Paula dan Mikha, mulai ke luar dari rumah itu melalui pintu belakang. Beruntungnya mereka, tidak ada seorang pun yang berada di dalam sana. Sehingga dengan leluasa keduanya dapat ke luar dengan cepat.
Kedua gadis itu lalu berlari-lari kecil menyusuri jalan setapak di belakang rumah itu. Paula yang tidak biasa berlari kencang mulai merasakan kelelahan. "Mikha, aku capek. Bisakah kita berhenti sejenak?" keluhnya kepada temannya. "Paula, kamu kok cepat banget kelelahannya? Padahal kita baru juga jalan sebentar." Lalu Mikha mencoba memberi semangat kepada Paula untuk lebih cepat berjalan. "Ayo ... kita harus cepat Paula. Nanti pencurinya bisa saja menyusul dan mengejar kita." seru Mikha sambil menggandeng tangan Paula dan membantunya untuk berjalan. Namun Mikha menjadi tidak tega melihat Paula yang terlihat sangat lelah. "Baiklah kita istirahat sebentar," ucap Mikha. Lalu mulai memapah tubuh Paula di bawah sebuah pohon yang rindang, untuk berteduh di sana. "Terima kasih, Mikha. Kamu sangat baik kepadaku. Haus ... aku sangat haus," lirihnya lemah. Mikha menjadi semakin kasihan melihat kondisi Paula yang sedang kehausan. Dia pun mulai melirik ke kiri dan ke kanan untuk mencari sumber air. Namun tidak ada. Dengan sangat menyesal Mikha berkata, "Paula ... maafkan aku. Di sini tidak ada air. Bagaimana kalau kita berjalan kembali." serunya lagi. "Tapi aku sangat capek. Aku tidak sanggup untuk melangkah. Pergilah sendiri." ucap Paula, pasrah. "Tidak Paula! Aku tidak mungkin meninggalkanmu!" serunya kepada gadis itu. Lalu dengan cepat, Mikha kembali memapah tubuh Paula, dan mengajaknya untuk kembali melangkah. Sementara sang pencuri. Terpaksa kembali ke rumah kosong itu karena dia tidak mendapatkan mangsa baru. Pria itu berniat menjual keduanya dulu untuk mendapatkan uang yang banyak. Namun alangkah terkejutnya dia saat sampai di rumah itu. Kedua gadis tadi telah hilang. "Sial! Mereka ke mana!" geramnya sendiri. Lalu pria tersebut pun mulai mencari di sekeliling rumah itu. Dia pun akhirnya menyadari jika kedua gadis kecil itu melarikan diri melalui pintu belakang. Dengan segera dia berlari dan mulai mengejar keduanya. Karena langkahnya yang panjang, sang pencuri dapat menemukan mereka dengan cepat. Dari kejauhan pria itu dapat melihat kedua gadis cilik itu sedang berlari. "Hei! Berhenti! Kalian mau ke mana!" teriak orang itu. Suara sang pencuri yang menginginkan mereka untuk berhenti berlari, juga ikut didengar oleh Mikha dan Paula. "Paula, ayo ... kita harus lebih cepat larinya!" seru Mikha kepada sahabatnya. Namun Paula yang sangat kelelahan sudah tidak dapat berlari lagi. Dia pun berkata kepada Mikha. "Mikha ... sepertinya aku sudah tidak kuat lagi. Berlarilah sendiri. Segera cari bantuan!" Jangan pedulikan aku." seru Paula cepat. "Aku tidak mungkin meninggalkanmu sendiri di sini, Paula! Nanti kamu bisa ditangkap olehnya." Mikha tetap saja khawatir. Dia tidak tega meninggalkan Paula. "Mikha, segeralah pergi. Cari bantuan secepatnya. Aku akan mengalihkan perhatiannya. Selagi masih ada waktu!" Paula tetap mendesak Mikha untuk secepatnya meninggalkan tempat itu. Pencuri itu semakin dekat kepada mereka. Mau tidak mau, Mikha terpaksa mengikuti apa yang dikatakan oleh