Milly memang gadis idaman, sejak usia belia dia sudah bekerja untuk menghidupi ibunya walau kadang ibu tidak pernah menghargai usahanya karena apa yang Milly hasilkan tidak pernah cukup untuk ibu.
Milly sajikan nasi goreng yang tadi dia beli saat pulang dari tempat kerjanya, lalu dia duduk bersama ibu di atas tikar di rumah mereka yang teramat sempit itu.
"Tadi ada teman Ibu mampir kemari, dia butuh orang untuk kerja di Jakarta," kata ibu memulai obrolan.
"Siapa?" tanya Milly.
"Rado, dulu dia bartender di club tempat Ibu bekerja ...."
Milly tidak menanggapi lagi, dia agak malas kalau harus ingat semua masa lalu ibu.
Dulu ibu memang dikenal sebagai wanita malam, bahkan banyak orang mencemooh Milly karena pekerjaan Ibu itu. Mereka selalu bilang kalau Milly adalah anak haram yang lahir dari dosa yang ibu perbuat. Tentu saja itu membuat Milly sedih tapi kini dia sudah terbiasa dengan cemoohan itu.
"Dia punya teman di Jakarta, temannya itu pengusaha cafe, katanya butuh gadis dengan penampilan menarik buat bekerja disana, dia tahu bahwa kamu sudah beranjak dewasa, Milly! Mungkin dia berharap kamu mau ikut bekerja dengannya," lanjut ibu dan mulai melahap nasi gorengnya.
"Jakarta itu kan jauh, mana mungkin aku tinggalkan Ibu sendirian disini," sahut Milly.
"Pergi saja! Percuma kamu tetap disini temani Ibu kalau kamu tidak bisa hasilkan uang yang banyak!" kata ibu dengan nada sinis, ya ... dia memang selalu begitu bahkan terhadap putrinya sendiri.
"Aku akan cari pekerjaan lain, tapi disini saja! Gak akan sampai keluar kota, Bu!" kata Milly tegas, dia mencoba meyakinkan ibunya.
"Sudahlah, pergi saja ke Jakarta! Ini kan kesempatan langka, yang ibu tahu upah minimum disana sangat besar, jangan khawatirkan Ibu! Ibu akan lebih senang kamu bersedia menerima tawaran pekerjaan dari si Rado!" kata ibu yang sepertinya kekeh membujuk Milly untuk pergi ke Jakarta.
Tentu ini pilihan yang sulit untuk Milly, dia mau pekerjaan baru yang lebih menghasilkan banyak uang tapi dia tidak mungkin tinggalkan ibu sendiri dengan kondisi seperti sekarang ini Kini kembali mempertimbangkan, Milly berpikir keras.
"Pergilah! Rado butuh tiga orang, dia sudah dapat dua! Kalau kamu bersedia, kamu akan berangkat besok dan bisa langsung bekerja tanpa harus menunggu lagi!" kata ibu yang terus mendorong Milly untuk menerima tawaran itu, Milly masih ragu.
"Tapi Bu ...."
"Ibu akan senang kalau kamu mau terima tawaran itu!" sambar ibu, seolah ia yang ingin menerima alasan apapun dari Milly yang masih dan masih cukup ragu.
Milly dilema, dia tak tahu harus bagaimana.
"Gimana? Kalau mau, Ibu akan segera hubungi Rado," kata Ibu terus mendorong Milly agar berkata 'iya'.
"Kalau aku pergi ke Jakarta, siapa yang urus Ibu disini?"
"Aaaah, sudahlah! Jangan cemaskan hal itu! Satu-satunya hal yang membuat Ibu senang saat ini adalah kamu pergi ke Jakarta, dengan begitu kita bisa perbaiki kondisi keuangan kita!"
