya cukup keras sampai aku bisa mendengarnya. Dia berkata, "Baiklah. Aku minta kamu tetap fokus dengan misi dan kalau terjadi sesuatu, aku atau Alex harus mengetahuinya. Jelas sampai sini?" 

"Apa dia cemburu?" Pikirku. Tapi ya sudahlah, bagaimanapun sekarang au bekerja untuk Lucas. Aku menjawab,"Baik Capo. Hari ini aku ada kuliah Psikologi Kriminologi dan aku rasa ini pertama kalinya aku bertemu dengan Armando."

"Kabar bagus Bella. Aku yakin kau bisa melakukannya. Terima kasih sudah memberitahu aku mengenai hal ini."

"Sama-sama  Capo."

***

Aku dan Evie sudah berada di ruangan kelas. Evie bersikukuh duduk paling depan namun aku menolaknya. Aku memilih duduk paling belakang. Akhirnya kami berdua bersepakat duduk di tengah saja. Beberapa mahasiswa sudah mulai berdatangan. Tentu saja ini menjadi ajang pencarian jodoh. Kapan lagi ada penggabungan kelas untuk dua program studi yang berbeda. Suasana menjadi riuh ketika mahasiswa-mahasiswa berkenalan dan berbicara satu sama lain.

Evie menyenggolku dan berkata, "Anna, kamu ngga mau kenalan dengan mahasiswa kriminologi?". Aku menggeleng. Aku tidak terlalu tertarik dengan pencarian jodoh atau apapun itu. Aku fokus menemukan Armando.

Evie menyenggolku lagi dan berbisik kepadaku, "Lihat belakangmu! Ganteng banget."

Aku kesal dengan Evie akhirnya kuputuskan menoleh ke belakang. Jantungku langsung berdegub kencang. Itu Armando.

Seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan kulit putih pucat, gaya rambut tousled hitamberantakan namun menarik, mata hitam tajam, hidung mancung lurus, dan bibir yang tipis. Dia memakai jaket kulit hitam yang dipadupadankan dengan kaos putih, jeans hitam, dan sneakers hitam. Armando menatap mataku ketika aku menoleh ke belakang.

Aku segera menghindari tatapannya. "Oh my God, aku harus gimana? Aku tidak pernah punya pengalaman mendekati laki-laki," teriak pikiranku.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan akhirnya aku memutuskan mencoba menajamkan pikiranku untuk mendengar pikiran Armando. Biasanya aku mengabaikan pikiran-pikiran di sekelilingku karena aku tidak mau itu mempengaruhiku. Alhasil aku hanya mendengar seperti desiran ombak dimana-mana.

"Dia sangat cantik." Aku terkejut mendengar pikiran Armando. Tapi itu hal bagus bukan. Dia mulai tertarik padaku. Lalu aku mendengar dia mulai berpikir kembali, "Tapi sepertinya dia sama seperti cewek-cewek lain yang mencoba merayuku dan tidur denganku."

Aku kesal sekali mendengarnya. Dipikirnya aku wanita bodoh. Kalau bukan karena misi, aku pasti akan menjauh dari pria narsis sepertinya. Fokus Anna! Fokus Anna!. Aku memilih untuk mengabaikannya sementara.

Perkuliahan mulai berlangsung dan dosen mulai menjelaskan lebih detail mengenai silabus dan detail-detail lainnya. Aku mulai sibuk menulis dan mencatat. Bagaimanapun aku harus sukses kuliah. Aku tidak mungkin bekerja untuk Lucas selamanya bukan? Jadi aku harus sukses dan membalas kebaikan Alex. Kalau bukan karena tabungan  100 juta yang kami dapat waktu kecil, aku tidak mungkin bisa kuliah.

Tiba-tiba kursiku digoyang-goyang dari belakang. "Apa lagi ini?" gumamku kesal.

Armando berbisik, "Hei hei kamu yang berambut panjang."