Paula. "Baiklah, aku akan segera pergi dari sini. Tapi kamu tetaplah bertahan. Aku akan mencari bantuan secepatnya, dan akan segera menjemputmu di sini." Mereka pun kembali saling menautkan jari kelingking dan berjanji untuk selalu bersama-sama dan saling terhubung di mana pun mereka berada nantinya. Secara spontan, Paula memeluk Mikha dengan erat sebagai tanda perpisahan. Entah kenapa dia merasakan jika dirinya pasti akan sangat merindukan Mikha. "Hei! Jangan lari kalian!" Pencuri itu, ternyata sudah benar-benar berada di belakang mereka. Kedua gadis itu saling menganggukkan kepala pertanda mereka akan memulai rencana yang telah disusun. Keduanya berlari berlawanan arah. Paula berlari di daerah yang sedikit terjal. Semetara Mikha yang energik memilih berlari ke jalan raya. "Hei! Apa yang kalian lakukan!" teriak pencuri itu lagi. Dia seketika Menjadi bingung. Hendak mengejar siapa terlebih dahulu. Kemudian pencuri itu menganalisa dan mengamati cara berlari kedua gadis itu. Akhirnya dirinya memutuskan untuk mengejar gadis yang berlari di daerah terjal. Karena sepertinya gadis itu mulai kelelahan. "Tunggu! Mau ke mana kamu!" Teriakan pencuri itu, mengagetkan Paula yang kelelahan. Dia pun terjatuh berguling-guling dari bukit terjal berumput itu sampai ke tepi danau. Darah segar seketika mengucur dari kepala dan wajah anak itu. Bersamaan dengan itu, beberapa orang yang sedang duduk santai di pinggir danau buatan itu, mulai mengerumuni sang gadis dan mencoba untuk membawanya ke rumah sakit untuk melakukan pertolongan pertama. Anak lelaki yang tadi bersama Paula dan menjanjikan akan memberinya coklat, juga ikut menyaksikan tubuh gadis itu yang penuh dengan darah. Dia seakan tak percaya melihatnya. Anak laki-laki itu mencoba menjauh dari kerumunan orang dan berlari sekencang mungkin saat melihat tubuh Paula mulai diangkat dan dimasukkan ke sebuah mobil untuk dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sementara sang pencuri terlihat mengepalkan tangannya saat melihat tubuh gadis itu penuh dengan darah. Dia beberapa kali terlihat mengumpat. "Sial! Sial! Sial! Gagal sudah aku mendapatkan uang yang banyak!" kesalnya lalu mencoba mencari jejak gadis yang tadi berlari ke jalan raya namun tidak dia temukan juga. Mikha terus saja berlari, mencari bantuan untuk menyelamatkan Paula. Namun disaat dirinya berlari saat ini, tiba-tiba saja Mikha merasakan kesedihan yang mendalam. Sampai-sampai dia menitikkan air matanya. "Kenapa aku menjadi menangis begini?" tanyanya dalam hati. Mikha seorang anak yang periang. Dia sangat jarang menangis dan bersedih. Mikha tiba-tiba mengingat Paula. "Semoga Paula baik-baik saja dan bisa bertahan lebih lama lagi." Doa Mikha dalam hati. Dia pun memutuskan untuk lebih cepat berlari saat ini. "Aku harus cepat! Aku tidak mau terjadi sesuatu kepada Paula!" Sambil berlari, Mikha melirik ke kiri dan ke kanan namun tidak ada seorang pun yang bisa dia mintai tolong. Lalu tanpa di duga sebuah motor melintas kencang dari arah depan. Mikha yang berlinang air mata, tidak menyadarinya sama sekali. Dia pun terlempar jatuh ke tepi jalan. Kepalanya terbentur batu di pinggir jalan. "Bro! Kita menabrak anak itu!" seru orang yang membawa motor kepada