Sore hari di pantai Melur, pantai dengan pasir putih dan air biru jernih yang terletak di pesisir kota Batam. Pantai ini memang tidak seramai pantai-pantai ikonik lainnya seperti Kuta yang rame oleh pelancong asing, tapi pantai Melur ini cukup ramai dikunjungi para wisatawan domestik yang membutuhkan waktu bersantai bersama keluarga.
Milly memandangi birunya air yang terhampar sejauh mata memandang, hari ini rumah makan yang dia jaga sangat sepi pengunjung, makanya dia bisa berleha-leha untuk sejenak.
Saat menatap hamparan laut itu banyak sekali yang dia pikirkan. Namun, keindahan ini sama sekali tidak mengurangi beban hidup yang dia pikul selama ini. Dia ingin ibunya sembuh. Ibu divonis mengidap kanker darah stadium akhir, sebenarnya mustahil untuk ibu bisa bertahan lebih lama tapi Milly sangat ingin memberikan pengobatan terbaik untuk ibunya.
Tak ada satu orang pun yang bisa dia anggap keluarga di dunia ini selain ibu, hanya Ibu! Sejak dia ingat, dia tak tahu siapa sosok ayahnya. Seumur hidup dia hanya tinggal bersama ibu saja. Dan saat mulai beranjak remaja Milly sudah bisa menyimpulkan kalau dirinya adalah anak dari hasil hubungan gelap, terlebih dia mulai mengerti apa pekerjaan ibunya di masa lalu, ya! Memang bukan pekerjaan yang bisa dibanggakan, bahkan itu adalah pekerjaan yang memalukan.
"Mil ...." Ada seseorang memanggil dan itu berhasil membuyarkan lamunan Milly, dia menoleh dan ternyata yang datang menghampiri itu Aldi, rekan kerja Milly.
"Ya, ada apa?" tanya Milly
"Dipanggil bos tuh, kamu lupa? Ini kan hari gajian," kata Aldi, dia tampak senang dan semangat, dan tidak dengan Milly. Dia tahu gajinya bulan ini hanya akan tersisa separuh karena hari-hari sebelumnya dia sudah mengambil kasbon untuk kebutuhan ibu dan kebutuhan mendesak lainnya.
Milly segera temui bosnya yang sudah menunggu.
"Bagaimana ya? Sebenarnya, susah sekali menghitung sisa gajimu, tunggakanmu sudah terlalu banyak, Milly!" kata bos, Milly pasrah saja. Berapa pun sisa gajinya akan ia terima dengan senang hati.
"Tapi aku bukan raja tega, ini! Ambilah! Mungkin cukup untuk membeli obat ibumu."
Bos menyodorkan amplop kearah Milly.
"Terimakasih banyak bos."
"Ya."
Bos sudah maklum dengan kondisi Milly, dia tahu betul apa saja yang sudah Milly lewati selama ini. Bos sangat tahu kehidupan getir yang Milly kecap selama ini. Lagi pula Milly memang sosok karyawan yang teladan dan selalu bisa diandalkan, oleh sebab itu Bos tak pernah mempermasalahkan kebiasaan kasbon yang selalu Milly minta padanya.
***
Milly pulang ke rumah, rumah petak kecil yang dia tempati bersama ibunya. Ibu menunggu kedatangan Milly. Tubuhnya ringkih dan mukanya pucat pasi, leukimia itu telah menggergoti sisa-sisa kehidupannya.
"Mana gajimu? Hari ini kamu gajian kan?" pinta ibu, dia memang selalu seperti itu.
"Gajiku bulan ini gak sampai separuhnya Bu, kita masih punya banyak hutang sama bos," kata Milly.
"Jadi bosmu memotong lagi gajimu bulan ini?" Intonasi Ibu meninggi.
"I-iya ...."
"Sudah! Cari saja pekerjaan lain, keterlaluan dia! Gajimu kan cuma sedikit, terus berani-beraninya dia potong sampai separuhnya, dasar gak punya hati!" gerutu ibu. Memang seperti itu lah sifatnya. Dia selalu lupa bersyukur kalau selama ini dia dikaruniai putri baik hati seperti Milly. Tapi setiap hari dia selalu mengomel dan mengomel.
Milly diam saja.
"Hey Milly! Kapan Ibu bisa kemotherapy?" Ibu melanjutkan pertanyaannya. Ibu mengajukan lagi permintaan untuk bisa menjalani kemotherapy.