Aku menoleh kesal ke arahnya. Aku memang punya tugas untuk merayunya, tapi bukan pada saat kuliah. Mau tidak mau aku menoleh dan menghardiknya, "Stop! Ini sedang ada kuliah." 

"Aku tahu," bisiknya. Lalu dia memberikan kertas lipat kepadaku. Aku membukanya dan membaca tulisannya.

"Aku nanti pinjam catatanmu ya princess". Aku membacanya sekilas. Tulisannya rapi sekali, tidak seperti tulisan laki-laki pada umumnya. Aku mengabaikannya dan melanjutkan catatanku.

Kuliah berlangsung lancar dan akhir kuliah, dosen saat itu memberikan kami tugas. Dia berkata, "Baiklah. Karena ini penggabungan dua program studi. Saya mau kalian membentuk kelompok beranggotakan 4 orang. 2 orang dari Psikologi dan 2 orang dari Kriminologi. Kalian harus mencari kasus yang akan kalian pecahkan dengan kata lain kalian harus membantu kerja detektif seperti yang saya sampaikan tadi. Di akhir mata kuliah, kalian harus mempresentasikan tugas kalian dan nilai individu adalah nilai kelompok. Sampai sini jelas?"

Mahasiswa-mahasiswa mengangguk dan dengan kompak menjawab dosen,"jelas."

Dosen melanjutkan, "Untuk pembagian kelompok. Saya serahkan kepada ketua masing-masing jurusan. Tapi kalau saya hitung, jumlahnya genap. Berarti tidak akan ada orang yang tidak mendapatkan kelompok." Setelah mengatakannya. Dosen segera menutup kuliah pada hari itu dan pergi.

Setelah dosen pergi, di kelas langsung ramai ricuh masalah pembagian kelompok. Beberapa teman laki-laki mendatangiku dan berharap aku menjadi teman kelompoknya. Namun Evie menolak mereka semua. Walaupun aku pendiam, namun entah kenapa menurut Evie aku tergolong populer di kalangan teman laki-laki. Kata Evie beberapa waktu lalu, seandainya Alex kuliah juga, dia pasti juga akan populer. 

Aku teringat bagaimana Alex mengalah kepadaku dan berkata bahwa aku yang harus kuliah duluan. Aku menolaknya karena pikirku kalau dia tidak kuliah, maka aku juga tidak kuliah. Namun bukan Alex namanya kalau tidak keras kepala. Akhirnya kami mencapai kesepakatan kalau kami akan kuliah bergantian. Dan inilah keadaan kami sekarang, aku kuliah duluan, dia bekerja dan nanti akan berlanjut sebaliknya. Sebelum bertemu dengan Lucas, Alex bekerja di agen periklanan.

Armando mengguncangkan kursiku lagi. Aku menoleh kesal,"Ada apa lagi?"

"Mau ngga jadi temen kelompokku? Kamu sama temenmu bisa gabung."

Kulirik mata Evie berbinar-binar. Dia terlihat sangat senang. Sayangnya aku harus membuyarkan harapannya, "Kita ikut apa keputusan pak ketua jurusan aja, Vie."

Armano terlihat kesal dan mengangguk. Dia lalu berbicara dengan teman lainnya. Sedangkan Evie sendiri hanya terdiam. Aku tahu dia sependapat dengan perkataanku. Dosen sudah mengarahkan ketua jurusan yang akan membagi. 

Di sisi lain, aku pun juga kebingungan terhadap misi Lucas. "Bagaimana bisa aku menyelesaikan misi patung itu kalau aku aja ngga bisa basa-basi dengan Armando?" pikirku menyalahkan diri sendiri. "Belajar akting, Anna!" gumamku. Aku membuka hpku dan kucoba googling cara mendekati laki-laki, namun tidak ada yang cocok. Aku berpikir lagi, "Ya sudahlah, biar takdir yang menentukan." Aku hanya mengamati jalannya pembagian kelompok.

