Share

Part 4. Menyusun Rencana

Mataku dan Alex sama-sama terbelalak lebar mendengar pernyataan Lucas. Sedangkan Lucas sendiri tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kami. 

"Ya, aku juga bisa membaca pikiran kalian. Jadi sebaiknya kalian hati-hati," kata Lucas melalui pikiran sedangkan dia masih tertawa keras.

Alex dan aku terdiam. Wajahku memerah mengingat momen-momen dimana aku membicarakan dia dalam hati mulai dari saat kami pertama kali bertemu sampai dengan beberapa menit sebelumnya.

"Malu!! aku ingin lenyap dari muka bumi ini," teriak pikiranku.

Lucas memandangi kami berdua. Dia menghentikan tawanya dan kembali kepada pembicaraan kami yang seharusnya.

"Baik. Back to topic," Lucas menghentikan semua pemikiran kami.

Aku dan Alex menarik nafas dan mengangguk tanda setuju. Saat ini kami hanya fokus pada apa kata Capo. Aku sendiri mencoba mengesampingkan rasa malu yang barusan menjalar ke seluruh tubuh tanpa hambatan.

Lucas melanjutkan, "Okay, for your information, di dunia ini ada beberapa mind reader dan kemampuannya bisa dikembangkan secara maksimal seperti halnya kalian belajar di Universitas. Namun ingat! Kalian harus menyembunyikan kemampuan kalian. Terlalu berbahaya apabila banyak orang mengetahui kemampuan kalian. Tidak ada satupun orang klan yang tahu bahwa aku, pemimpin mereka adalah mind reader.  Aku mengetahui pemikiran anak-anak buahku. Jadi aku bisa memenuhi ekspektasi mereka dan juga mengetahui kesalahan mereka."

Sambil berkata demikian, Lucas tersenyum sambil menatapku. Jantungku berdebar-debar namun aku memilih diam baik secara tubuh maupun pikiran.

Dia melanjutkan, "Di tempat ini kalian akan mendapatkan training fisik dan juga training untuk mengasah skill mind reader kalian. Training fisik jelas akan dilatih oleh pelatih kalian, namun untuk training mind reader langsung denganku. Sampai sini jelas? Ada pertanyaan?"

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Ya aku mengerti perkataan Lucas. Kulirik Alex. Alex tampaknya sedang berpikir keras. Dia mengernyitkan dahi lalu dia segera mengangkat tangan. Lucas mempersilakan dia bertanya. 

"Sejauh ini mind reader hanya kita bertiga. Training seperti apa? Untuk apa ke depannya skill ini? Aku sudah membuktikan aku bisa menginterogasi orang dengan skill yang ada sekarang."

Lucas mengangguk dan berkata, "Baik, aku akan menjawab beberapa pertanyaan. Pertama, kalau kamu ingin tahu. Mind Reader ada ditemukan dalam sejarah silsilah keluarga mafioso Sisilia. Itulah sebabnya, klan dari Sisilia sangat ditakuti di dunia karena seolah-olah mereka mengetahui semuanya. Ada seorang mind reader yang notabene adalah nenek moyang entah berapa generasi diatas kita disana menulis buku panduan untuk mind reader dan buku ini diturunkan turun-temurun secara rahasia. Aku mendapatkan buku ini dari almarhum kakekku ketika mengetahui kalau penerusnya adalah mind reader. Orang akan menganggap kita gila kalau kita tidak bisa mengontrol emosi dan mulut kita ketika menghadapi gelombang pikiran dari banyak orang"

Begitu mendengar pernyataan Lucas, pikiranku terbang ke masa kecil kami, bagaimana aku dianggap gila karena mendengar pikiran-pikiran yang datang seperti ombak apalagi kalau pikiran-pikiran itu menyangkut aku ataupun Alex. Kami bisa tiba-tiba melabrak mereka tanpa mereka mengeluarkan suara. Mereka menjadi kebingungan. Dan keadaan menjadi lebih parah seterusnya. Bahkan Bu Margareth pun sampai kewalahan menghadapi kami. Memori menyakitnya perlahan muncul satu demi satu. Aku diam mematung.

Lucas sepertinya memahami pemikiranku. Dia terus melihat ke arahku. Dia kembali menatap kami bergantian.

"Okay. Cukup akan kegilaan mind reader ini. Untuk training, nanti kalian akan mengetahuinya sendiri. Sekarang menuju pokok permasalahan kenapa aku membutuhkan kalian."

