"Apa? Yang benar kamu pernah melihatnya?" Hampir saja Bu Ningrum berteriak. Kemudian ia cepat-cepat menutup mulutnya dan kembali mempelankan suaranya.
"Iya, aku pernah melihatnya. Tapi aku sudah suruh Nayla buat kembalikan tusuk konde itu. Semoga saja sinden merah itu sudah enggak mengikutinya lagi."
"Nanti coba Mbak tanya sama dia ya, Wi. Biar Mbak juga suruh dia kembalikan benda itu. Lagi pula, desa kita sekarang seram, Wi kalau malam."
"Seram? Seram gimana, Mbak?"
"Beberapa hari yang lalu, ada kecelakaan di depan gapura desa. Dan korbannya langsung meninggal di tempat, kepalanya hancur remuk tertabrak truk."
"Astaghfirullah ... seram sekali, Mbak."
"Ini yang lebih seram, Wi!" seru Bu Ningrum.
"Apa, Mbak?"
"Sejak kecelakaan itu, setiap malam pintu rumah warga di ketuk sama seseorang. Tapi pas dibuka, enggak ada siapa-siapa. Ada yang bilang itu arwah korban kecelakaan," tuturnya dengan suara yang berbisik begitu pelan.
Dengan berjalan sedikit membungkuk, Nek Sami menuju ke pintu belakang.Mereka bisa melihat apa yang dilakukan Nek Sami dari tempat mereka berada. Tampak Nek Sami membuka kresek berwarna hitam itu lalu mengambil segenggam sesuatu berwarna putih.Kemudian Nek Sami menebarkannya di depan pintu belakang. Setelah itu Nek Sami berjalan menuju ke pintu depan. Ia melakukan hal yang sama.Sama halnya dengan Nayla, Angel pun tampak tak mengerti dengan apa yang dilakukan wanita tua itu.Angel merasakan hawa yang berbeda di dalam rumah Nayla. Tak seperti saat ia pertama kali datang.Angel mulai merinding. Beberapa kali ia mengusap leher bagian belakangnya.Setelah sesuatu bewarna putih itu sudah ditebarkan oleh Nek Sami, tak lama kemudian, terdengar suara teriakan seseorang seperti kesakitan."Saa ... kiiiiittt ....""Saa ... kiiiiittt ....""Saa ... kiiiiittt ...."Suara itu semakin terdengar seperti suara rintihan ses
"Bu, enggak apa-apa sekarang kita cerita ke Nayla tentang kecelakaan Wisnu?" tanya Ningrum pada ibunya."Lalu sampai kapan kita akan menyembunyikan ini, Ningrum? Kalau sampai Nayla dengar dari orang lain, nanti malah dia salah paham.""Ibu benar. Cuman, aku takut Nayla enggak siap dengar cerita ini, Bu, takut kalau dia malah sedih." kata Ningrum yang sangat mencemaskan Nayla."Kita coba jelaskan dengan baik-baik, Nduk. Ayo!" ajak Nek Sami pada Ningrum.Sementara itu ...."Eh, Nay, apa yang kamu bilang itu beneran?""Yang apa?""Kata kamu sosok di seberang jalan desa yang membuat kita semalam ketakutan itu Mas Wisnu, pacar kamu?"Nayla memandang lurus ke depan, menghembuskan napasnya hingga didengar oleh Angel."Aku enggak tau karena kemarin malam terlalu gelap. Cuman dari postur tubuh dan wajahnya mirip.""Tapi 'kan sosok kemarin malam itu wajah ya hancur, Nay."Saat Nek Sami dan Bu Ningrum berjalan m
Sinar mentari pagi yang terasa hangat menembus kaca jendela kamar. Membuat seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya pun mulai membuka kedua matanya pelan."Ahhh ... udah pagi. Jam berapa ya?" Rasti berusaha untuk duduk. Tampak kedua matanya yang masih ingin kembali terpejam.Saat ia melihat ke jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi, seketika dirinya langsung loncat dari atas tempat tidur."Wahh ... aku kesiangan."Ia langsung menguncir rambutnya yang panjang. Mengambil handuk di dalam tas lalu berjalan keluar kamar untuk mandi."Mbak, sudah bangun?""Eh, Mar, Mbah di mana?""Mbah lagi nyapu latar (halaman), Mbak Ras. Onok opo?" tanya balik perempuan yang seumuran dengannya. Perempuan tersebut bernama Marni. Tetangga yang bekerja untuk mengurus nenek Rasti.Sekilas Rasti mengintip dari tembok pembatas kamar dan ruang tamu. Pintu depan yang terbuka lebar membuat Rasti dapat melihat neneknya yang sedang
