Pagi itu, seorang gadis kecil bernama Paula Anderson sedang bermain di taman di lingkungan sekolahnya. Kelas mereka baru saja bubar dan dia sedang menunggu jemputannya.
Namun tiba-tiba ada seorang anak lelaki seusianya yang memanggil-manggil namanya di luar pagar sekolah. Lalu Paula pun mendekati anak itu, sambil berkata, "Hai ... ada apa kamu memanggilku?" tanya Paula kepadanya. "Ayo ikut aku, kita bermain di pinggir danau. Banyak ikan-ikan di sana," bujuk anak lelaki itu. "Tapi aku sedang menunggu Mami yang akan menjemputku," jawab Paula. "Hanya sebentar saja, kok. Ayolah!" Anak lelaki itu tak henti-hentinya membujuk Paula agar mau ikut dengannya. Bahkan anak itu menjanjikan akan memberikan banyak coklat untuknya. "Tadi ada seorang paman berkata kepadaku. Jika aku berhasil membawamu bermain di dekat danau. Dia akan memberiku beberapa batang coklat. Apakah kamu tidak mau?" sergahnya lagi. "Tentu aku mau makan coklat. Baiklah ayo kita pergi bermain di dekat danau." Paula pun mengikuti langkah anak lelaki itu, menuju ke sebuah danau di dekat sekolahnya. Suasana sekolah yang ramai, dimanfaatkan dengan baik oleh Paula. Sehingga dia dapat menyelinap ke luar dengan sempurna. Setelah berjalan agak jauh, keduanya pun sampai di dekat danau itu. Dari kejauhan seorang pria dewasa sedang membuntuti anak lelaki suruhannya yang berhasil membawa seorang gadis cantik. "Wah danaunya sangat indah!" puji Paula. Dia yang jarang di bawa piknik oleh kedua orang tuanya yang sibuk bekerja. Merasa terkagum-kagum dengan pemandangan yang ada di depannya. Anak lelaki kecil itu dan pria dewasa tadi, saling memberikan isyarat. Lalu dia pun berkata kepada Paula. "Tunggu sebentar di sini. Aku akan menjumpai paman untuk mengambil coklat darinya." "Kamu jangan lama-lama, ya! Aku takut jika sendiri. Aku juga harus cepat kembali ke sekolah. Mamiku pasti akan sangat khawatir kepadaku," ucap Paula. "Kamu tenang saja. Aku hanya pergi sebentar kok. Nikmati saja dulu pemandangannya." "Baiklah," sahut Paula, lagi. Lalu anak lelaki itu pun dengan setengah berlari, melangkah menuju pria dewasa itu. "Kerja mu sangat bagus! Ini bonus untukmu!" serunya kepada anak itu. "Ini satu kotak coklat untukmu." "Terima kasih, Paman. Tapi bisakah aku membagi satu coklat ini kepada Paula?" "Tidak perlu! Paman yang akan memberinya sendiri untuk Paula. Pergilah menjauh dari tempat ini secepatnya!" perintah pria itu sambil membentaknya. Anak lelaki itu segera berlari sekencang-kencangnya dengan membawa sekotak coklat untuk mengganjal perutnya yang kelaparan. Setelah menyadari jika anak lelaki itu telah pergi menjauh. Pria itu lalu mulai mendekati Paula dari belakang. Dengan cepat dia membekap hidung Paula dengan sapu tangan yang sebelumnya telah ditetesi oleh suatu cairan. Yang bisa membuat orang yang menghirupnya menjadi pingsan, seperti Paula saat ini. Pria itu pun segera membawa Paula masuk ke dalam mobil dan akan membawanya ke suatu tempat yang tak jauh dari danau itu. Mobil berhenti di sebuah rumah kosong. Pria itu segera membawa Paula masuk ke dalam rumah. Ternyata di dalam rumah itu, ada anak perempuan lain yang juga masih pingsan dan tak sadarkan diri. Sang pria lalu meletakkan tubuh Paula