Makan malam Chayton berlangsung menegangkan, bagi Levin. Dia berkali-kali mengelap keringat yang menganak sungai di pelipisnya. Baju bagian leher dan punggungnya juga basah. Membuat Andrew mengernyit heran.
"Kamu habis maraton?" tanya Andrew tak melepaskan tatapannya dari si bungsu. Devin hanya melirik adiknya dengan cuek dan menyantap makan malam layaknya pekerja bangunan kelaparan.
Andrew tidak menaruh curiga pada Devin, karena memaklumi bahwa dia baru saja datang dari pabrik. Kecurigaannya hanya tertuju pada Levin yang banjir keringat dan kelihatan tidak berselera makan. SEjak tadi dia hanya menatap piring makanan dan segelas susunya, padahal bisanya dia yang paling lahap menyantap semua hidangan. Dia tak pernah bermasalah dengan selera makan, meski tak pernah membuatnya sedikit lebih gemuk.
"Ka
Ini bukan pertarungan, juga bukan gencatan senjata. Meski tak pernah menghendaki sosok perempuan yang dulu menyandang nama Chayton menginjak Batista, tapi Andrew hendak menyambutnya layaknya tuan rumah yang terhormat.Marcus mengawal Sabrina menuju ruang kerja Andrew Chayton. Sepanjang jalan wanita itu memindai sekitar sampai mendongak-dongak melihat bangunan rumah yang belum pernah ditinggalinya. Dulu, rumah yang didiaminya bersama Andrew hanyalah rumah kayu dengan peternakan dan ladang yang cukup luas.Selepas Sabrina membawa kabur obligasi Chayton dengan salah seorang pelayan, Andrew bertekad menunjukkan pada dunia bahwa takdirnya adalah sebagai orang terkaya di kota kecil ini. Tanpa Sabrina yang mencuri harta dan mengkhianati pernikahannya, Mansion Batista berdiri dan memberi kesenangan pada Levin dan Devin.
Marcus melirik Devin yang tampak cuek meninggalkan adiknya bersama ayahnya. Meninggalkannya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Sebagai kayak sulung, dia memang layak diacungi jempol. Meski selalu melindungi adiknya, tapi untuk beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab pribadi, Devin lepas tangan untuk membantu. “Apa yang telah terjadi, Tuan?” tanya Marcus ketika mereka sudah berada di dalam mobil dan hendak keluar dari garasi. Devin tidak menjawab, menghidupkan mobil dan melaju pelan. Sudah lewat tengah malam, sebaiknya mereka mempertimbangkan ulang untuk mengambil mobil, karena pasti menimbulkan kecurigaan. Namun, bila mobil itu lenyap, Levin bisa-bisa jadi anak pingit. Entah sampai kapan. Yang dia lakukan benar-benar fatal, melanggar ketentuan Andrew Chayton. “Akan banyak polisi di sana, Marcus. Le
Levin menelan ludah. Entah kenapa urusan Cindy Lau malam ini terasa begitu mencekam baginya. Rasanya dia akan memilih memecahkan kaca jendela dengan kepalanya sendiri daripada Andrew mendorongnya seperti sebelumnya.Devin jelas-jelas tidak akan menolongnya untuk urusan perempuan. Dia pergi begitu saja dengan Marcus, beralasan hendak mengambil mobilnya di Hotel Writz, sebelum semuanya menjadi kacau.Levin mengambil tempat duduk berseberangan dengan meja kerja ayahnya. Dia berusaha untuk tenang, tapi tetap saja dia tak bisa seperti Devin. Kakaknya itu mungkin saking cueknya hingga selalu tampak tenang dalam situasi segenting apapun. Bahkan bila mereka sedang jalan berdua lalu berpapasan dengan wanita yang mengikat mata Levin dan membuatnya belingsatan, Devin seperti orang buta yang tak bisa melihat apapun.“Aku
Cleve Artwater sedang menunggu Marcus menjemputnya ketika asisten kliniknya mengantarkan sepucuk amplop. Malam ini, para teman baik Hoggart akan bermain billiard untuk pertama kali sejak kematiannya. Hanya sekedar untuk mengenang.“Apa ini?” tanya Cleve menerima amplop dengan logo sebuah laboratorium langganan kliniknya.“Hasil test Tuan Levin Chayton. Bukankah anda minta dititipkan pada anda?"Cleve mengamati amplop di tangannya, antara hendak membawa ke Mansion Batista, menitipkannya pada Marcus atau membiarkan Andrew mengambilnya sendiri seperti yang dijanjikannya.Yang menjadi tanda tanya besar baginya adalah kenapa Andrew tiba-tiba ragu terhadap Levin, setelah bertahun-tahun mengasuh anak itu seorang diri, tanpa kehadiran seoran
