Home / Sci-Fi / MY BIONIC GIRL / Dimana Dia?

Share

Dimana Dia?

last update Last Updated: 2022-03-11 10:02:20

“Ada Niken, pak?“ terdengar suara Dimas di luar pintu rumah Deni saat menanyai puterinya.

Niken menoleh bersamaan dengan meluncurnya jawaban dari Casdi, orangtua Deni.

“Ada.“

Pintu masuk yang berada di belakang Niken terbuka. Dimas muncul. Setelah permisi pada ibu Deni yang menemani putera mereka bermain, Dimas membawa Niken pulang.

Pertanyaan berbau protes diajukan Niken ketika keduanya melangkah ke unit rumah susun mereka.

“Kenapa Niken nggak boleh main lama-lama sih?“

“Mbak Sarni kan sudah datang untuk membantu Niken mandi, sikat gigi dan ganti baju sebelum berangkat sekolah,“ jawab Dimas mencoba menjelaskan selembut mungkin.

“Dan mbak Sarni sebentar lagi sudah harus pergi ke tempat lain.

“Terus, kenapa Niken nggak ayah beliin playstation sih?“  

Sebuah ide jawaban melintas di benak Dimas.

“Ayah nggak mau.“

Niken berhenti melangkah. Kepalanya mendongak menatap ayahnya yang hampir dua kali postur tubuhnya.

“Kenapa?“

“Kalo ayah belikan, Niken pasti tidak punya banyak waktu lagi untuk main dengan ayah.“

“Koq gitu?“

“Soalnya kalau Niken main, seperti biasanya Niken pasti mainnya lamaaaa sekali. Bisa berjam-jam. Padahal ayah ingin agar kita main bersama-sama. Bukan hanya main di depan TV.“

Niken nampak berpikir keras.

Masa?“tanyanya, nampak kurang yakin.

“Betul. Ayah tidak berbohong. Kalo tak percaya, coba lihat teman-teman Niken yang ada di lantai bawah. Eni, Hadi, Warno. Gara-gara main playstation terus, mereka sekarang susah kan kalo disuruh mandi? Apalagi kalo disuruh belajar.“

Niken terdiam sesaat.

“Iya-ya, kata mama Deni, si Deni juga mulai susah tuh kalau diminta orangtuanya untuk belajar.“

Dimas lega.

“Nah betul kan apa yang ayah katakan? Jadi sebaiknya Niken main dengan ayah saja.“

Diluar dugaan Niken menggeleng.

“Kenapa?“

“Bosan.“

“Bosan?“

“Iya. Niken bosan bermain bersama ayah.“

“Memangnya kenapa?“

“Habis, mainnya itu-itu terus.“

Dimas hampir tersedak. Geli.

“Lho, kita bisa main yg lain. Main ludo, misalnya.“

Niken menggeleng. “Tidak! Ayah mengalah terus.“

“Main catur?“

“Tidak mau juga Ayah suka curang.“

“Kalau main di Dufan?“

“Tidak mau juga.“

Dimas terperanjat. “Kenapa?“

“Ayah janji terus!“

*

Di depan sebuah kompleks perumahan, seorang pria berjalan menapaki trotoar. Sesekali ia berhenti dan menanyai seseorang seperti yang sekarang ia lakukan ketika menanyai seorang pedagang makanan. Tubuhnya tinggi dengan postur tubuh gempal dengan balutan jaket warna coklat. Lengan panjang jaket yang dikenakannya tak mampu menutupi seluruh tato yang terukir di sepanjang lengan kirinya.

Untuk sesaat terjadi dialog dengan pedagang makanan tadi sebelum pria bertato  tadi menunjukkan sebuah foto. Pedagang makanan nampak menggeleng. Suatu pertanda bahwa pedagang tersebut tidak dapat memberikan informasi yang diharapkan pria bertato.

Pria tadi lantas mengangguk tanpa mengucapkan apapun. Ia kemudian melangkah sejauh puluhan meter. Menemui orang lain lagi untuk kemudian nampaknya mengajukan pertanyaan yang sama sambil menunjukkan foto yang ia bawa. Orang yang ditanya kali ini tidak dapat mencari jawaban pasti. Antara ya dan tidak. Ia sempat menunjuk ke suatu arah. Terjadi lagi dialog diantara mereka sampai kemudian orang yang ditanya menggeleng kepala dengan pasti.