di atas kasur kecil di dekat anak perempuan itu. "Sisa satu orang lagi! Setelah ini, aku akan kaya raya!" serunya lalu ke luar dari rumah itu. Tak lupa dia mengunci keduanya di dalam sebuah kamar. Setelah itu, dia masuk ke dalam mobil dan mulai melajukannya, untuk mencari mangsa berikutnya. Ternyata Pria ini bekerja sama pada sindikat penjualan anak. Dia telah diiming-imingi uang yang banyak. Jika dia bisa mencari tiga gadis cilik berparas cantik, untuk dijual. Pria itu telah berhasil mengumpulkan dua orang. Tinggal satu orang lagi. Dia pun mulai mencari-cari mangsa baru. Kembali ke rumah kosong, Seorang gadis yang ikut terbaring di samping Paula mulai mendapatkan kesadarannya. Gadis itu bernama Mikha. Dia pun mulai terbangun. Lalu berkata dengan pelan, "Ini di mana? Aku sedang apa di sini? Ini tempat apa?" Mikha pun memandang sekelilingnya. Tempat ini sangat asing dengannya. Dia juga melihat seorang gadis seusianya, sedang tidur dengan nyenyak. Mikha baru menyadari jika kedua kaki dan tangannya telah diikat. Dia pun baru menyadari jika dirinya sedang diculik saat ini. Yang Mikha ingat, tadi dia sedang bermain sepeda di dekat rumahnya. Lalu tiba-tiba ada seorang pria yang mendekatinya, dan membekap mulutnya. Setelah itu Mikha tidak mengingat lagi apa yang terjadi. Mikha yang cerdik, mulai membuka simpul ikatan yang membelit kaki dan tangannya. Tanpa menunggu lama, semua ikatan di tangan dan kakinya terlepas dengan sempurna. Setelah itu Mikha tak lupa membuka ikatan di kaki dan tangan gadis yang berada di dekatnya. Dia lalu berusaha membangunkan gadis itu. Tak berapa lama sang gadis pun terbangun, lalu berkata. "A ... aku di mana?" serunya sambil memandang ke arah Mikha. "Akhirnya kamu bangun juga. Perkenalkan namaku Mikha. Kita sedang diculik saat ini." serunya kepada gadis itu. "Aku, Paula. Tapi kenapa aku bisa diculik? Tadi aku sedang bermain di sebuah danau dengan seorang teman. Kenapa aku bisa berada di sini?" tanyanya bingung. "Coba ingat-ingat lagi." ucap Mikha. Paula pun mulai menajamkan ingatannya. Dia pun lalu mengingat jika ada seseorang yang membekap mulutnya dari arah belakang saat dirinya asyik memandangi danau itu. Setelahnya, Paula tidak sadarkan diri. Tiba-tiba Paula menangis. Dia menjadi ingat kepada ibunya yang sedang menjemputnya ke sekolah. "Mami ... aku takut!" lirihnya sedih. Lalu Mikha mulai menguatkan Paula dengan memegang kedua tangannya. "Kamu tidak perlu takut. Ada aku di sini," ucap Mikha sambil membelai lembut rambut Paula. "Tapi aku sangat takut, Mikha." "Kamu tak perlu takut, kita adalah teman mulai saat ini. Aku berjanji akan melindungi mu." Mikha lalu mengulurkan jari kelingkingnya kepada gadis itu demikian halnya juga dengan Paula juga mengulurkan jari kelingkingnya kepada Mikha. Akhirnya jari kelingking kedua gadis kecil itu saling bertaut. Lalu mereka pun bergantian berkata, "Mulai sekarang kita adalah satu. Saling melindungi. Apa pun yang terjadi. Kita sahabat sejati selamanya!" janji Mikha dan Paula. Setelah berhasil menenangkan Paula. Mikha pun mulai mengajaknya untuk melarikan diri. "Paula, bagaimana perasaanmu sekarang? Tidak takut lagi, kan?" tanyanya kepada gadis itu. "Aku sudah tidak takut