Adelais tampak kelelahan. Dia sudah tidak sanggup untuk berjalan lebih jauh lagi. Dia melihat sosok pria yang memiliki selera baju yang tinggi sedang mendekatinya dan mengatakan,"Adelais...". Seketika pria itu menciumnya di saat Adelais kehilangan kesadarannya.Adelais tampak kelelahan setelah melarikan diri dari kejaran para pembelot Templar. Namun Zaberisk merasakan aroma darah suci menggunggah hasrat vampirnya yang selama ini sudah bangkit sejak 300 tahun lalu."Adelais, beristirahatlah," Zaberisk berbicara dengan suara rendah yang menggema dari lorong bawah tanah yang gelap. Walaupun ia seorang vampir, dia tidak pernah melupakan etika dan rasa manusianya.Adelais menoleh, wajah pucatnya terbalut rasa takut dan penat. "Saya tidak bisa, Zaberisk. Jika mereka menemukan kita..."Zaberisk menghentikannya dengan satu tangan di bibirnya. "Kita akan baik-baik saja. Anda perlu istirahat. Saya akan menjaga."Dia menarik gadis itu ke pelukannya, mengatur napasnya yang terengah-engah dengan i
Ferrandus, yang duduk di kepala meja panjang, melihat para pembelot Templar yang berbaris di samping-sampingnya. Ada rasa tegang namun diimbangi dengan tekad yang kuat pada wajah setiap orang yang ada di ruangan itu. "Ferrandus, kita sudah tidak bisa lagi menunda ini," kata salah seorang dari mereka, seorang laki-laki berambut abu-abu bernama Bertrand. "Saya tahu, Bertrand," jawab Ferrandus, meraih sebuah peta besar Kerajaan Celeste yang terbentang di atas meja. "Kita harus masuk ke Celeste secepatnya. Tapi kita perlu memastikan setiap langkah yang kita ambil adalah yang terbaik." "Lalu apa rencanamu, Ferrandus?" tanya seorang wanita berjubah ungu bernama Isolde. "Rencana pertama, kita memerlukan seorang dalam. Seseorang yang sudah berada di dalam kerajaan dan bisa kita percayai," Ferrandus menjelaskan, menunjuk pada bagian dalam peta dengan jarinya. "Bagaimana kita bisa menemukan orang seperti itu?" tanya Bertrand skeptis, menggaruk jenggotnya. "Ada beberapa kontak yang bisa kit
"Aku akan memasuki istana sebagai pelayan. Dan kalian bisa melakukan pendekatan pada Raja Edmund Celeste. Dia hanyalah seorang pria tua-" sambil menjilati sepanjang gigi, Vivienne memberikan pengaruh kuat vampir yang baru saja diterimanya dari Tuan Muda Nocturnus. *** Vivienne, dengan wajah yang dipenuhi keberanian dan semangat, terus menjelaskan rencananya. Kamar yang dipenuhi teman-temannya hening mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya. Mereka semua tahu, dia akan mengambil risiko yang sangat besar. "Jangan lupa," kata Vivienne sambil mengangkat jarinya, "kita harus hati-hati. Raja Edmund mungkin tua, tapi dia cerdik. Dia tidak akan menjadi raja jika dia mudah ditipu. Dan dia tentu saja tahu tentang kita, kaum vampir." Sebuah bisikan gelisah menyebar di antara teman-temannya. Tapi tidak ada yang menyangkal atau menentang. Mereka semua tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk mereka mempengaruhi kerajaan dan membantu kaum mereka. "Saya berharap kalian semua memahami
Elizabeth mendengar bahwa utusan Templar menemui Ayahandanya untuk melakukan pernikahan. Elizabeth merasa cemas dan bingung mendengar berita tersebut. Kedatangan utusan Templar mengindikasikan sesuatu yang besar, dan pengaturan pernikahan oleh Ayahandanya pasti melibatkan alasan politik atau strategis. Elizabeth bertanya-tanya siapa pasangan yang telah dipilih Ayahandanya untuknya. Apakah dia seorang ksatria Templar? Atau mungkin dia anggota keluarga kerajaan lainnya yang memiliki hubungan dengan Templar? Dia merasa tidak nyaman dengan gagasan pernikahan yang diatur, tetapi dia juga tahu bahwa sebagai seorang putri, dia mungkin harus menyerah pada keinginan Ayahandanya untuk kebaikan kerajaan. Namun, Elizabeth juga berpikir bahwa dia mungkin bisa menggunakan situasi ini untuk keuntungannya. Jika suaminya adalah seorang ksatria Templar atau memiliki hubungan erat dengan mereka, dia bisa memanfaatkan posisi itu untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan pengaruh dalam politik dan