temannya. "Iya, Bro. Ayo kita segera membawanya ke rumah sakit." Orang yang menabrak Mikha segera turun dari motornya. Dengan dibantu oleh temannya, mereka pun membawa Mikha ke rumah sakit. Tanpa pikir panjang lagi keduanya segera melajukan motor mereka ke sebuah rumah sakit. "Bertahanlah gadis kecil! Bro! Lebih cepat lagi bawa motornya." seru pria itu. Sementara Mikha telah pingsan dan tidak sadarkan diri saat ini..Malam hari, di sebuah apartemen mewah di pusat Jakarta,Jarot duduk di depan meja kayu besar dengan ekspresi tegang. Di sekelilingnya, beberapa pria berkacamata duduk dengan laptop masing-masing, jari-jemari mereka menari di atas keyboard dengan kecepatan luar biasa. Cahaya biru dari layar komputer menyinari wajah mereka, menambah kesan misterius di ruangan itu.Di layar utama, deretan kode berjalan cepat, akan tetapi setiap kali mereka mencoba masuk ke dalam sistem SPAD Corp, mereka selalu terhalang oleh firewall yang tak bisa ditembus.Salah satu pria, seorang peretas bernama Kevin, menghembuskan napas panjang. “Ini gila. Aku sudah mencoba lima metode berbeda, tapi sistem mereka seperti benteng yang tak tertembus.”Pria lain, Aryo, menggeleng frustasi. “Setiap kali kita hampir masuk, sistem mereka otomatis memblokir dan melacak keberadaan kita. Ini bukan sistem biasa.”Asisten Jarot mengetuk meja dengan jarinya, wajahnya terlihat semakin gelap. “Kalian ini profesional atau amati
Setelah makan siang bersama Mikha, Samuel melirik jam tangan mewah miliknya dan menghela napas. Sebenarnya sang pria ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama gadis itu, akan tetapi tanggung jawabnya sebagai CEO SPAD Corp memanggilnya.Samuel lalu berdiri dari kursinya dan merapikan jasnya. “Aku harus pergi sekarang, Mikha.”Mikha mengangguk pelan, sedikit kecewa, tapi dia juga mengerti kesibukan pria itu. “Terima kasih untuk pizzanya, Samuel. Dan juga untuk waktunya.”Samuel tersenyum hangat. “Kapan pun kamu ingin makan siang lagi, bilang saja. Aku pasti akan datang.”Mikha tersipu, dan Samuel merasa puas melihat ekspresi itu sebelum akhirnya berbalik dan keluar dari minimarket.Di luar, mobil sedan hitamnya sudah menunggu. Eki, asisten pribadinya, segera keluar dan membukakan pintu. “Selamat siang, Tuan Samuel.”Samuel masuk ke dalam mobil dengan satu tarikan napas panjang. “Siang, Eki.”Asisten Eki masuk ke kursi pengemudi dan mulai menyalakan mesin. “Kita langsung ke pertem
Beberapa waktu yang lalu,Pantai Indah Kapuk kala itu disinari cahaya keemasan saat Mikha duduk di tepi pantai, menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Tidak jauh darinya, Samuel dan Feivel berdiri, masing-masing memandang gadis itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan.Pertemuan mereka bertiga terjadi lagi secara kebetulan beberapa minggu yang lalu, ketika Mikha, yang bekerja di sebuah minimarket, secara tidak sengaja bertemu dengan kedua pria muda itu dalam sebuah acara komunitas bisnis. Samuel, CEO muda yang supel dan mudah bergaul, sepertinya mulai tertarik pada Mikha karena keramahan dan senyum manisnya. Sementara Feivel, yang ternyata adalah pemilik jaringan minimarket tempat Mikha bekerja, merasakan sesuatu yang berbeda setiap kali melihat gadis itu.Sejak pertemuan itu, baik Feivel maupun Samuel seakan berlomba-lomba untuk mendekati Mikha. Mereka bahkan sering mengunjungi minimarket tempat Mikha bekerja, meskipun dengan alasan yang berbeda.Di sebuah minimarket,Mi