Milly pikirkan lagi berulang-ulang hal ini dalam benaknya, dan dia pikir apa yang ibu bilang ada benarnya juga. Kalau dia bisa menghasilkan uang yang lebih banyak, mungkin ibu bisa mendapat pengobatan lebih baik dan bukan tidak mungkin kalau ibu bisa sembuh dari penyakitnya ini, walaupun kemungkinannya sangat tipis.
***
Ternyata Milly setuju dengan tawaran itu.
Besoknya Milly temui Rado di sebuah cafe, Rado, pria 40 tahunan itu tampak senang dengan keputusan Milly."Terimakasih banyak ya, saya memang butuh gadis manis seperti kamu! Teman saya butuh karyawan yang bisa menarik minat dan perhatian pengunjung," kata Rado sangat welcome dan tak henti-hentinya dia tatap Milly dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dan jujur saja hal itu membuat Milly jadi merasa risih.
"Apa benar gaji disana lebih besar dari pada gaji standar disini?" tanya Milly.
"Oh tentu, gaji pokoknya besar dan kamu bisa dapat uang lebih dari pengunjung kalau kamu beruntung, semacam uang tip," kata Rado lagi semakin menguatkan niat Milly.
"Heum ... baiklah!"
"Jadi keputusanmu sudah bulat?" yakinkan Rado. Saat mendengar keputusan Milly, wajahnya begitu bahagia seperti baru dapat jackpot saja.
"Iya, saya mau!" Akhirnya Milly sudah mengambil keputusan.
Rado sangat senang, dia yakin kalau temannya yang ada di Jakarta akan sangat senang juga dengan sosok Milly. Milly memang gadis yang menarik hanya saja dia tidak terlalu mementingkan penampilannya.
"Syukurlah, kita akan berangkat sore ini. Siapkan barang-barang penting yang mau kamu bawa, CV juga ya untuk dokumen, karena bekerja di Jakarta butuh surat lamaran pekerjaan yang lengkap!"
"Iya."
"Ya sudah, sekarang kamu pulang, persiapkan dirimu, nanti sore saya jemput kerumah ya, kita akan naik pesawat, saya sudah pesan tiketnya."
Milly bangkit, dan setelah memberi salam dia pergi. Dan selepas Milly pergi Rado menghubungi seseorang, mungkin temannya yang di Jakarta.
"Halo bos, gue udah dapat tiga! lo pasti senang!" kata Rado puas.
Andai saja Milly tak cepat-cepat pergi, Rado seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi keputusan sudah diambil, Milly sudah cukup yakin dengan keputusannya.
Milly kembali pulang ke rumah ....
Milly kemasi barang-barangnya, sebenarnya dia tidak begitu yakin tapi demi gaji yang lebih besar dia kesampingkan keraguannya."Jaga diri baik-baik!" kata Ibu sembari membantu Milly memasuk-masukan pakaian ke dalam tas besar Milly.
"Iya, Bu," sahutnya.
"Kalau nanti ada pria yang menggodamu, jangan di layani! Fokuslah pada pekerjaanmu!" kata ibu lagi.
Milly hanya mengangguk pelan, tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Seumur hidup, baru kali ini Milly meninggalkan ibu.
"Walaupun dulu Ibumu ini orang gak bener, tapi Ibu ingin kamu jadi orang baik dan punya kehidupan yang baik pula, cuma kamu ... yang bisa Ibu harapkan!"
Entah kenapa, tak seperti biasanya ibu bicara pelan seperti ini. Sepertinya dia juga tak kuasa menahan haru karena selama ini Milly tidak pernah jauh darinya.
"Do'akan aku ya, Bu!" kata Milly sedikit terdengar lirih.
Ibu hanya mengangguk, lalu kemudian ibu berpaling, dia tidak ingin Milly melihat rasa haru dan sedihnya.
"Kalau ada apa-apa, segera hubungi aku! Semoga aku bisa menghasilkan uang yang banyak disana! Dengan begitu, Ibu bisa jalani perawatan terbaik dan secepatnya penyakit Ibu ini akan hilang, biar kita bisa bersama-sama lebih lama lagi, sampai nanti!" kata-kata Milly semakin membuat ibu sedih tapi dia tidak berusaha menunjukannya. Milly juga tak kuasa menahan air matanya.