Setelah diskusi panjang lebar seperti rapat anggota DPR, akhirnya ketua program studi setuju bahwa pembagian kelompok akan diurutkan sesuai abjad. Ketua Psikologi akan membacakan dua nama dan disusul oleh ketua Kriminologi.

"Alyssa Devi. Annabeth Russo." Lalu ketua Kriminologi melanjutkan, "Armando Cassano. Ayden Bilal."

Sepertinya semesta melancarkan rencana Lucas.

Evie terlihat kesal karena dia berharap sekelompok dengan Armando. Dia berbisik kepadaku, "Selamat Anna. Kamu satu kelompok dengan orang paling ganteng di Kriminologi."

Aku tersenyum getir dan menarik nafas dalam-dalam. Ingat misi Anna! Ingat misi! Lupakan kenarsisannya.

Setelah pembagian kelompok itu, Alyssa segera mendatangi mejaku. Alyssa tipe Mean Girls  yang populer dan suka mendekati laki-laki. Melihat Alyssa datang, Evie segera menyingkir dan mengucapkan good luck kepadaku. Tak lama kemudian Ayden pun datang dan kami berempat segera menuju keluar dan mencari tempat duduk untuk mendiskusikan tugas kami.

"Hi Anna. Aku ngga nyangka kita akan sekelompok. Aku senang punya teman kelompok psikologi yang cerdas," katanya berbasa-basi denganku namun di pikirannya aku mendengar, "aku harus baik dengan Anna untuk memastikan dia tidak mendekati Armando."

Mendengar pikirannya, aku malah termotivasi sebaliknya. Well, kita lihat ke depannya Alyssa. Armando sepertinya sudah mulai tertarik kepadaku.

Armando memilih duduk di sampingku dan kulihat muka Alyssa terlihat kesal.

"Jadi namamu Anna. Akhirnya aku mengetahuinya," Armando terlihat mengangguk-anggukan kepalanya. Dia terlihat puas dengan hanya mengetahui namaku. Aku berpikir, "Dia mafia Anna, apa kau sadar cukup dengan mengetahui namamu, dia akan tahu segalanya tentangmu? Seperti Lucas lakukan. Background Check."

Perutku terasa melilit mengingat masalah background check itu. Kutebak tak lama lagi dia pasti tahu semuanya tentangku termasuk masa lalulu. Oh Alex, semoga kamu disana cepat menemukan pengkhianat klan. Kurasa tak akan sanggup menyembunyikan wajah di depan Armando terus menerus. 

Alyssa menimpali apa kata Armando, "Iya Armando. Kamu tahu? Anna mahasiswa yang cerdas, tapi kalau kamu mau tahu siapa Queen Bee Psikologi. Itu adalah aku." Alyssa memamerkan giginya yang barusaja diveneer.

Aku tertawa dalam hati dan kulirik Armando mulai kesal. Melihat kekesalannya, mungkin aku bisa menambahkan bumbu ke dalam percakapan ini, "Iya Armando. Dia Queen Bee kita. Kalau aku hanya Queen Ant. Tidak terlihat tapi sengatku tajam."

Armando melirikku dan berkata, "Sarkasmu lumayan juga." Alyssa melemparkan pandangan sebal ke arahku. Aku hanya tersenyum melihatnya.

Mungkin di kelompok ini, Ayden adalah mahasiswa yang motivasinya bersih menurutku. Dia hanya mau kuliah tanpa ada unsur drama di dalamnya.

 Ayden melihat ke arahku dan berkata, "Anna,  kau cerdas dan nilaimu bagus-bagus. Mungkin kau ada ide untuk case yang akan kita pilih?"

Armando dan Alyssa terlihat tertarik dengan pertanyaan Ayden kepadaku. Aku berpikir sejenak.

"Bagaimana kalau kasus pencurian?" kataku membuka diskusi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status