Pria gempal bertato kemudian melakukan panggilan melalui telpon selulernya. Setelah percakapan selesai, tak lama kemudian sebuah mobil van berwarna hitam metalik menghampirinya. Ia masuk melalui pintu depan.

“Bagaimana?“ tanya pengemudi van.

Yang ditanya menoleh untuk kemudian menggeleng kepala.

“Belum kutemukan.“

Pengemudi van merutuk.

“Where the hell is she?“ tanyanya retoris.

Mereka masih bercakap-cakap sesaat sebelum mobil van kemudian meluncur meninggalkan tempat itu.

*

Terik matahari di langit Jakarta menjadikan suasana dalam rumah susun begitu gerah. Suasana dalam unit rumah Casdi tidak jauh berbeda. Itu sebabnya untuk mengurangi panas, pria keturunan Betawi itu membuka pintu rumah selebar mungkin. Ia berharap tindakannya tersebut bisa menurunkan suhu unit rumahnya minimal untuk satu-dua derajat.

Di musim penghujan seperti sekarang, cuaca hujan yang turun di malam hari biasanya memang diawali dengan terik di siang harinya. Suasana panas yang ditimbulkan dalam rumah susun memang jadi begitu tidak nyaman. Namun bukan hanya itu, suasana gerah tadi jadi semakin tidak nyaman. Deni kecil, puteranya, sejak tadi terus merengek meminta dirinya untuk menghidupkan rangkain playstation.

Setengah mati Casdi dan isterinya bahu-membahu menjelaskan agar Deni berhenti bermain dulu untuk sementara. Berbagai alasan dikemukakan. Mulai dari bersikap membujuk sampai mengancam. Namun, Deni memang memiliki kegigihan yang luar biasa dalam hal rengek-merengek. Anak itu terus meminta hingga akhirnya mengeluarkan senjata pamungkasnya.

Tangis dengan raungan dan curahan air mata tanpa henti.

Ketika hal ini terjadi, dan hampir selalu terjadi, Casdi atau isterinya biasanya hanya bisa mengalah. Membiarkan buah hati mereka kembali melupakan waktunya untuk belajar demi kenikmatan bermain kotak ajaib itu. Berjam-jam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MY BIONIC GIRL   Ingin Kembali

    Veily menyadari sesuatu yang lain lagi. Alex tidak lagi mengenakan kalung akik merah padam. Benda yang dulu diberikan khusus untuk pria itu kini tak ada lagi di lehernya. Sebersit rasa kecewa seketika menyeruak dalam batinnya....Bagi Veily, Alex bukan pria biasa. Ia pernah mendapat perhatian khusus dalam diri Veily yang seiring berjalannya waktu mulai berani menyalakan bara api dalam hatinya. Dan kala Alex menyambut, bara api itu – cinta, tentu saja – makin memuai. Menyalakan rindu, perhatian, dan ketertarikan yang terus bergejolak. Sampai kemudian terjadi sebuah kesalahpahaman yang belakangan ia sesali hingga saat itu. Kesalahpahaman yang membuat tersingkirnya Alex dari lembar hidupnya. Andai bisa membalik waktu, ingin rasanya ia jatuh dalam rengkuhan pria itu. Menumpahkan maaf. Mencurahkan sesalnya yang nyaris tak berujung.Dan kini. Tidak bukan kini - tapi kemarin pagi tepatnya – secara tak terduga

  • MY BIONIC GIRL   Boss

    “Sialnya aku tiba di medan pertempuran antara pasukan Jepang dengan tentara sekutu. Aku langsung berada dibawah todongan salah seorang tentara Jepang. Penjelasan bahwa aku dari masa depan tentu saja tidak membuatnya percaya. Ia hampir saja membunuhku sampai kemudian kubuktikan kebenaran ucapanku melalui Jetpack yang kubawa. Tentara Jepang itu, Letnan Hamada namanya, memaksaku untuk memakaikan Jetpack padanya. Di bawah todongan, aku menurut. Aku hanya menge-set agar benda itu terbang naik, melayang di ketinggian tertentu, dan mendarat kembali. Semua tak lebih dari lima menit. Tapi itu memang berdampak signifikan. Dalam gelap malam, dengan mitraliurnya dan dengan sekali pukul ia melumpuhkan sekutu di tempat persembunyian dari udara. Pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak Jepang.”Alex menyimak rangkaian cerita menakjubkan tadi sementara Profesor tetap meneruskan.“Kami kemudian pulang ke barak Jepang yang ternyata me