Para pendengar, yang berjumlah sekitar dua lusin, memandang Vivienne dengan campuran rasa takjub dan takut. Mereka adalah sekelompok manusia dan vampir, yang semuanya berkumpul dengan tujuan yang sama: merubah dunia mereka. Ada cahaya di mata mereka, cahaya yang ditempa oleh ketakutan dan harapan, yang membuat Vivienne merasa bersemangat dan berani. Vivienne adalah seorang vampir baru, dicap oleh Tuan Muda Nocturnus sendiri, seorang pemimpin kuat dalam dunia vampir. Dengan pengaruhnya, ia yakin bahwa dia dapat membawa perubahan yang sangat dibutuhkan. Vivienne pernah menjadi pelayan pribadi Raja di istana Celeste, tempat dia diperlakukan tidak lebih baik daripada budak. Namun, sekarang, dengan memori Adelais yang telah dipindahkan oleh Zaberisk, dia memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan baru ini. Setelah beberapa detik menatap pendengar, Vivienne bergerak. Dengan langkah pasti dan percaya diri, dia memasuki istana, siap untuk melaksanakan r
Pangeran Lucius baru pulang dari peperangan. Namun ia tidak mengetahui bahwa Adelais menghilang lama. Saat ia pulang berperang, ia terkejut bahwa Desa Templar telah luluh lantak. Ia teringat akan Adelais dan langsung pergi mencarinya,namun tidak ada satupun jejak yang terdeteksi.Buatkan situasi dramatis.Tak ada satu pun nyala api yang terlihat, hanya bayangan hantu dari apa yang pernah menjadi Desa Templar. Semuanya terbakar menjadi abu dan debu, bangunan-bangunan yang dulunya berdiri megah kini telah menjadi puing-puing yang hancur lebur. Aroma hangus yang kuat memenuhi udara, sebuah peringatan tentang kekerasan yang baru saja terjadi.Pangeran Lucius, seorang prajurit yang baru pulang dari peperangan, memandangi puing-puing tersebut dengan rasa sakit dan ketakutan yang memenuhi hatinya. Betapa kejamnya perang yang baru saja ia tinggalkan, dan betapa kejamnya kehancuran yang menantinya di rumah.Tapi ada satu nama yang berteriak dalam benaknya, satu rasa takut yang lebih besar dari
"Mereka... mereka mati dengan cara apa?" tanya Lucius, suaranya hampir tak terdengar. "Mereka bersimbah darah, Tuan." Jawab Jenderal Templar dengan suara penuh penyesalan. "Mereka mati dengan gagah berani, melawan hingga napas terakhir." Lucius merasa seolah-olah pisau tajam menusuk jantungnya. Mereka bersimbah darah. Gambaran itu menari-nari dalam pikirannya, membuatnya merasa seolah-olah ia tenggelam dalam lautan kepedihan. Tetapi di tengah rasa sakit yang tak terperikan, ia merasakan sesuatu yang lain juga membara dalam dadanya. Amarah. Keinginan untuk balas dendam. "Kami akan membalas, Jenderal." Kata Lucius akhirnya, suaranya terdengar lebih kuat. "Kami akan membalas Ferrandus. Biarkan mereka merasakan apa yang telah mereka perbuat kepada kita." Walaupun penuh kesedihan dan kehilangan, dalam matanya terlihat api yang membara. Pangeran Lucius Damien akan membalas, dan bagi Ferrandus, badai akan segera datang. Dalam suasana yang berat, Jenderal Templar hanya bisa mengangguk, me
Vivienne menahan nafasnya, merasa tertekan oleh kekuatan kata-kata Zaberisk. Sebagai makhluk abadi, dia telah melihat banyak hal terjadi di depan matanya, tetapi konflik batin ini adalah salah satu yang paling sulit dia hadapi. Dengan suara yang bergetar, dia menjawab, "Zaberisk, kau tahu aku selalu menghormati dan mempercayaimu. Semua pengorbanan, pertempuran, dan kesulitan yang kita hadapi bersama-sama, itu adalah bagian dari sejarah kita. Tapi, seperti yang kau katakan, aku memiliki suara batin yang bergetar. Ada bagian dari diriku yang terbelah, antara keinginan untuk membalas dendam dan keinginan untuk mencari keadilan." Zaberisk mendengus, "Keadilan? Apa yang kau maksud?" Vivienne menarik napas dalam-dalam, "Ketika aku menyatu dengan Adelais, aku mendapatkan kenangan dan emosi yang kuat darinya. Kekerasan hatinya, keinginannya untuk membalas dendam, itu semua menggema di kepalaku. Tapi aku juga merasakan keadilan. Aku merasakan kebutuhan untuk melindungi yang tidak bersala