"Tentu karena yang tanya itu adalah lo." Deg! Kalimat itu terbayang-bayang di dalam pikiran Xena sekarang ini. Membuat langkah yang baru saja kembali tercipta itu tak tentu arah sebab fokusnya yang berubah. Xena tak mengerti, seperti apa Bara itu? Jikalau di lihat sekilas pandang saja, pemilik nama lengkap Haidar Bara Ivander itu adalah remaja yang berkharisma dengan ketenangan dan kedamaian yang ada di sekitarnya. Cara Bara menyikapi dunia tergolong tenang dan menguasai. Seperti layaknya Daffa Kailin Lim. Ia menemukan orang yang berbeda untuk kesekian kalinya. Jikalau Malik adalah remaja yang suka menanggapi 'dunia' dengan melucu dan melawak untuk mencairkan suasana, Bara dan Daffa adalah tipe orang dingin dengan penguasaan yang tenang dan berwibawa.
Bedanya, Bara terlihat begitu misterius dari pada Daffa yang tergolong biasa tak ada yang ditutupi oleh remaja itu. Banyak orang mengetahui kehidupan Daffa. Namun dari semua fakta yang dimiliki remaja itu, tak satupun mampu
Xena melirik remaja jangkung yang baru saja meletakkan pantatnya duduk di atas kursi sisi kotak obat besar tempat Xena mengambil apapun yang ada di dalamnya. Dari sekian banyak tempat, Xena memilih UKS sekolah sebagai tempatnya memenuhi panggilan dari si saudara tiri. Xena masih tak mengerti mengapa Malik memanggilnya dan membuatnya mendustai Bara yang sudah baik menolong Xena dari Nara."Lo baik-baik aja?" Malik mulai membuka suaranya. Dengan lirih samar terdengar oleh Xena saat ini.Gadis itu menoleh. Kembali meneliti sekitarnya untuk memastikan bahwa yang ada di dalam UKS hanya dirinya bersama Malik. Tak ada yang sedang menguping atau sedang mendengarkan pembicaraan mereka."Tentu. Gue baik-baik saja." Xena menyahut kemudian. Ikut dengan nada lirih dan tenang agar tak menimbulkan suara yang mengganggu dan menyita banyak orang di luar UKS. Meskipun bel baru saja datang dengan lantang berdering, namun halaman dan lapangan sekolah tak pernah
"Kalian berdua ngapain di sini?" Gadis berambut pendek dengan poni yang jatuh tepat di atas kedua alis cokelat tua yang indah melengkung bak bulan sabit di tengah langit malam itu kini menyela. Tatapannya menelisik. Tajam mengarah pada jari jemari panjang milik Malik yang kini mulai perlahan melepas genggamannya dari ujung rok pendek yang dikenakan oleh Xena."Tangan itu ...." Nea ragu menunjuk pergerakan kecil yang dilakukan oleh Malik. Membuat Xena ikut menoleh dan menundukkan pandangannya. Ia terlalu terkejut dengan kedatangan Xena yang tiba-tiba saja menyela dan meneriakkan nama Malik dengan lantang bersama sisipan emosi yang sedikit menggebu hingga Xena lupa untuk membuat jari tangan Malik lepas dari ujung rok pendek miliknya."Lo mau mesum ke sahabat gue?!" pekik Nea sigap menarik tubuh Xena untuk berdiri di belakangnya. Menjauhkan di sahabat baik agar tak berjarak dekat dengan Abian Malik Guinandra.Remaja jangkung itu berdiri. Yang tadinya ia butuh untuk me
Xena menatap remaja jangkung yang ada di depannya. Tak acuh pada Nea, si teman sebangku yang masih sibuk memainkan pena hitam di dalam genggamannya. Gadis itu bimbang. Apa yang dikatakan Nea sebelum mereka datang dan masuk kembali ke dalam kelas untuk mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Apa yang dikatakan oleh Nea sukses menjadi beban pikiran untuk Xena. Mengetahui fakta bahwa sang saudara tiri begitu memperdulikannya tentu menjadi tamparan tersendiri untuk seorang gadis cantik bermata mirip indahnya kacang almond itu. Dalam peringai yang ditunjukkan oleh Malik untuknya, remaja itu tergolong remaja yang tak acuh. Tak banyak memperhatikan Xena kalau sudah masuk ke dalam lingkungan sekolah. Bukan sebab Malik yang menginginkannya, akan tetapi ia hanya mengikuti perjanjian yang disepakati remaja itu bersama sang saudara tiri, Xena Ayudi Bridella."Menurut lo Daffa beneran bohong sama gue?" Nea menyela. Memecah fokus gadis yang ada di sisinya untuk menoleh dan menanggapi kalim
