"Demeteria,itukah kau?" Demeteria tersenyum menyeringai,"Mengapa kau tampak linglung, Kakakku?" Alfred memastikan kembali bahwa wanita di depannya adalah adiknya sendiri,"Demeteria,kupikir kau sudah mati-" "Ya,inilah aku yang sekarang merasakan kehidupan yang berlimpah." Alena yang menyadari bahwa ada satu vampir di situ berusaha menyadarkan Alfred bahwa wanita yang ia sebut sebagai Demetria adalah sesosok vampir yang juga haus darah. "Sadarlah, Alfred, dia bukan adikmu!" Alfred terpaku, mencerna kata-kata Alena dengan serius. Matanya berpindah dari wajah Demetria yang tersenyum-senyum ke arah Alena yang tegang. "Tapi... tapi dia memiliki wajah yang sama... suaranya...," bisik Alfred, tatapan masih terpaku pada Demetria. "Aku merindukanmu,Kakak. Datanglah kepadaku-"potong Demetria. "Aku melihatmu di sini, Demetria. Seperti mimpi-" tandas Alfred yang semakin melangkah maju. "Ya,inilah mimpi yang mana kita tidak ingin bangun kembali. Tanpa harus terjaga." kata Demetria. Alena
Di tengah kekacauan yang mencekam, gemuruh langkah kaki memecah kesunyian pagi yang dipenuhi sinar menyengat itu. Terdengar seperti irama perang, langkah-langkah itu mengikuti pola yang tak teratur, tetapi penuh dengan ketegasan dan keberanian. Alena, pahlawan yang masih bertahan, berdiri tegak di tengah lapangan terbuka, matanya memancarkan tekad yang tak tergoyahkan meski dihadapkan pada gelombang kegelapan. Seketika, langit yang semula terang benderang menjadi saksi dari adegan yang luar biasa. Dari sudut-sudut kota yang gelap dan terlupakan, vampir-vampir keluar dengan tergesa-gesa, mencari tempat perlindungan dari cahaya menyilaukan itu. Mereka berhamburan seperti bayangan yang terbakar oleh sinar mentari, menyeret diri mereka ke dalam lubang-lubang gelap dan celah-celah bangunan yang menjulang. "ARRRRRRRRRGGGGGGGGHHHHHHHHH....." Raungan para vampir memekakkan telinga Alena dan kawan-kawannya.Di antara mereka, terlihat sosok-sosok yang dulunya menjadi pemimpin, sekarang terhuyu
Jenderal Nocturnus mengetahui bahwa Alena dan teman-temannya sudah berada di tangga kamar bangsawan.Dalam kegelapan yang menyelimuti ruangan kamar bangsawan, Jenderal Nocturnus menatap ke arah tangga dengan mata yang bersinar merah. Dia merasakan kehadiran Alena dan sekutunya, dan itu membuatnya merasa gelisah. Namun, kegelapan adalah teman setianya, dan dia merencanakan langkah selanjutnya dengan hati-hati."Sia-siakan mereka," gumam Jenderal Nocturnus kepada dirinya sendiri, senyum muncul di bibirnya yang pucat. "Mereka hanya akan menjadi korban berikutnya dari kekuatan kami yang tak terbendung."Dengan gerakan yang halus, Jenderal Nocturnus menggerakkan bayangan-bayangan di sekitarnya, mempersiapkan pasukannya untuk serangan berikutnya. Dia tahu bahwa Alena dan sekutunya bukanlah lawan yang bisa dianggap remeh, tetapi dia juga yakin pada kekuatan kegelapan yang melimpah yang akan menelan mereka.Dengan gemetar, para vampir yang setia menunggu perintah berikutnya dari Jenderal Noctur
(Banyak para pembasmi berjuang untuk menemukannya,termasuk keturunan Sang Pemburu Savory yang perkasa.)Mata hazel itu menangkap banyak informasi setelah sekian jam tidak menyadari bahwa takdirnya masih berjalan di masa kini.Ya,Lucius Damien pelan-pelan tersadar dari pingsannya setelah 12 jam lebih kehilangan kesadarannya.(Di mana aku?)Sang Lady berdiri di salah satu pilar yang tidak terkena matahari. Dia merasa sangat tidak suka dengan matahari karena ciptaan Surga itu bisa membakarnya dan membuatnya menjadi abu."Anda sudah sadar?" tanya Sang Lady dengan sopan. Lucius berangsuk sambil memijit-mijit pelipisnya yang terasa sakit."Kau siapa?" tanyanya,"...dan...mengapa aku berada di sini?Mengapa kau berdiri di balik pilar tembok itu?"Sang Lady menghela napas lalu berkata,"Kau lupa jika aku ini makhluk malam. Alasanku tidak merubahmu karena-""Karena apa? Dan mengapa kau,ugh...."Sekali lagi Lucius memijit kedua pelipisnya."Tuan Damien,aku tahu kau mungkin kebingungan. Awalnya aku h