Setelah pertemuan yang tak terduga di tepi pantai, Feivel akhirnya mengajak Mikha dan Samuel untuk makan malam di kawasan Pecinan yang ada di Pantai Indah Kapuk.“Pasti kalian belum pernah coba restoran ini. Masakannya khas Indonesia banget,” ucapnya Feivel, mencoba bersikap santai, meskipun dalam hatinya ada pergolakan emosi yang sulit dijelaskan.Mikha mengangguk antusias. “Wah, aku suka makanan Indonesia! Samuel, kamu suka makanan Indonesia juga, kan?”Samuel hanya melirik Feivel sekilas sebelum menjawab, “Tentu saja.”Mereka pun masuk ke dalam sebuah restoran bergaya klasik dengan lampion merah menggantung di langit-langit. Aroma rempah yang menggoda langsung menyambut mereka.Ketiganya duduk di meja dekat jendela, dengan pemandangan ke arah jalan yang dipenuhi cahaya lampu kota. Pelayan datang membawakan buku menu, dan Mikha langsung membukanya dengan penuh semangat.Namun, sesuatu yang aneh terjadi.Feivel dan Samuel yang duduk berhadapan mulai saling menatap tajam, seperti dua
Setelah beberapa saat berlalu, tangisan Mikha akhirnya reda. Dia menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Samuel masih membiarkan gadis itu bersandar di bahunya, tanpa mengatakan apa pun. Pria itu hanya membelai rambut Mikha dengan lembut, memberikan ketenangan dalam diam.Mikha perlahan menjauh, menyeka sisa air mata di pipinya, lalu menatap Samuel dengan mata yang masih sedikit memerah. "Maaf ya, aku jadi cengeng."Samuel tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, kok. Kadang, menangis itu perlu."Mikha mengangguk pelan. "Terima kasih, Samuel."Untuk membuat suasana lebih baik, Samuel tiba-tiba berkata, "Ayo kita jalan-jalan di tepian pantai. Udara sore di pantai ini cukup menyegarkan."Mata Mikha berbinar mendengar ajakan itu. "Serius? Apakah boleh?"Samuel tertawa lagi melihat antusiasmenya. "Tentu saja. Ayo."Mikha dengan cepat berdiri, lalu berjalan menuju bibir pantai. Tanpa diduga, dia langsung melepas sepatunya dan mulai berjalan tanpa alas kaki di atas hamparan pasir p
Setelah Mikha sepenuhnya sadar dan dokter memastikan kondisinya stabil, Samuel segera mengurus administrasi rumah sakit. Dia tidak ingin Mikha terlalu lama di sana. Begitu semua urusan selesai, pria itu kembali ke kamar rawat dan melihat Mikha sudah duduk di tepi ranjang, bersiap untuk pergi."Kamu sudah siap, Mikha? Kita akan keluar dari rumah sakit sebentar lagi," ucap Samuel lembut.Mikha menoleh dan tersenyum tipis. "Ya, aku siap kok. Terima kasih, Samuel. Kalau bukan karena kamu, aku nggak tahu apa yang terjadi tadi."Samuel menggeleng. "Aku cuma kebetulan ada di sana. Lagi pula, aku nggak bisa diam saja melihat seseorang dalam bahaya. Tapi ku sarankan lain kali jangan melewati jalan yang sepi, itu bisa menimbulkan kejadian yang tak terduga. Seperti yang kamu alami tadi."Mikha menatapnya sejenak, lalu berdiri. "Iya, Sam. Lain kali aku akan lebih berhati-hati lagi. Kalau begitu, ayo kita keluar dari sini."“Baiklah, Mikha.”Samuel pun menuntun Mikha keluar dari rumah sakit. Be