"Setelah aku cari tahu, ternyata kemotherapy itu butuh biaya yang sangat besar, Bu."
"Jadi kamu mau hitung-hitungan sama Ibu?"
"Bukannya gitu ...."
"Kamu lelah merawat Ibu? Kamu mau Ibu cepat-cepat mati, begitu?" Lagi-lagi ibu emosi dan emosinya memang sulit dikendalikan. Milly memilih untuk diam saja.
"Aku belum siap untuk mati sekarang! Masih banyak yang ingin aku raih! Penyakit ini tidak pantas untukku." Ibu lagi-lagi meratap, ini memang hal biasa untuk Milly, keluhan seperti ini sudah jadi makanannya sehari-hari.
"Aku akan cari uang yang lebih banyak Bu, Ibu sabar ya," kata Milly mencoba menenangkan.
"Selama kamu kerja disana, di restauran kecil itu, kamu gak akan bisa membiayai perawatan Ibu! Makanya cari pekerjaan lain! Kalau bisa cari keluar kota! Yang penting kita bisa dapat uang yang banyak!"
"Iya, iya ... aku akan cari kerja ditempat lain."
"Buktikan!"
Itulah sebagian kecil kehidupan memilukan yang Milly jalani sepanjang hidupnya selama ini, dia tidak berharap banyak, dia hanya ingin ibu bertahan, dia hanya ingin ibu bahagia.
Di belahan Nusantara lainnya ....
Orang-orang bilang "nobody's perfect" tapi Richie adalah sosok yang almost perfect.Lahir dari keluarga ningrat yang punya segalanya. Apapun yang dia inginkan sangat mudah untuk dia raih. Harta, tahta dan wanita. Dia tumbuh sebagai seorang pengusaha sukses di usia muda ditunjang dengan sosok dan penampilan yang tidak pernah tidak terlihat keren.
Dia menjabat sebagai General Manager di perusahaan keluarga yang bergerak di bidang properti. Jabatan itu memang dia dapat dengan mudah karena dia adalah salah satu pewaris utama Djayadiningrat group.
Dia tampak bosan hari ini, dia scroll layar ponselnya dan dia tidak juga menemukan hal menarik.
"Aaahh ...." dengusnya lalu ia sandarkan tubuhnya di kursi nyamannya.
Tok tok, ada yang mengetuk pintu, dia tersadar.
"Masuk!" seru Richie.
Tak lama, seorang office boy masuk.
"Anda di tunggu di ruangan pak Aria," kata Budi, office boy itu.
Seketika Richie tampak malas, dia sepertinya tidak siap menghadap ayahnya.
"Ya," sahutnya pelan.
Walaupun segan tapi Richie harus segera memenuhi panggilan ayahnya. Richie masuk keruangan Direktur utama perusahaan yang juga ayahnya itu.
"Duduk!" kata Aria Utama Djayadiningrat, ayah kandung Richie. ekspresinya menunjukan kalau dia ingin membicarakan sesuatu yang serius dengan anaknya itu.
Richie duduk, dia mencoba bersikap biasa walaupun dalam hati dia sudah menduga kalau sang ayah akan membahas beberapa kasus penyelewengan dana perusahaan yang ia lakukan.
"Tolong rekap lagi laporan keuangan dari Julian!" kata Aria dengan dingin, dia pasti sudah menemukan kejanggalan dalam laporan keuangan. Selama ini Richie memang sering menyelewengkan uang perusahaan.
Sejak mengenal dunia perjudian, dia sering menghabiskan banyak uang di meja judi.
"Itu semua salahku!" akui Richie.
"Baguslah kalau kamu sadar, Richie ... kalau kamu tidak bisa tinggalkan kebiasaan burukmu itu, sebaiknya tanggalkan saja jabatanmu, Ayah bisa cari orang yang lebih bertanggung jawab, sekalipun itu orang lain," kata Aria.
"Maaf Ayah, beri aku kesempatan sekali lagi."
"Kesempatan lagi?" tanya Aria.
"Kali ini aku akan bersungguh-sungguh."
Aria tatap putranya itu, dalam hati dia sangat berharap bahwa Richie akan mulai bersikap dewasa dan meneruskan tahtanya kelak. Tapi Richie sepertinya belum cukup belajar, selama ini dia selalu mendapatkan segalanya tanpa terlalu banyak usaha.