"Aku udah titipkan Ibu sama Bu Marta, dia akan mengawasi Ibu, kalau ada apa-apa jangan sungkan meminta bantuannya," tambah Milly.
Ibu hanya mengangguk lagi.
GAP! Milly peluk punggung ibunya, dan ibu merasakan airmata Milly membasahi punggung ringkihnya, dia juga tak kuasa lagi menahan haru.
"Jaga dirimu baik-baik! Jangan seperti Ibumu ini! Kamu harus dapat pria yang baik yang kelak bisa memberi kehidupan yang layak untukmu!" kata ibu diantara isak tangis.
Milly masih mendekap Ibu dengan erat, dia ingin habiskan sisa waktunya bersama ibu sebelum benar-benar pergi ke Jakarta.
Walaupun sehari-hari ibu selalu bersikap ketus padanya, tapi Milly sangat menyayangi ibunya. Milly tak ingin kehilangan sedetikpun momen sebelum dia pergi jauh menyebrang pulau dan lautan ke rantau, hanya tinggal beberapa jam lagi.
Hampir semua karyawan sudah meninggalkan area kantor, hanya tinggal beberapa orang saja. Milly menunggu Budi, beberapa hari terakhir Milly memang sering menumpang pada Budi.Tora dan Dhani kembali mengintai Milly, Tora tampak sangat bernafsu untuk balas dendam pada Milly. Dia memang sangat marah saat Milly kabur dari clubnya bahkan Milly sudah melibatkan Richie, dan Tora merasa itu sebuah ancaman nyata karena Richie menaruh saham di Clubnya."Jadi, rencana kita apa bos? Beneran kita mau nyulik dia?" tanya Dhani yang setia menemani Tora."Kita pantau dulu, kita cari tahu dimana dia tinggal, atau kalau situasinya memungkinkan, kita langsung culik dia!" kata Tora, pandangannya tak lepas dari Milly.Milly masih menunggu, tiba-tiba Feri yang lebih dulu menghampirinya, Feri sudah siap dengan motor sportnya. Semakin hari dia semakin jelalatan. Milly tahu kalau Feri memang punya maksud busuk, Milly makin dan semakin skeptis saja terhadap pria 30 tahunan itu.
Di sepanjang perjalanan menuju rumah kontrakannya Milly merasa takut, dia merasa ada yang mengikutinya. Tapi saat dia toleh ke belakang, jalanan gang itu masih sepi, tidak ada seorang pun di belakangnya.Sore ini dia dilanda paranoid yang hebat, kata-kata Rado terus terngiang di kepalanya sejak tadi.Akhirnya dia sampai di depan rumahnya kontrakannya, dia segera masuk lalu segera mengunci pintu rapat-rapat. Milly tarik ponselnya dan segera menghubungi Ibunya di Batam."Milly ...." sapa ibu dari sebrang sana."Bu, Ibu baik-baik saja kan?" tanya Milly penuh kepanikan dan kekhawatiran."Baik, ini ibu lagi makan, bu Martha membuatkan sup ayam, enak sekali.""Oh, syukurlah," Milly agak bernafas lega, ternyata tidak terjadi apa pun pada ibunya."Kamu sudah makan?""Sudah, Bu.""Milly, jaga dirimu baik-baik ya!""Iya Bu, kalau ada apa-apa, ibu cepat-cepat hubungi aku ya!""Iya, cepat-cepat kirimi ibu uang ya, ada