lagi, Mikha. Ayo kita segera ke luar dari tempat ini." ucap Paula kepada sahabatnya. Tanpa keduanya sadari disaat mereka saling berjanji tadi, dan saling menautkan jari kelingking, terjadi juga pertukaran energi dari tubuh mereka masing-masing. Sehingga Paula pun yang awalnya penakut, malah menjadi berani seperti saat ini. "Mikha, let's go! Kita harus cepat meninggalkan tempat ini!" seru Paula cepat.Langit biru di luar jendela tampak membentang luas, awan putih menggumpal bagai kapas, mengiringi perjalanan udara keluarga kecil Samuel dan Mikha menuju Jepang. Di dalam jet pribadi yang elegan dan nyaman milik ayah Samuel, suasana penuh kehangatan dan canda tawa anak-anak terdengar meramaikan kabin utama.Jeremias yang kini berusia lima tahun tampak antusias melihat pemandangan dari balik jendela. Dia duduk di kursi kulit yang empuk, mengenakan jaket hoodie bergambar dinosaurus dan memegang mainan robot favoritnya."Papi, kita sudah sampai Jepang belum?" tanyanya sambil menempelkan wajah ke jendela bulat itu.Samuel tersenyum dan duduk di sebelah putranya."Belum, Nak. Kita masih terbang, mungkin satu jam lagi kita akan mendarat di Osaka.""Aku mau naik roller coaster! Dan lihat dinosaurus kayak di film!" seru Jeremias penuh semangat.Sementara itu, Carol yang baru berusia dua tahun sedang duduk di pangkuan Mikha. Gadis kecil itu mengenakan dress bunga-bunga berwarna pastel dan seda
Mikha merasakan kebahagiaan yang luar biasa mendengar semua ucapan penuh kasih sayang dari orang-orang yang sangat berarti baginya. Dia tersenyum bahagia, merasa sangat diberkati memiliki keluarga yang begitu mendukung.Acara dilanjutkan dengan makan bersama dan permainan baby shower yang menyenangkan. Tamu-tamu menikmati hidangan lezat yang disediakan, dan Mikha merasa sangat puas melihat semua orang tertawa dan bahagia. Dia sungguh tak sabar untuk segera menyambut kehadiran Jeremias, bayinya yang sudah sangat mereka nantikan.Selama acara, Mikha merasa begitu penuh cinta. Tidak hanya dari Samuel, tapi juga dari keluarganya dan keluarga Samuel yang begitu mendukung. Dia tahu jika perjalanan mereka sebagai orang tua baru akan penuh tantangan, namun dengan dukungan dan kasih sayang yang diterima keduanya, yakin jika mereka akan melewati semuanya bersama.Setelah acara selesai, Mikha dan Samuel duduk di teras rumah, menikmati malam yang tenang. Mikha bersandar pada Samuel, menatap langi
Setelah satu bulan kembali dari bulan madu mereka di Mauritius, kehidupan Mikha dan Samuel terasa kembali normal. Namun, hari-hari terakhir ini Mikha merasa ada yang berbeda. Pagi-pagi, dia mulai merasakan mual dan kadang muntah tanpa sebab yang jelas. Awalnya, Mikha mengira itu hanya karena kelelahan atau pola makan yang tidak teratur setelah perjalanan panjang mereka. Tapi seiring berjalannya waktu, rasa mual itu semakin intens dan tak kunjung hilang.Pada suatu pagi, setelah terbangun dan merasakan mual yang cukup parah, Mikha memutuskan untuk memberi tahu Samuel. Dia duduk di tepi tempat tidur, menggenggam perutnya yang terasa tidak nyaman. Samuel yang baru saja selesai mandi keluar dari kamar mandi, terkejut melihat istrinya tampak begitu pucat.“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Samuel dengan cemas, menghampiri Mikha.“Aku ... aku merasa sangat mual,” jawab Mikha lemah, mencoba tersenyum meski wajahnya tampak jelas tidak nyaman.Samuel duduk di samping istrinya, menggenggam tangannya
