Xena Ayudi Bridella gadis cantik yang menjabat sebagai saudara tiri dari Abian Malik Guinandra, remaja aneh dengan tingkah konyol sedikit menyebalkan. Pasal hubungan ikatan resmi tak sedarah yang terjadi di antara keduanya, tak ada yang tahu. Di dalam lingkungan Sekolah Menengah Atas Cakra Binanta, Malik adalah orang asing untuk Xena.
Bukan si remaja tampan yang memutuskan untuk menyembunyikan hubungan keluarga tak sedarah yang terjadi di antara mereka berdua. Namun, Xena. Gadis berambut panjang yang selalu diikat separuhnya agar tak mengganggu pendengaran juga pengeliatan si gadis kala pembelajaran berlangsung itulah yang membuat sebuah kesepakatan dua tahun lalu.
Malik dan Xena adalah orang asing yang tak saling kenal. Mencoba akrab di tahun pertama kala masa orientasi sekolah dimulai. Banyak yang mengidolakan sosok Abian Malik Guinandra. Sebab paras tampan menghias sebagai anugerah indah dari Sang Pencipta. Untuk Xena? Gadis itu adalah tipe si introvert yang tak suka keramaian menghantui dalam hidupnya. Membenci fakta bahwa Malik adalah si tampan yang menjadi saudara tirinya dari sekian banyaknya manusia di bumi ini.
Ada satu alasan tegas yang membuat Xena harus menyembunyikan hubungan keluarganya bersama si remaja jangkung itu, sebab Xena membenci orang-orang yang mendekatinya hanya untuk mengambil hati Malik. Menjadikan Xena sebagai si jembatan perantara agar mereka bisa dekat dan mengenal lebih jauh siapa dan bagiamana itu Abian Malik Guinandra.
Singkatnya, Xena membenci dimanfaatkan oleh mereka si orang-orang brengsek nan menyebalkan yang mengaku sebagai fans gila dari saudara tirinya itu. Jadi, Xena membuat sebuah kesepakatan bersama remaja jangkung yang sudah menjabat sebagai saudara tirinya selama lima tahun terakhir.
Xena adalah orang asing untuk Malik. Jika waktu mengijinkan, maka Xena adalah teman untuk Malik di lingkungan belajar. Xena dan Malik tak boleh menunjukkan kedekatan sebagai sepasang saudara tiri di depan teman-teman mereka untuk selamanya! Itulah janji yang harus ditepati oleh Malik jikalau tak ingin Xena menaruh banyak kebencian padanya.
"Xena Ayudi Bridella." Seseorang tegas menyebut namanya. Membuat gadis yang tadinya berjalan untuk kembali masuk ke dalam ruang kelas itu kini kembali terhenti dan memutar tubuh ramping nan tinggi miliknya. Menatap tiga gadis yang berjajar dengan seragam olahraga yang membalut rapi tubuh ramping tak setinggi milik Xena.
"Itu nama lo 'kan?" tanyannya mengimbuhkan.
Dari tatap lensa yang diberikan oleh mereka teruntuk Xena, setidaknya gadis itu bisa menyimpulkan satu hal bahwa mereka menaruh kebencian untuk Xena.
Jikalau diingat dengan benar, Xena bukan tipe gadis yang suka mencari gara-gara dengan bertingkah sok jagoan dan mau menangnya sendiri. Xena adalah gadis tertutup yang hanya membuka koneksi dengan orang-orang tersentu saja. Sebab gadis yang begitu cantik dengan poni tipis yang jatuh tepat di atas sepasang alis garis sedikit menyiku itu ingin lulus dengan predikat gadis baik yang tak pernah sekali pun menyambangi kantor bimbingan konseling untuk anak-anak nakal berkelakuan aneh seperti saudara tirinya, Abian Malik Guinandra.
"Gue Nara. Nara Chalondra Eri," ucapnya memperkenalkan diri.
Pentingkah? Xena kini hanya tersenyum miring. Jika diingat sebelum gadis yang setara tinggi dengannya itu mengucap nama panjang yang menjadi identitasnya hidup sebagai seorang remaja di muka bumi, Xena tak pernah sekalipun berbicara untuk menanyakan mau dipanggil dengan nama apa gadis di depannya itu?
"Calon pacar dari Abian Malik Guinandra."
Sinting gila tak tahu diri! Siapa nama yang baru saja disebutnya tadi? Malik? Saudara tirinya? Sumpah demi apapun, Xena tak akan pernah mengijinkan suadara tirinya untuk meminang gadis aneh nan menyebalkan seperti Nara.