"Baiklah, ini yang terakhir! Kalau kamu masih melanggarnya, Ayah akan berikan kepercayaan Ayah ini pada Julian!"
Richie tampak lega mendengarnya, akhirnya dia dapat lagi kesempatan itu, kesempatan yang tak henti-hentinya Tuan Aria Utama Djayadiningrat berikan padanya.
***
Richie adalah sosok sempurna yang diidamkan setiap gadis, tak jarang para model-model cantik pun mau jadi selirnya.
Tapi hati Richie hanya tertambat untuk satu hati, Daniar! Dia lah gadis beruntung yang berhasil menjerat hati Richie.
Daniar adalah seorang aktris muda mempesona dan penuh bakat. Semua pria mendambakannya jadi pasangannya dan hanya Richie lah yang berhasil mencuri perhatiannya.
Keduanya sering dinobatkan sebagai couple goal dan most wanted couple oleh beberapa media.
Hari ini mereka bertemu, mereka menikmati malam yang syahdu di sebuah restauran classy yang sengaja Richie booking untuk menjaga privasi mereka.
"Besok aku harus ke Bandung," kata Daniar.
"Oh ya ...." tanggapi Richie datar, dia sedang menikmati steak wagyu favoritnya.
"Iya, launching produk yang baru kemarin endorse aku. Sebenarnya malas, tapi ... ya mau gimana lagi, aku harus tetap profesional."
"Kalau begitu, kita menikah saja dan tinggalkan dunia keartisanmu ini," kata Richie lagi, Daniar hanya tersenyum mendengarnya.
"Tapi ini kan dunia yang membesarkan aku, mana bisa aku meninggalkannya."
"Aku pasti menjamin seluruh kebutuhan kamu."
"Iya, aku tahu! Tapi ... inikan passion-ku, ya memang kadang-kadang ada rasa penat, tapi aku gak mungkin meninggalkan dunia entertainment ini."
Richie hanya mendengus, dia lelah membujuk Daniar untuk berhenti dari dunia keartisannya, dia ingin daniar jadi istri yang mendedikasikan hidupnya hanya untuknya kelak.
"Kalau nanti kita menikah, aku akan prioritaskan kamu tentunya," kata Daniar dengan nada menggoda, Richie hanya memicingkan matanya.
Perdebatan ini memang sering terjadi, dan Richie hampir kehabisan cara untuk membujuk Daniar yang terlanjur jatuh cinta dengan dunia entertainment.
Itu lah dua kehidupan berbeda yang dua insan berbeda kasta itu jalani selama ini. Jika suatu hari Richie ataupun Milly dipertemukan, akankah mereka bisa untuk saling melengkapi?
Hampir semua karyawan sudah meninggalkan area kantor, hanya tinggal beberapa orang saja. Milly menunggu Budi, beberapa hari terakhir Milly memang sering menumpang pada Budi.Tora dan Dhani kembali mengintai Milly, Tora tampak sangat bernafsu untuk balas dendam pada Milly. Dia memang sangat marah saat Milly kabur dari clubnya bahkan Milly sudah melibatkan Richie, dan Tora merasa itu sebuah ancaman nyata karena Richie menaruh saham di Clubnya."Jadi, rencana kita apa bos? Beneran kita mau nyulik dia?" tanya Dhani yang setia menemani Tora."Kita pantau dulu, kita cari tahu dimana dia tinggal, atau kalau situasinya memungkinkan, kita langsung culik dia!" kata Tora, pandangannya tak lepas dari Milly.Milly masih menunggu, tiba-tiba Feri yang lebih dulu menghampirinya, Feri sudah siap dengan motor sportnya. Semakin hari dia semakin jelalatan. Milly tahu kalau Feri memang punya maksud busuk, Milly makin dan semakin skeptis saja terhadap pria 30 tahunan itu.