Hari terakhir di Mauritius terasa seperti lembaran terakhir dalam buku cerita penuh warna. Mikha dan Samuel bangun lebih awal dari biasanya, menikmati kopi hangat sambil duduk berdua di teras vila, menatap matahari terbit yang perlahan mengintip dari balik horizon timur.“Gila sih, waktu di sini cepet banget berlalu ya,” ujar Mikha pelan sambil menyandarkan kepala di bahu suaminya.Samuel membalas dengan mengecup pelan kening istrinya. “Tapi semua momen yang tercipta di sini bakal abadi di ingatan kita. Dan hari ini, kita simpan yang paling manis untuk penutup.”Mikha menoleh dengan senyum penasaran. “Jadi kita ke mana?”Samuel hanya tersenyum penuh rahasia. “Pulau kecil. Di lepas pantai timur. Ada kejutan buat kamu.”Beberapa jam kemudian, mereka tiba di dermaga kecil, naik perahu motor yang membawa keduanya ke destinasi terakhir bulan madu mereka yaitu Île aux Cerfs, pulau eksotis yang seolah tercipta untuk cinta dan ketenangan.Begitu perahu merapat, Mikha terpukau. Pasir putih se
Hari masih pagi cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah tirai besar vila yang menghadap langsung ke hamparan danau tenang. Udara masih sejuk, aroma pohon pinus dan embun pagi merasuk hingga ke dalam kamar. Pasangan suami istri itu tadinya memutuskan melanjutkan tidur mereka. Tapi beberapa saat kemudian,Mikha membuka matanya perlahan dan mendapati Samuel masih tertidur di sebelahnya, tangan lelaki itu melingkar di pinggangnya dengan lembut. Dia pun tersenyum tipis, menatap wajah suaminya yang tampak damai.“Sayang,” bisiknya pelan, membelai rambut Samuel.Samuel mengerjap pelan, lalu tersenyum melihat Mikha di hadapannya. “Pagi, Cinta,” ucapnya serak karena baru bangun. Dia menarik Mikha mendekat, mencium keningnya perlahan.“Pagi juga,” jawab Mikha sambil menyandarkan kepalanya di dada Samuel. “Aku suka bangun seperti ini, dengan suasana yang tenang dan bersamamu.”“He-he-he.”Samuel tertawa pelan. “Aku juga. Rasanya seperti dunia hanya milik kita berdua di sini.”Mereka
Pagi berikutnya,Mentari pagi menyambut hangat di vila yang tinggali selama bulan madu di Mauritius, oleh Samuel dan Mikha. Aroma laut masih tercium samar, bercampur dengan harum teh hangat yang diseduh Mikha di dapur kecil vila. Hari ini mereka mengenakan pakaian yang sedikit lebih nyaman, Samuel dengan kemeja linen putih dan celana khaki, Mikha dalam gaun panjang pastel dan selendang tipis menutupi bahunya.“Siap ke Grand Bassin?” tanya Samuel sambil menyandarkan diri di ambang pintu, menatap Mikha yang tengah memakai anting kecil berwarna emas.Mikha mengangguk sambil tersenyum. “Aku udah penasaran sejak kamu cerita itu danau sakral.”Perjalanan menuju Grand Bassin atau Ganga Talao, danau suci di dataran tinggi Mauritius, memakan waktu sekitar satu jam. Jalannya menanjak, berkelok, dan penuh hutan hijau yang meneduhkan. Udara menjadi lebih sejuk begitu mobil mereka melewati gerbang masuk kawasan religius itu.Samuel menghentikan mobil perlahan. Di depan mereka, berdiri patung raks