Lucas menghela nafas sebentar. Dia menoleh ke arah kulkas. Seketika kulkas terbuka dan botol-botol minuman melayang ke arah meja kami. Lalu dia melayangkan pandangan ke arah tumpukan gelas diatas kulkas dan gelas-gelas itu juga terbang melintasi ruangan menghampiri kami. Mulutku dan Alex ternganga. Pikiran kami tiba-tiba kosong melihat kejadian di luar ekspektasi itu.

Lucas tertawa melihat ekspresi kami dan berkata, "Itu adalah contoh pengembangan skill mind reader." 

Ekspresiku dan Alex masih sama, mulut terngaga tidak bisa berkata apa-apa.

Lucas terlihat kesal dan segera berkata, "Cukup! Tutup mulut kalian! Minumlah dahulu dan kembali fokus. Kita akan membahas masalah penting setelah ini."

Aku menarik nafas panjang dan berusaha kembali kepada kewarasanku. Aku dan Alex segera menuangkan minuman ke gelas kami masing-masing. Kami minum sepuasnya sampai kegilaan yang baru kami saksikan perlahan menghilang dari pikiran kami. Lucas melihat kami seraya tertawa geli.

Setelah kami selesai minum, Lucas memberikan clue untuk melanjutkan diskusi. Alex dan aku segera duduk dan memperhatikan dia.

"Baik. Saat ini sedang ada masalah besar dan baru aku saja yang mengetahui hal ini. Tahun lalu, kami menerima Patung Greywacke dari klan Adofo Mesir karena kami membantu menyelesaikan suatu case penting klan mereka. Patung Greywacke sendiri adalah patung yang berasal sekitar 500-600 tahun sebelum masehi dan itu adalah patung pemujaan kepada dewi Isis. Patung ini patung bekas milik bangsawan Perancis di tahun 1840-an. Tingginya sekitar 73 cm dan bentuknya Dewi Isis yang duduk di tahtanya. Well, Aku tidak terlalu peduli dengan backgroundnya tapi itu adalah kado dari klan Adofo dan harga lelangnya terakhir kali adalah 74 miliar rupiah di London."

"Lebih mahal hargaku!!!" Teriak pikiranku.

Lucas dan Alex langsung mengarahkan pandangannya ke arahku. Aku lupa mereka juga mind reader.  Lucas menggerakkan matanya ke atas tanda kesal, menghempaskan nafasnya, dan berkata ke arahku, "Kau mau kusamakan dengan benda mati?" katanya kesal. 

"Tolong hargai privacyku. Kalian tidak bisa seenaknya membaca pikiranku," kataku tidak kalah kesal.

"Bagaimana kami tidak mendengarnya kalau pikiranmu berteriak seperti itu?" sahut Alex. Aku terdiam mengangguk, "Maafkan aku. Boss, lanjut!"

Lucas kembali terlihat kesal namun seketika raut mukanya berubah agresif dan mengedipkan matanya ke arahku, "Kamu tidak perlu memanggilku boss. Cukup Lucas saja." Seketika wajahku terasa memerah dan kulirik Alex mengepalkan tangannya kesal.

"Capo! Dia adikku dan kau tidak berhak menggodanya!" Alex menatap tajam Lucas.

"Santai bro. Aku tidak menggodanya. Aku memang tertarik kepada adikmu," jawab Lucas santai.

Lucas mengambil segelas minuman dan meminumnya. Sejujurnya, jantungku terasa berdegub kencang mendengar pernyataannya.

Tidak lama kemudian Lucas melanjutkan, "Kalian bisa menghalangi seseorang mendengar pikiran kalian. Bahkan mind reader terhebat sekalipun tidak dapat membaca pikiran kalian. Itu ada tekniknya. Tapi itu bukan pembahasan saat ini."

Lucas bergantian memandangi mata kami berdua, "Kulanjutkan ya. Setelah kami menerima Patung Greywacke, aku memutuskan menyimpannya di kamarku supaya aman. Anggota klan tahu aku menyimpannya di kamarku. Namun Minggu lalu hilang. Masalahnya bulan depan, pimpinan klan Adofo yaitu Alfred Adofo sendiri akan datang kesini dan tidak mungkin aku bilang kepadanya kadonya hilang. Dia pasti sangat kesal dan bisa saja akan terjadi peperangan antar klan."

Aku berpikir sejenak dan memberikan pendapatku, "Tapi kan perangnya antara kalian saja. Kau punya banyak talenta berbakat dan senjata tanpa batas."