Di sepanjang perjalanan menuju rumah kontrakannya Milly merasa takut, dia merasa ada yang mengikutinya. Tapi saat dia toleh ke belakang, jalanan gang itu masih sepi, tidak ada seorang pun di belakangnya.Sore ini dia dilanda paranoid yang hebat, kata-kata Rado terus terngiang di kepalanya sejak tadi.Akhirnya dia sampai di depan rumahnya kontrakannya, dia segera masuk lalu segera mengunci pintu rapat-rapat. Milly tarik ponselnya dan segera menghubungi Ibunya di Batam."Milly ...." sapa ibu dari sebrang sana."Bu, Ibu baik-baik saja kan?" tanya Milly penuh kepanikan dan kekhawatiran."Baik, ini ibu lagi makan, bu Martha membuatkan sup ayam, enak sekali.""Oh, syukurlah," Milly agak bernafas lega, ternyata tidak terjadi apa pun pada ibunya."Kamu sudah makan?""Sudah, Bu.""Milly, jaga dirimu baik-baik ya!""Iya Bu, kalau ada apa-apa, ibu cepat-cepat hubungi aku ya!""Iya, cepat-cepat kirimi ibu uang ya, ada
Malam terakhir ini terasa begitu lamban untuk Milly. Apa yang terjadi malam ini mungkin tak akan pernah Milly lupakan sepanjang hidupnya.Bagaimana Richie menatapnya, bagaimana Richie menggenggam tangannya, bahkan Richie membiarkannya duduk di atas pangkuannya tadi. Tak hanya itu, bahkan Richie melingkarkan tangannya di perutnya tadi dan satu lagi, berkali-kali berbisik mesra sampai embusan nafasnya membangunkan bulu kuduk Milly berkali-kali.Imbasnya, Milly tak mampu tidur malam ini. Padahal besok pagi ia dan seluruh rekannya harus bersiap untuk kembali pulang ke Jakarta.Milly masih membuka matanya di gelap malam. Hanya ada cahaya rembulan yang masuk dari jendela resort yang sengaja tak dipasangi tirai. Arini dan Budi sudah sangat pulas bahkan suara dengkuran Budi sudah terdengar lantang, tanda Budi sedang benar-benar menikmati waktu istirahatnya.'Ya Tuhan, bagaimana kalau aku sampai jatuh cinta dengannya? Itu kan naif sekali? Benar-benar naif! Ayo Mil
Pestanya cukup meriah, banyak tamu-tamu penting hadir disana, Milly merasa kikuk.Dan yang mengejutkan, ternyata Daniar dan Abdi hadir juga sebagai tamu disana. Richie hancur lagi, dia tak bisa berbuat apa-apa, dia hanya berusaha terlihat tenang.Alana dan Julian juga terlihat khawatir dengan situasi ini, ternyata benar Daniar ada dan mereka tahu betapa hancurnya hati Richie saat ini.Tapi Alana dan Julian malah sengaja meninggalkan Richie dan Milly berdua saja, mereka ingin Daniar melihat kebersamaan Richie dan Milly."Kami ada disana yaa! Semoga kalian berdua bisa menjalin kehangatan bersama!" kata Alana lalu menarik tangan Julian jauh-jauh, Milly semakin kikuk saja.Dan tak lama Edo datang menyambut kedatangan Richie, Milly hanya sembunyi di balik punggung kokohnya, dia masih merasa malu dan kikuk."Bos besar akhirnya datang juga," sapa Edo lalu mereka bersalaman."Kelihatannya banyak tamu penting malam ini," kata Richie agak sarka
Para staf masih asik bermain di Luwus Camp ini. Ada yang asyik menantang adrenalin dengan bermain flying fox ada juga yang menapaki trek terjal dengan ATV.Tidak dengan Milly, dia ingin beristirahat total, dia menepi di saung bambu sendiri. Arini dan Budi malah sibuk bermain seperti anak kecil, Milly hanya memperhatikan dan dia jadi ketawa-ketawa sendiri melihat tingkah kedua rekannya itu.Alana datang menghampiri dan Milly cukup terkaget dengan kedatangannya."Kenapa kamu gak ikut main?" sapa Alana yang langsung duduk bergabung dengan Milly. Walau sempat cemburu, tapi Alana tetap bersikap baik pada Milly."Heum ... saya takut dengan ketinggian, hehe," sahut Milly lalu nyengir dengan malu-malu."Sama berarti yaa," Alana mencoba akrab dengan Milly."Pak Richie sama pak Julian kemana?" tanya Milly."Tuh, mereka rebahan di saung bambu, mungkin mereka ketiduran."Milly mencari sosok kedua bosnya dan dia lihat mereka memang tampak bersantai