"Ayo, Ngel, kita ke gapura desa. Aku janjian sama adik Mas Wisnu di sana." Genggaman tangan Nayla membuat Angel tersadar dari lamunannya."Oh ya, Nay. Jalannya pelan-pelan dong, kan ini jalannya berbatu," ujar Angel pada Nayla yang menarik lengannya kuat.Nayla pun melepaskan tangannya. Kemudian mereka berjalan beriringan. Tampak wajah Nayla yang masih terlihat sedih.Tak lama kemudian, mereka berdua telah sampai di depan gapura desa. Nayla dan Angel menunggu di pinggir jalan. Sebuah pohon randu yang begitu besar tumbuh tepat di sisi kanan gapura. Ranting dan daunnya yang lebat membuat sekitarnya menjadi teduh. Nayla dan Angel pun menunggu adik Wisnu di bawah pohon randu.Hingga terdengar suara motor yang semakin mendekat. Nampak seorang laki-laki mengendarai motor moge berwarna hijau lengkap dengan jaket kulit dan helm.Gaya dan stylenya yang trend menyita pandangan mata Nayla dan Angel."Keren banget, Nay," ucap Angel yang terlihat kagum p
"Haaah? Jadi benar bola matanya hilang?""Iya, Bun. Kami menemukannya di dalam selokan kecil di dekat pohon randu.""Ya sudah sekarang cepat cuci bersih lalu bungkus pakai kain kafan. Dan cepat kalian kuburkan," suruh Bu Ningrum."Iya, Bun.""Mbak Nayla, biar aku saja yang beli kain kafannya," kata Aldo menawarkan dirinya."Iya, Do. Biar aku sama Angel membersihkan bola mata ini.""Biar Bunda bantu ya, Nay."Setelah membagi tugas masing-masing, Nayla dan Angel dibantu oleh Bu Ningrum membersihkan bola mata tersebut. Sementara Aldo segera keluar untuk membeli kain kafan."Nenek mana, Bun?""Nenek lagi di kebun belakang."Tak lama, Aldo pun tiba sambil membawa kain kafan."Mbak Nayla, ini kainnya.""Banyak banget, Do?""Iya enggak bisa beli sedikit. Ya sudah enggak apa-apa nanti disimpan saja, Mbak."Nayla, Angel, Aldo dan Bu Ningrum kini berada di ruang tengah. Me
"Oh ya, Mbak sudah tahu jalan pulangnya 'kan?""Iya aku sudah tahu kok, Do. Kamu kalau ada urusan duluan saja.""Oke. Aku pergi duluan ya, Mbak. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku saja."Nayla mengacungkan jari jempolnya pada Aldo."Angel, aku duluan ya," pamit Aldo melambaikan tangannya pada Angel."Hati-hati, Do."Suara moge Aldo terdengar memecah kesepian siang hari itu. Tanpa sepengetahuannya, sepasang mata terus menatap kepergian lelaki itu hingga sudah tak terlihat lagi."Ngel, kamu suka ya sama Aldo?" Nayla menyenggol lengan Angel ketika melihat temannya itu tak berkedip saat melihat kepergian Aldo."Apaan sih, Nay. Enggak kok," ujarnya yang sengaja berbohong. Ia menundukkan kepalanya menutupi rasa malunya."Kelihatan kok, Ngel. Kalau suka juga enggak apa-apa." Nayla terus menggodanya. Sambil Nayla menyalakan mesin motor maticnya."Hehehe ... tapi memang Aldo ganteng sih. Udah ah, ayo kita j
"Kita berteduh dulu aja ya? Dari pada basah semua?""Iya deh. Di pohon situ aja, Nay," tunjuk Angel pada sebuah pohon trembesi yang lebat dan besar.Nayla langsung mempercepat motornya menuju pohon. Saat Angel mengamati sekitar. Tiba-tiba dia melihat dengan jelas. Sosok sinden berkebaya merah dengan berlumuran darah di sekujur tubuhnya. Tengah berdiri beberapa meter tepat di belakang Nayla dan Angel.Membuat Angel tercengang. Tak dapat berkata-kata dan hanya melihat ke depan."Nay, i-i-ituuuu!" ucap Angel terbata. Sambil ia menepuk bahu Nayla."Ada apa?"Melihat Angel yang ketakutan Nayla menoleh ke belakang. Betapa kagetnya Nayla saat melihat sosok sinden itu tengah menatap mereka berdua.Kilatan petir membuat mereka terkejut dan menjerit. Nayla langsung menggandeng tangan Angel dan menariknya. Menuju sepedah motor matic yang terparkir di dekat pohon."Ayo naik, Ngel!" suruh Nayla sembari menyalakan motornya."Ta-
Seluruh bulu kuduknya merinding. Ia sadar jika seseorang yang berada di depannya saat ini pasti bukan seorang manusia.Degup jantungnya semakin berdetak cepat, seakan seperti genderang perang.Pelan-pelan Bu Ningrum mendongakkan kepalanya ke atas. Hingga kedua matanya melotot saat melihat seorang wanita berwajah pucat dengan kepalanya yang terus mengucurkan darah . Wanita itu juga tengah melotot melihat Bu Ningrum. Kedua matanya berwarna putih tak ada warna lain.Bu Ningrum terkejut. Darah terus menetes membasahi wajah Bu Ningrum yang tepat berada di bawah wanita itu. Seluruh tubuhnya seperti tak dapat digerakkan. Bahkan untuk menjerit memanggil Nayla pun ia tak mampu.Tiba-tiba, wanita pucat itu menunduk perlahan lalu membuka mulutnya lebar-lebar. Seperti dikendalikan sesuatu, Bu Ningrum juga ikut membuka mulutnya lebar. Dengan mata yang semakin membulat.Asap berwarna hitam pekat yang keluar dari mulut wanita di hadapan Bu Ningrum mas