Memang sih, Nara adalah gadis berparas lumayan cantik dengan mata kucing yang tajam di bagian ujungnya. Alis tipis garis yang menjadi penghias indah di atas sepasang bulu mata tipis nan melengkung miliknya. Bibirnya kecil dengan warna pitch yang sedikit mencolok. Hidungnya kecil, sekecil wajah yang menjadi tempat lukis paras ayu meskipun tak se-ayu milik Xena Ayudi Bridella. Rambutnya pendek rapi jatuh di bawah telinga dengan dua anting bulat yang menghias di kedua ujung telinganya.
Bisa dikatakan bahwa penampilan Nara tak 'setengil' caranya berbicara dan bersikap pada Xena.
"Terus?" Xena menyahut dengan kalimat singkat. Tak mau mengubah ekspresi datar sedikit malas sebab ia tak ingin meladeni gadis asing di depannya itu.
"Lo nolak dia dan malu-maluin dia di depan umum tadi?!" pekiknya dengan nada meninggi
Tunggu, siapa yang dipermalukan oleh siapa?
"Menyatakan perasaan dengan tersenyum kuda sembari berhaha-hihi ringan dan menyerahkan seikat rumput liar sedikit layu, sekarang lo pikir ... siapa yang dipermalukan oleh siapa?" Xena menimpali. Berjalan mendekat pada gadis yang sumpah demi apapun, sangat menyebalkan untuknya saat ini.
"Dia adalah Malik. Semua yang dilakukannya gak ada yang bisa mengatakan—"
"Lo bisa gantiin posisi gue tadi kalau lo iri." Xena menyela. Sejenak melirik dua gadis yang berdiri di belakang satu gadis yang menjadi pemimpin mereka.
"Dan apa ini, kalian girlband Indonesia yang sedang mencari bakat?" kekeh Xena mengakhiri kalimatnya.
"Gadis sialan ini!" Sigap satu tangan terangkat naik. Mengayunkan sebuah tamparan yang baru saja ingin mendarat tepat di atas pipi gadis yang kini mejamkan rapat kedua matanya. Menunggu rasa sakit nan panas yang mungkin saja akan dirasakannya kala tamparan itu benar-benar mendarat tepat di atas sisi pipi tirus miliknya.
Akan tetapi, tamparan itu tak kunjung datang. Membuat gadis yang sama mulai membuka perlahan kelopak matanya untuk melihat apa yang membuat tamparan tak jadi turun menghantam permukaan pipi tirus miliknya.
"Menampar adalah kekerasan yang bisa dijatuhi hukuman." Seseorang menyela dengan suara berat nan lirih tenang menghanyutkan. Memicu seluruh fokus gadis yang ada di kedua sisinya itu menoleh sedikit mendongak untuk menatap paras remaja berpakaian seragam sama dengan Xena Ayudi Bridella, namun ditambah satu jas almamater yang apik membungkus tubuh jangkung sedikit krempeng miliknya itu.
"Daffa?" lirih Xena berucap.
Remaja itu kini melepas kasar cengkraman tangannya untuk menghalau aksi tamparan yang baru saja ingin dilakukan oleh tiga gadis bodoh sok kuat di sisinya itu. Kemudian menoleh pada Nara yang melipat keningnya samar sembari sesekali berdecak kesal.
"Ini lingkungan sekolah. Lo boleh merokok dan melakukan hal kasar lainnya di luar lingkungan sekolah," tukasnya dengan nada tegas.
Keren! Pembawaan dan setiap kalimat yang diucapkan oleh remaja jangkung dengan poni tipis yang menutupi bagian keningnya itu benar-benar sukses membuat Xena sekali lagi jatuh hati pada jiwa dewasa dan cara kepemimpinan yang ditunjukan oleh remaja di sisinya itu.
"Jika kalian pergi sekarang, gue gak akan membawa masalah ini ke BK." Ia mengimbuhkan dengan nada datar dan ekspresi wajah kaku bak seongok mesin tua yang dirakit menjadi sebuah robot.
Mereka pergi. Meninggalkan Xena juga remaja jangkung yang kini tersenyum ringan sembari bernapas lega setelah punggung ketiga gadis aneh itu mulai samar terlihat oleh sepasang lensa pekat miliknya. Dia adalah Daffa Kailin Lim.
... To be Continued ....