Walaupun hanya diikuti oleh beberapa orang saja tapi employe gathering ini terasa begitu menyenangkan.Hari ini mereka bersepeda di sekitar Luwus Camp. Mengayuh pedal menyisir jalan kecil dengan pemandangan hamparan sawah yang menghijau di sisi kanan kirinya, udaranya pun terasa segar dan menyejukan jiwa.Milly tidak terlalu pandai bersepeda, dia lumayan tertinggal jauh dari teman-temannya.Ini seperti jadi kesempatan untuk Alya untuk menyabotase Milly yang akhir-akhir ini membuatnya kesal karena dianggap dominan dan sok cari-cari perhatian.Alia melambatkan kayuhannya, sampai Milly berhasil menyusulnya, mereka pun kini sejajar."Ayo bu Alia, semangat!" kata Milly yang sudah tampak kecapean, Alia mensejajarkan lagi laju sepedanya dengan Milly."Ada banyak sekali yang mau saya bicarakan dengan kamu!" kata Alia."Oh ... iya silakan bicarakan sekarang, Bu!" sahut Milly sembari menjaga konsentrasi untuk mengayuh."Kamu suka goda-goda
Mereka sepakat untuk pergi ke Tanah Lot dengan mengendarai sepeda motor sewaan. Milly tak menyangka kalau dia akan dapat liburan yang penuh kejutan seperti ini. Saat berboncengan dengan Richie, Milly benar-benar tak bisa mengehentikan deburan hasrat. Dia merasa begitu istimewa.Kini Milly takut karena Richie memacu tunggangannya dengan kecepatan yang cukup tinggi, tapi dia juga tak berani memeluk Richie, atau sekedar perpegangan pun dia tak kuasa, dia merasa canggung dan takut dianggap tak tahu diri."Pegangan!" kata Richie sambil menoleh ke belakang, Milly masih malu, dia hanya memegang pinggang Richie tapi Richie malah menariknya sampai tangan Milly melingkar tepat di perut sixpack nya. Sungguh-sungguh membuat hatinya dag dig dug ser.Deg deg deg, Milly sampai tak bisa mengendalikan frekuensi detak jantungnya sendiri, yang dia alami saat ini benar-benar terlalu manis untuk dilewatkan begitu saja.'Ya Tuhan! Kenapa dia perlakukan aku seperti ini? Bagaimana k
Hari ini semua pegawai di kantor tampak sangat bahagia, baru saja bos besar mereka yakni Aria Widjaya yang notabene adalah ayahnya Richie mengumumkan rencana liburan ke Bali untuk seluruh karyawan, tak terkecuali untuk para pegawai kebersihan juga. Milly, Budi dan Arini sangat bahagia menyambut kabar bahagia itu."Waah, liburan ke Bali ...." kata Budi girang."Baik banget ya big boss kita, makin sayang deh sama perusahaan ini," sahut Arini.Milly juga sangat senang karena angan-angannya untuk berlibur ke pulau Bali sebentar lagi akan terwujud. Sebagai gadis biasa yanh hanya mengisi hari-harinya dengan bekerja dan berangan-angan, rencana liburan ke Bali seperti sekarang ini adalah seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Terkesan berlebihan tapi itu memang benar adanya."Kapan kita berangkat?" tanya Milly antusias."Katanya sih lusa, waaah, jadi gak sabar ya," sahut Arini tak kalah bahagia padahal dia sudah sering mengikuti employe gathering sepe
Hari ini Milly tidak masuk kerja, Kakinya masih sedikit bengkak, Milly tidak ingin mengambil resiko jika dia paksakan untuk terus bekerja.Dia hanya rebahan di tempat tidurnya ditemani beberapa cemilan untuk mengganjal perut.Saat sedang melamun dan bersantai tiba-tiba ada pesan masuk, dia lihat itu dari Rado. Hatinya mulai kembali resah, dia jadi tak enak hati.[kamu cari mati!] begitulah isinya.Sontak perasaannya jadi semakin resah, dia benar-benar takut. Walaupun pesan dari Rado sangat singkat tapi itu benar-benar membuatnya ketakutan.Milly mencoba menghubungi nomor itu tapi dalam sekejap nomornya sudah tidak bisa dihubungi, itu semakin membuatnya khawatir.'Ya Tuhan, bagaimana kalau Bang Rado mencariku? Huh, kenapa perasaanku gak enak begini yaa?'Dan Keadaan di kantor jadi terasa hampa karena Milly tidak masuk hari ini, itulah yang tiba-tiba dirasakan Julian. Sepertinya dia benar-benar terjerat pesona Milly yang sederhana. Dia