Malam terakhir ini terasa begitu lamban untuk Milly. Apa yang terjadi malam ini mungkin tak akan pernah Milly lupakan sepanjang hidupnya.Bagaimana Richie menatapnya, bagaimana Richie menggenggam tangannya, bahkan Richie membiarkannya duduk di atas pangkuannya tadi. Tak hanya itu, bahkan Richie melingkarkan tangannya di perutnya tadi dan satu lagi, berkali-kali berbisik mesra sampai embusan nafasnya membangunkan bulu kuduk Milly berkali-kali.Imbasnya, Milly tak mampu tidur malam ini. Padahal besok pagi ia dan seluruh rekannya harus bersiap untuk kembali pulang ke Jakarta.Milly masih membuka matanya di gelap malam. Hanya ada cahaya rembulan yang masuk dari jendela resort yang sengaja tak dipasangi tirai. Arini dan Budi sudah sangat pulas bahkan suara dengkuran Budi sudah terdengar lantang, tanda Budi sedang benar-benar menikmati waktu istirahatnya.'Ya Tuhan, bagaimana kalau aku sampai jatuh cinta dengannya? Itu kan naif sekali? Benar-benar naif! Ayo Mil
Pestanya cukup meriah, banyak tamu-tamu penting hadir disana, Milly merasa kikuk.Dan yang mengejutkan, ternyata Daniar dan Abdi hadir juga sebagai tamu disana. Richie hancur lagi, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia hanya berusaha terlihat tenang.Alana dan Julian juga terlihat khawatir dengan situasi ini, ternyata benar Daniar ada dan mereka tahu betapa hancurnya hati Richie saat ini.Tapi Alana dan Julian malah sengaja meninggalkan Richie dan Milly berdua saja, mereka ingin Daniar melihat kebersamaan Richie dan Milly."Kami ada disana yaa! Semoga kalian berdua bisa menjalin kehangatan bersama!" kata Alana lalu menarik tangan Julian jauh-jauh, Milly semakin kikuk saja.Dan tak lama Edo datang menyambut kedatangan Richie, Milly hanya sembunyi di balik punggung kokohnya, dia masih merasa malu dan kikuk."Bos besar akhirnya datang juga," sapa Edo lalu mereka bersalaman."Kelihatannya banyak tamu penting malam ini," kata Richie agak sarka
Para staf masih asik bermain di Luwus Camp ini. Ada yang asyik menantang adrenalin dengan bermain flying fox ada juga yang menapaki trek terjal dengan ATV.Tidak dengan Milly, dia ingin beristirahat total, dia menepi di saung bambu sendiri. Arini dan Budi malah sibuk bermain seperti anak kecil, Milly hanya memperhatikan dan dia jadi ketawa-ketawa sendiri melihat tingkah kedua rekannya itu.Alana datang menghampiri dan Milly cukup terkaget dengan kedatangannya."Kenapa kamu gak ikut main?" sapa Alana yang langsung duduk bergabung dengan Milly. Walau sempat cemburu, tapi Alana tetap bersikap baik pada Milly."Heum ... saya takut dengan ketinggian, hehe," sahut Milly lalu nyengir dengan malu-malu."Sama berarti yaa," Alana mencoba akrab dengan Milly."Pak Richie sama pak Julian kemana?" tanya Milly."Tuh, mereka rebahan di saung bambu, mungkin mereka ketiduran."Milly mencari sosok kedua bosnya dan dia lihat mereka memang tampak bersantai
Walaupun hanya diikuti oleh beberapa orang saja tapi employe gathering ini terasa begitu menyenangkan.Hari ini mereka bersepeda di sekitar Luwus Camp. Mengayuh pedal menyisir jalan kecil dengan pemandangan hamparan sawah yang menghijau di sisi kanan kirinya, udaranya pun terasa segar dan menyejukan jiwa.Milly tidak terlalu pandai bersepeda, dia lumayan tertinggal jauh dari teman-temannya.Ini seperti jadi kesempatan untuk Alya untuk menyabotase Milly yang akhir-akhir ini membuatnya kesal karena dianggap dominan dan sok cari-cari perhatian.Alia melambatkan kayuhannya, sampai Milly berhasil menyusulnya, mereka pun kini sejajar."Ayo bu Alia, semangat!" kata Milly yang sudah tampak kecapean, Alia mensejajarkan lagi laju sepedanya dengan Milly."Ada banyak sekali yang mau saya bicarakan dengan kamu!" kata Alia."Oh ... iya silakan bicarakan sekarang, Bu!" sahut Milly sembari menjaga konsentrasi untuk mengayuh."Kamu suka goda-goda