Bella menatap Levin iba. Pemuda itu sudah tahu hasil tes kesehatannya, dia hanya memerlukan pembenaran untuk menenangkan pikirannya. Namun, bagi Bella kebenaran itu justru akan mengacaukan pemuda itu.“Minumlah.” Bella menyodorkan sebotol minuman dingin ke hadapan Levin. Mereka berdua berada di meja makan, tempat yang biasa dijadikan keluarga Artwater sebagai ruang keluarga. Saat mereka kecil, Cleve kerap mengundang Devin dan Levin untuk makan siang bersama, untuk menemani Bella. Baik Levin maupun Devin, tidak asing dengan denah rumah ini. Mereka malah kerap bermain petak umpet dan bersembunyi di kolong-kolong tempat tidur. Rumah Bella lebih menyenangkan dibuat bermain petak umpet, kerana mereka tidak perlu mencari jauh dan naik turun tangga seperti di Batista.Levin menenggak minumannya hingga tandas.&
Marcus mendapati majikannya sedang kesal. Dua anaknya tidak muncul di Batista sejak kemarin. Devin sejak mengambil mobil Levin di Hotel Writz, tidak lagi memasuki Batista. Marcus pulang seorang diri dengan mobil Devin. Dan Levin pergi tanpa pamit saat Andrew membatalkan berangkat ke Billard karena tiba-tiba sakit kepala.“Dua anak itu membuat kepalaku semakin sakit,” keluh Andrew saat pelayan menyiapkan sarapan. “Mereka tidak pulang dan tidak memberi kabar.”Marcus tersenyum. Andrew masih saja khawatir pada dua anak lelakinya, seolah mereka masih kecil. Padahal, urusan lelaki dewasa lebih rumit dari lelaki kecil, dan kadang mereka tidak ingin melibatkan orang tua untuk menyelesaikannya.“Tuan Devin menelpon saya setelah mengambil mobil, katanya dia akan ke pabrik dulu. Mun
Devin membuka pintu garasi rumah persembunyian barunya. Dia terpaksa membeli sebuah rumah baru lagi, masih dalam jangkauan Liliana. Karena dia membutuhkan pelayan untuk membersihkan dan merawat rumah persembunyiannya.Antara mobil dan motor, Devin pun memilih motor. Saat naik ke atas motor, dia berusaha meyakinkan diri bahwa dia akan fokus mengendarainya. Kelebatan wajah Beverly saat dia menghidupkan motornya, ternyata disadarinya membuatnya tidak bisa fokus. Dia lalu mematikan mesin motornya dan pindah ke mobil.Setelah melirik jam tangan, dia pun menghidupkan mesin mobil dan mengeluarkannya dari garasi. Sejenak menatap jalan di depannya yang tampak lengang. Kawasan yang dipilihnya adalah kawasan perumahan dengan banyak rumah bermodel sama, dengan mayoritas penghuninya adalah pekerja. Jam-jam malam seperti ini, bisa dipastikan semua penghuni kawasan ini sedang
Bella membuka mata dan mendapati pemandangan di hadapannya adalah tirai bernuansa biru lembut. Sinar matahari menyusup lembut, menerangi ruangan. Dia tidak terkejut mendapati dirinya tidak terbangun di kamar tidurnya. Juga ketika menurunkan selimutnya, kembali harus merapatkannya ke dada. Dia melongok ke lantai dan melihat pakaiannya berceceran di sana.Sejenak, dia tak tahu harus berbahagia atau tidak telah menjalani malam pertama bersama Levin, yang dia yakini masih terlelap di belakang punggungnya. Malam pertama yang diidamkannya hanya dilaluinya bersama Devin Chayton.Rasanya kemarin adalah mimpi buruk ketika dia mendapati Devin bersama wanita asing. Bukankah bisa jadi mereka tidak serius, sebagaimana Levin dengan wanita-wanita lainnya? Bukankah akan lebih baik bila dia bertanya pada Devin, bukan malah membalasnya dengan memperturutkan nafsunya, tidur denga