Ini bukan pertemuan mereka yang terakhir, itulah yang ingin Xena katakan lewat kehadiran dan tatapan matanya untuk Bara. Ia meminta polisi untuk menemui teman juga mantan kekasihnya itu. Perpisahan dan akhir sidang harus dirasakan dengan perasaan yang ikhlas dan lapang dada, Xena ingin memberikan kesan itu pada remaja yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Bara tak berucap apapun. Ia terus memandang Xena. Wajahnya tak sesayu dan tatapannya tak senanar sebelumnya. Gadis itu lebih terlihat 'hidup' dengan polesan make up yang khas seorang Xena Ayudi Bridella. Suasana yang ia dapatkan dari Xena mulai kembali lagi."Kenapa lo menemui gue lagi?"Xena tersenyum manis. Ia meraih ujung jari Bara dengan perlahan-lahan. Remaja yang ada di depannya mulai menatap dengan aneh. Ia tak bergerak, terus mengikuti apa yang dilakukan Xena padanya sekarang. Gadis itu mulai menggenggam ujung jari-jari miliknya lalu menatap Bara dengan penuh kehangatan
"Pengadilan menyatakan terdakwa atas nama Haidar Bara Ivander terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, penculikan dan penyekapan kelas ringan, serta penganiayaan kelas ringan. Untuk itu pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun ditambah dengan pidana penjara 2 tahun dan ditambah dengan pidana penjara 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa di tahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan selama 2 tahun mengingat usia terdakwa yang masih remaja. Pengadilan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dengan denda sekurang-kurangnya adalah 20 juta rupiah. Demikian putusan pengadilan ditetapkan."Ketokan palu terdengar begitu tegas menggema di ruangan. Remaja jangkung dengan pakaian khas seorang tahanan kota itu hanya bisa mengangguk. Tak ada yang disanggah. Pengacaranya pun nampak diam dan mulai pasrah. Tak perlu waktu yang lama, tak perlu drama ini itu untuk mengurung si iblis
Rumput hijau yang menyejukkan mata dan hati. Mendamaikan perasaan yang sedang riuh bergemuruh di dalam jiwa saat ini. Malik memutuskan untuk mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Zain pagi ini. Ia ingin berbicara banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi temannya itu. Ia tak benar-benar membenci Zain. Hanya saja, siapa dingin Zain padanya membuat Malik menjadi sedikit jauh dari temannya itu. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang dalam, ia tak pernah menyimpan dendam untuk remaja berponi naik ini. Hanya saja, ia iba. Zain terlalu lama menyimpan rasa sakitnya sendirian. Selepas kematian Tara, remaja itu menjauhi Malik dan memutuskan untuk menghilang dari peredaran. Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali datang dengan Aksa yang membawanya penuh luka dan darah segar yang mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.Memang, permusuhan keduanya sedikit unik. Tak ada pertengkaran juga perkelahian. Malik selalu memaafkan bagaimana perilaku Zain padanya. Toh juga, ada a
Semilir hawa bayu mengiringi langkah keduanya membelah trotoar jalanan yang menjadi jalur utama untuk mereka saat ini. Jalanan Kota Jakarta yang ramai, padat, dan tak pernah sepi juga sela. Selepas keluar dari bangunan kantor polisi, keduanya kini memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak dan mampir ke sebuah tempat untuk menikmati liburnya hari ini. Tanggal merah, hari penting untuk negara. Namun, surganya bagi para pelajar. Mereka diberi jeda satu untuk merilekskan otak dan hati mereka. Menikmati suasana kota di pagi hari sampai senja datang menutup kisah nanti sore. Malik dan Xena merasakan semua itu. Sedikit demi sedikit perasaan yang mengganggu di dalam hati mereka mulai hilang begitu saja. Semua masalah yang datang mulai surut bak gelombang air laut di malam hati. Rasanya sedikit tenang, mereka bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang mereka inginkan saat ini. Menjalin hubungan sederhana dan mulai merajut kasih juga cinta untuk melalui masa muda. Malik