Langkahnya gontai menyapu jalan setapak yang menjadi alas pijakannya saat ini. Kelas telah usai, perjalan pulang pun sudah ditempuh gadis itu tanpa ada keraguan sedikitpun, kini saatnya ia menyambangi rumah tercinta. Dalam harap yang akan menyambutnya kali ini adalah sang mama atau kalau tak beruntung, boleh lah sang papa yang tersenyum membukakan pintunya. Mengingat ini adalah hari terakhir sebelum akhir pekan datang menyapa. Memungkaskan segala aktivitas dan lelah yang menjadi rutinitas warga Kota Jakarta dalam menjemput kehidupan dan mengikuti alur garis kehidupan.Xena melepas sepatunya. Melemparnya asal tak tentu arah dan tempatnya, yang terpenting untuk Xena sepatu lusuh itu pergi dari hadapannya sekarang. Masa bodoh dengan kemana perginya sepatu itu selepas ia melemparnya."Lo baru balik?" Seseorang menyela. Selepas pintu gerbang ditutup rapat kembali, perawakan tubuh jangkung berseragam cokelat muda identik dengan yang digunakan oleh Xena tertangkap jelas oleh se
Suara dentingan sendok dan garpu yang saling beradu di atas permukaan piring kini mulai samar terdengar. Suasana sepi mulai surut, selepas Arjuna --sapaan nama untuk papa tiri dari Xena-- memecah keheningan. Selepas menyeka bibirnya dengan tisu, ia memanggil lirih nama kedua anaknya. Menarik fokus Xena yang baru saja ingin mengambil buah untuk mencuci mulutnya juga membuat Malik, remaja yang duduk di depan Xena ikut menoleh.Keduanya saling tatapan dalam sepersekian detik. Entah mengapa suasana terasa sedikit tegang selepas suara berat sang papa menginterupsi. Wajah sang mama tak lain tak bukan terlihat begitu berat. Tatapannya menghindari dari sang putri juga sang putra yang duduk di sisinya. Ada hal yang penting, itulah yang terbesit di dalam benak Xena juga Malik malam ini."Ada apa, Pa?" Malik mencoba untuk menyela. Tak sabar sebab papanya terlalu banyak mengulur waktu"Jadi begini," tutur Arjun menjeda dengan helaan napas besar. Menggulung tisu yang ada
Xena membuka matanya perlahan. Fajar kembali menyapa sesaat setelah senja lelah dengan tugasnya. Malam gelap pergi, rembulan tidur, dan mentari tersenyum untuk menggantikannya. Gadis bertubuh standar itu menggeliat ringan. Mendesah kasar kala tubuhnya bebas berguling di atas ranjang pribadinya. Ia melirik jam kecil di atas meja kayu di sisi ranjang empuk milik tempatnya meleburkan segala lelah kalau larut malam datang. Sudah siang. Tentu, kalau libur di hari Sabtu dan Minggu gadis bernama lengkap Xena Ayudi Bridella itu selalu sengaja untuk bangun lebih siang. Mengapa? Akan dijelaskan oleh Xena setelah ini.Perlahan tubuh lemah itu bangkit dari tidurnya. Jari jemarinya dengan kuku runcing bercat merah gelap itu mengucek-ngucek kasar kedua matanya yang m
"Malik, Xena." Suara berat menyela di tengah keheningan yang membentang. Dua remaja yang awalnya saling tatap itu kini menoleh bergantian. Tatapan mereka mengarah tepat pada paras tua seorang laki-laki yang duduk di ujung meja makan. Seakan rapat penting akan segera dilaksanakan sekarang ini."Ada acara hari ini?" lanjut Arjun kala dua anaknya sudah memberi fokus untuknya.Xena terdiam sejenak, ditatapnya remaja jangkung yang duduk tepat di sisi Xena. Untuk Xena tentunya ia tak ada janji temu juga acara yang mengharuskan dirinya keluar dari rumah, namun entah untuk saudara tirinya yang kembali menyendok nasi goreng dan terkesan tak acuh dengan kalimat tanya yang dilontarkan ol
Mobil silver itu kembali melaju di jalanan. Kali ini dengan kecepatan yang sedikit bertambah setiap menitnya. Xena melirik sekilas saudara tirinya yang berkelakuan aneh secara tiba-tiba. Seakan-akan mendapat firasat buruk terhadap keberadaan temannya itu. Xena bahkan tak tahu mengapa dirinya harus berada di tempat ini sekarang. Malik menyeretnya masuk untuk ikut serta ke dalam dunia anehnya tanpa memberi penjelasan dan pengarahan pada Xena. Jikalau benar tak bisa, setidaknya Malik cukup memberi interuksi pada Xena perihal apa-apa yang harus dilakukan oleh Xena sekarang ini.Jujur saja, Xena panik! Sangat panik! Hatinya panas sekarang ini. Melihat Malik melajukan mobil dengan kecepatan yang tak bisa dibilang pelan dan santai dengan ekspresi wajah mengerikan seperti itu. Selama hidup menjadi saudara tiri Malik, Xena tak pernah sekalipun melihat Malik semarah ini."Ga usah ngebut." Xena menyela di tengah keheningan sejenak menoleh pada Malik yang masih kokoh dalam dia