Mereka sepakat untuk pergi ke Tanah Lot dengan mengendarai sepeda motor sewaan. Milly tak menyangka kalau dia akan dapat liburan yang penuh kejutan seperti ini. Saat berboncengan dengan Richie, Milly benar-benar tak bisa mengehentikan deburan hasrat. Dia merasa begitu istimewa.Kini Milly takut karena Richie memacu tunggangannya dengan kecepatan yang cukup tinggi, tapi dia juga tak berani memeluk Richie, atau sekedar perpegangan pun dia tak kuasa, dia merasa canggung dan takut dianggap tak tahu diri."Pegangan!" kata Richie sambil menoleh ke belakang, Milly masih malu, dia hanya memegang pinggang Richie tapi Richie malah menariknya sampai tangan Milly melingkar tepat di perut sixpack nya. Sungguh-sungguh membuat hatinya dag dig dug ser.Deg deg deg, Milly sampai tak bisa mengendalikan frekuensi detak jantungnya sendiri, yang dia alami saat ini benar-benar terlalu manis untuk dilewatkan begitu saja.'Ya Tuhan! Kenapa dia perlakukan aku seperti ini? Bagaimana k
Hari ini semua pegawai di kantor tampak sangat bahagia, baru saja bos besar mereka yakni Aria Widjaya yang notabene adalah ayahnya Richie mengumumkan rencana liburan ke Bali untuk seluruh karyawan, tak terkecuali untuk para pegawai kebersihan juga. Milly, Budi dan Arini sangat bahagia menyambut kabar bahagia itu."Waah, liburan ke Bali ...." kata Budi girang."Baik banget ya big boss kita, makin sayang deh sama perusahaan ini," sahut Arini.Milly juga sangat senang karena angan-angannya untuk berlibur ke pulau Bali sebentar lagi akan terwujud. Sebagai gadis biasa yanh hanya mengisi hari-harinya dengan bekerja dan berangan-angan, rencana liburan ke Bali seperti sekarang ini adalah seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Terkesan berlebihan tapi itu memang benar adanya."Kapan kita berangkat?" tanya Milly antusias."Katanya sih lusa, waaah, jadi gak sabar ya," sahut Arini tak kalah bahagia padahal dia sudah sering mengikuti employe gathering sepe
Hari ini Milly tidak masuk kerja, Kakinya masih sedikit bengkak, Milly tidak ingin mengambil resiko jika dia paksakan untuk terus bekerja.Dia hanya rebahan di tempat tidurnya ditemani beberapa cemilan untuk mengganjal perut.Saat sedang melamun dan bersantai tiba-tiba ada pesan masuk, dia lihat itu dari Rado. Hatinya mulai kembali resah, dia jadi tak enak hati.[kamu cari mati!] begitulah isinya.Sontak perasaannya jadi semakin resah, dia benar-benar takut. Walaupun pesan dari Rado sangat singkat tapi itu benar-benar membuatnya ketakutan.Milly mencoba menghubungi nomor itu tapi dalam sekejap nomornya sudah tidak bisa dihubungi, itu semakin membuatnya khawatir.'Ya Tuhan, bagaimana kalau Bang Rado mencariku? Huh, kenapa perasaanku gak enak begini yaa?'Dan Keadaan di kantor jadi terasa hampa karena Milly tidak masuk hari ini, itulah yang tiba-tiba dirasakan Julian. Sepertinya dia benar-benar terjerat pesona Milly yang sederhana. Dia