Situasinya semakin rumit dengan keberadaan Elizabeth Celeste dan misteri di sekitar Mata Celeste. Lucius harus hati-hati memilih jalannya di tengah-tengah konflik dan janji-janji yang dibuat.Setelah peristiwa pertemuan dengan Elizabeth Celeste, Lucius pulang ke tempatnya untuk merenungkan semua yang telah terjadi. Di malam yang sunyi, bayangan tentang Liontin Mata Celeste dan kematian David Doe terus menghantuinya. Meskipun Elizabeth menuntut janji, Lucius tetap merasa perlu mencari tahu lebih banyak informasi.Dengan hati-hati, Lucius mencoba menyelidiki lebih dalam tentang sejarah Liontin Mata Celeste dan kemungkinan keterlibatannya dalam konflik yang melibatkan Elizabeth. Namun, setiap langkahnya dihadang oleh ketidakpastian dan ancaman yang mengintai dari kegelapan.Sementara itu, Elizabeth terjebak dalam pertarungan batin antara keinginan untuk melindungi Lucius dan keinginan untuk mendapatkan kembali Liontin Mata Celeste yang dicurigai telah jatuh ke tangan yang salah. Dalam keg
Kisah ini berlanjut dengan suasana yang penuh ketegangan dan dilema moral yang mendalam. Di tengah konflik dan misteri yang melingkupi Liontin Mata Celeste, Lucius dan Elizabeth terus berjuang dengan ketidakpastian dan ancaman yang mengintai. Lucius, dalam kebingungannya, memilih untuk merenungkan kejadian terakhir di rumahnya. Hantu masa lalu, termasuk kematian David Doe dan pertemuannya dengan Elizabeth, terus menghantui pikirannya. Keputusan untuk menyelidiki sejarah Liontin Mata Celeste merupakan langkah yang diperlukan, meski penuh dengan risiko dan ketidakpastian. Setiap petunjuk yang ia temukan tampak membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, dan bahaya terus mengintai di setiap sudut. Elizabeth, di sisi lain, terjebak dalam pertarungan batin yang sama rumitnya. Keinginannya untuk melindungi Lucius bertentangan dengan hasratnya untuk mendapatkan kembali Liontin Mata Celeste. Liontin ini dicurigai telah jatuh ke tangan yang salah, dan kekuatan misterius yang terkandung
Alena merasa cemas dan gelisah setelah perselisihan terakhir dengan Lucius. Ia merasakan kekosongan dalam hatinya, yang semakin hari semakin terasa menyakitkan. Di tengah kesibukannya, pikirannya terus berputar tentang hubungan mereka yang kini terasa renggang.Saat sedang melamun, ponsel Alena berbunyi, menandakan ada pesan masuk. Dengan hati-hati, ia membuka pesan tersebut dan mendapati pesan dari Lucius. Isi pesan itu penuh dengan ketulusan dan niat baik untuk memperbaiki hubungan mereka. Lucius menuliskan tentang rasa bersalahnya dan keinginannya untuk berkomunikasi lebih baik di masa depan.Membaca pesan tersebut, Alena merasa campur aduk. Ia merasakan kelegaan karena Lucius menyadari kesalahannya dan ingin berubah, tetapi juga masih merasakan luka dari perdebatan mereka sebelumnya. Alena merenung sejenak, mencoba memutuskan bagaimana ia harus merespon.Selama beberapa hari berikutnya, Alena merenungkan hubungan mereka. Ia menyadari bahwa kesalahpahaman dan kurangnya komunikasi t
Frank Flanders semakin cemas saat mengetahui bahwa beberapa artefak menghilang. Ia pun segera menemui Ketua Mafia yang juga menginginkan Liontin Vampir. Frank Flanders berjalan dengan cepat menuju Diagon Alley, jalanan sempit yang dipenuhi toko-toko sihir dan penuh keramaian. Pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran tentang artefak yang hilang. Sesampainya di depan sebuah kedai remang-remang dengan lampu gantung kristal yang memancarkan cahaya redup, ia menarik napas dalam-dalam dan mendorong pintu masuk. Di dalam, suasana terasa tegang dan misterius, dengan bisikan-bisikan lirih dan tatapan penuh kecurigaan dari penghuni lainnya.Frank melihat Ketua Mafia, seorang pria bertubuh tegap dengan tatapan dingin dan senyum setengah mengejek, duduk di sudut ruangan dengan beberapa anak buahnya yang mengelilingi meja. Frank menegakkan bahunya dan berjalan mendekat."Selamat sore, Ketua," sapa Frank, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang.Ketua Mafia menatapnya dengan pandangan tajam sebel