"Tidak semudah itu Anna. Kau tidak tahu kalau klan seperti kami memiliki hubungan erat dengan penguasa. Bahkan mereka sering meminta bantuan kami. Kamu pikir keuangan negara cukup membiayai berbagai macam kegiatan? Naif sekali. Bayangkan dua klan bertarung dengan memakai pengaruh masing-masing penguasa. Perubahan undang-undang, perubahan perjanjian bilateral, bisa jadi embargo ekonomi," Lucas menarik nafas dalam-dalam dan melanjutkan, "Makanya setiap ada barang berharga pemberian dari klan lain sebagai tanda kerjasama pasti aku simpan dalam kamarku. Sampai sini mengerti?"

Aku dan Alex mengangguk bersamaan. Lucas melanjutkan, "Jadi aku harus menemukannya sebelum Alfred Adofo kesini."

"Lalu apa yang bisa kami lakukan?" tanyaku kepada sang Capo.

"Kamarku dilengkapi penindai sidik jari dan iris mata. Dan yang memiliki akses hanya aku. Namun dari kamera cctv aku tahu ada yang masuk. Laki-laki tinggi sekitar 160 cm pakai pakaian full hitam dan wajah yang ditutupi. Aku percaya ada orang dalam yang membantu. Makanya aku seminggu ini banyak berkeliling dan memeriksa pikiran orang-orang. Ada beberapa orang yang kucurigai disini. Nah ini tugasmu Zac untuk memeriksa orang-orang itu secara diam-diam. Kau orang baru dan mungkin mereka akan lebih nyaman berbicara denganmu karena kau dianggap tidak tahu apa-apa. Dan buatmu Anna...," Lucas berhenti sejenak

"Aku menemukan rekaman CCTV di hari kejadian ada jejak mobil bukan dari klan Gambino, tapi dari klan Cassano. Klan Cassano memiliki hirarki lebih rendah dari kita. Namun mereka suka mencari masalah dengan kita dan kita tidak boleh underestimate mereka. Terbukti mereka berhasil menusukku malam aku bertemu dengan Alex. Untung Alex menyelamatkanku."

Lucas mengambil nafas dalam-dalam, pikirannya melayang-layang ke kejadian itu. Lucas menatap Anna dan berkata,"Tugasmu Anna adalah merayu Armando Cassano dan kalau bisa kau jadikan pacarmu. Susupilah keluarga musuh dan cari tahu keberadaan Patung Greywacke. Aku mengambil jalan itu karena Armando satu kampus denganmu hanya berbeda jurusan. Jadi lebih natural."

Aku terkejut. Beberapa saat lalu dia mengungkapkan ketertarikannya kepadaku dan beberapa menit kemudian dia berkata aku harus memacari orang lain yang notabene adalah lawannya. Tapi aku tak punya pilihan lain, bukan? Untuk itulah dia menebusku di tempat pelelangan. 

"Tidak Capo. Itu terlalu berbahaya. Aku tidak mau adikku jadi korban Cassano juga," jawab Alex tegas. 

"Alex, kita tidak punya pilihan lain. Makanya aku akan training kalian sekeras mungkin terutama Anna karena dia akan menjadi seperti agen. Aku berjanji Anna akan baik-baik saja dan kalau memang dia dalam bahaya, aku tidak masalah mengorbankan nyawaku untuk keselamatannya," kata Lucas menyilangkan tangannya sambil memandang tajam mata Alex.

Aku hanya duduk terpaku dan terdiam mengetahui nasibku ke depan. Alex menjawab Lucas kembali, "Kenapa bukan aku yang pergi ke keluarga Cassano? Aku bisa berpura-pura menjadi agen disana."

Lucas menjawab, "Kamu tahu tidak mudah masuk ke dalam klan kecuali ada undangan dari klan itu. Bahkan setelah masukpun, kamu masih harus training, beradaptasi, berbicara satu sama lain dan butuh waktu lama untuk mengetahui rahasia itu. Waktu kita hanya sebulan sampai patung itu kembali. Sedangkan melalui Armando, satu-satunya penerus keluarga Cassano, pasti tidak ada rahasia yang disembunyikan oleh Angelo, ayahnya. Semuanya akan diberitahukan kepada Armando dan tugas Anna hanya dekat dengan Armando dan membaca pikirannya, hmm, lebih tepatnya mencari pikiran Armando mengenai patung itu."

Mau tidak mau pernyataan Lucas itu memang benar. Satu-satunya jalan yang cepat adalah memacari ahli warisnya. Alex terdiam. Aku mencerna semua informasi yang datang kepadaku. Baiklah, karena ini melibatkanku, aku yang harus mengambil keputusan.

"Baik. Saya bersedia Capo."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status