  • MY BIONIC GIRL   Mesin Waktu

    Profesor Senjaya menatap tajam. “Aku ingin benda itu dihancurkan. Kendati perang dingin antara blok barat dan timur tak lagi muncul ke permukaan akan muncul hegemoni lain yang sama membahayakannya. Tak sulit membayangkan bencana macam apa yang terjadi jika sampai Jetpack diproduksi masif di masa ini.”Penjelasan Profesor terdengar masuk akal. Alex berpikir dan menimbang-nimbang sekian lama di tempat duduknya. Gelas berisi minuman jus jeruk yang ia pesan dari tadi sudah lama tandas. Kendati demikian, ia tetap saja mengaduk-aduk gelas yang kini hanya tersisa es batu saja.“OK,” katanya kemudian. Nyaris tanpa suara. “Aku di pihakmu.”Profesor nampak lega.“Namun sebelum kuserahkan padamu, tolong jawab pertanyaan terbesarku. Bagaimana ceritanya benda itu bisa berada di goa Jepang, teronggok bersama barang-barang peninggalan Perang Dunia kedua, sementara Prof send

  • MY BIONIC GIRL   Roket

    Pada sepuluh detik pertama Alex masih bisa menahan. Tapi ketika sudah dua puluh detik, wajahnya mulai berubah. Alex mulai meringis ketika cubitan Tessa berlangsung hingga lebih tiga puluh detik.“Ampun,” desisnya.“Nggak!” cetus Tessa galak. Rona kemenangan terpancar di wajahnya melihat Alex yang mulanya sok kuat kini mulai meringis kesakitan.“Ampun.”“Nggak. Bilang dulu seperti tadi kubilang. Ayo, cepetan!”Dalam sengatan nyeri Alex dengan cepat mengingat sesuatu. “I miss youuuu... ouch!”Tessa melepaskan cubitannya. “Koq milih kalimat yang itu dan bukan yang satunya?”Alex tidak menjawab. Saat menarik tangannya kembali tanpa sengaja ia menyentuh ujung botol saus yang terbuka yang langsung mengotori jari-jarinya.“Tuh, kamu sih.”

  • MY BIONIC GIRL   Rasa Bersalah

    Seiring kepergian Alex dan seiring pula berjalannya waktu, penyesalan yang sebelumnya menghinggapi Alex, kini mulai menyapa dirinya. Setelah berpikir lebih dalam, perlahan ia mulai menyadari bahwa Alex tidaklah seburuk yang ia sangka.Yang kemudian timbul dalam jiwanya adalah rasa bersalah yang makin kuat menyergap. Melecut hasrat memaafkan dan dimaafkan. Terpuruk dalam sesal, Veily mencoba mencari tahu keberadaan Alex hanya untuk mendapatkan kenyataan bahwa pria itu ternyata pergi tanpa meninggalkan jejak alamat, telepon, atau bahkan kota yang ia tuju.Hari dengan cepat berganti hari dan bahkan berubah hingga hitungan tahun. Namun keberadaan Alex tetap lenyap tak berbekas. Asa yang semula membara, lambat laun padam. Dingin. Hingga kemudian Veily sadar bahwa sudah tiba waktunya untuk memupus kenangan yang sempat terajut.Ia sadar telah mengambil keputusan yang salah. Namun lekas pula ia menyadari bahwa keputusan yang sal

  • MY BIONIC GIRL   Terlambat

    Laporan beban fiskal perusahaan yang menggelayuti pikiran Tessa segera ia buang jauh-jauh dan diabaikan begitu saja ketika Alex hadir di pintu ruang kerjanya siang itu.“Maaf terlambat,” kata Alex sesopan mungkin sesaat setelah diijinkan Tessa untuk duduk di depannya.“Lain kali jangan terlambat dong.”Kendati cukup lantang bentakannya – kalau bisa disebut sebagai sebuah bentakan – Alex merasa bahwa Tessa hanya berpura-pura. Sorot matanya tidak bisa menutup aura rindu ketika melihat kehadiran dirinya.“Iya maaf. Aku janji.”“Sip. Kamu dimaafkan. Tadinya aku kuatir, tahu? Eh ternyata cepat juga kamu bisa nyampe. Kamu ke sini tahu kan untuk apa?”“Tahu.”“Tadinya direncanakan kami di BOM merenc...”“Kalian dibom?”&nbs

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status