Malik menatap wajah wanita tua yang ada di depannya saat ini. Pandangan matanya terus saja tertuju pada Sarah yang baru saja datang menghadang langkahnya. Sepasang mata dengan lensa pekat itu mulai menatap sayu dan nanar wajah mantan anak tirinya itu. Penuh luka, identik dengan apa yang terjadi pada sang putri kemarin malam. Kata Xena selepas ia sukses membuat mamanya menangis dengan keadaan wajah dan tubuhnya yang kacau, ia melegakan hati wanita tua itu dengan mengatakan bahwa untung saja Malik datang menyelematkan Xena dari Bara. Katanya, juga. Malik terluka sama dengan apa yang dialami oleh Xena. Gadis itu juga mengimbuhkan kalau yang menghantar dirinya sampai gerbang depan malam-malam begini adalah Abian Malik Guinandra, tetapi kala disuruh mampir untuk mengobati lukanya, Malik menolak. Alasannya hanya satu, ia tak mau membuat Sarah kembali kacau dengan dua luka di dalam hatinya selepas mendapatkan dua putra dan putrinya pulang dalam keadaan seperti itu. Toh juga ada papanya di
Bara mengetukkan ujung jari jemarinya di atas meja kayu yang ada di sisinya. Ia bersandar tepat di atas kursi sembari menyilangkan kaki dan menatap ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri selepas ia menyiksanya habis-habisan. Bara memukul wajah Xena. Sisi bibir gadis itu tergores dengan darah yang mulai mengering. Ujung matanya lebam selepas Bara melayangkan tinju ringan kala sang gadis terus saja mengumpat padanya. Xena mengejutkan. Jujur saja, Bara tak tahu kalau gadis itu bisa setangguh ini dengan penampilan dan tatapan wajah dan polos. Kala dirinya mendorong Xena masuk ke dalam gudang sekolah dan menutup pintunya dengan rapat. Xena bahkan mulai bergeming di tempatnya dengan terus menatapnya menggunakan tatapan tajam penuh amarah. Bara menampar wajahnya lalu mendorong tubuh Xena hingga jatuh terantuk sisi meja rusak di belakang tubuh gadis itu. Darah mengalir dari sisi sikunya dan luka lecet datang selepas paku berkarat tak sengaja menyentuh permukaan lengannya.
Fajar menyingsing dari ufuk timur. Sinarnya tegas menghantam permukaan bumi dan mencoba menghangatkan komponen yang ada di bawahnya saat ini. Gadis yang sudah berdiri di depan papan pengumuman besar di sekolahnya itu tak pernah menyangka dan mengira-ngira sebelumnya. Ia mendapatkan sebuah undangan kematian yang datang dari teman dekatnya. Seisi sekolah mulai membicarakan kematian Nara yang terkesan mendadak. Bukan hanya Xena yang terkejut. Akan tetapi, hampir seluruh penghuni sekolah. Bahkan guru-guru juga mulai memberitakan kabar ini dengan bumbu yang membuat suasana sedikit tegang. Kisahnya hari ini mungkin tak akan berakhir baik. Setiap sudut sekolah yang punya Mading besar seperti ini, akan menampilkan wajah Nara dengan pita kuning di atasnya. Ucapan bela sungkawa datang kemudian. Mereka meninggal 'note' yang mereka tempelkan di sisi undangan untuk mengirim doa pada teman mereka yang sudah berpulang ke pangkuan yang maha kuasa. "Bagaimana ini ... gue bahkan berbicara den
Sirine mobil polisi meraung-raung di udara. Membawa sebuah duka di setiap lajunya beberapa saat yang lalu. Ambulan mengikuti, mayat gadis malang turun dari sana dengan keadaan sudah terbungkus oleh kain putih. Seorang remaja jangkung mengiringi masuk ke dalam bangunan kepolisian. Mayat itu akan disimpan di dalam ruangan mayat tempat beberapa korban pembunuhan lainnya berada hingga polisi menyelesaikan penyelidikannya besok pagi. Suasana sudah kacau dengan Aksa yang tak lagi kuasa untuk mengiringi kepergian gadis yang ia cintai. Nara adalah cinta pertama yang ada di dalam hatinya. Gadis itu adalah satu-satunya gadis yang bisa menyentuh lubuk hatinya paling dalam. Belum juga menyatakan perasaannya dengan resmi, ajal sudah menjemputnya dengan tragis. Aksa tak bisa berkata apapun lagi. Semua yang ada di depan matanya bak sebuah mimpi buruk yang harus ia lalui seorang diri.--ia membenci kisah malam ini!"Aksa ... kita cari tempat duduk
Langkah kakinya tegas membelah rerumputan hijau yang ada di bawah pijakan kaki remaja jangkung itu sekarang ini. Gelap terasa, sedikit sunyi sebab tak ada yang datang untuk bertamu dan menyambangi rumah tua itu sekarang. Semua benar-benar terasa sepi bak rumah hantu yang sengaja dijauhi oleh para masyarakat dan warga setempat. Bukan, bukannya di sisihkan dari kota. Bukan juga dijauhi orang-orang, beginilah suasana rumah Nara kalau malam tiba dengan kerikan jangkrik yang khas menghiasi suasana malam. Tak ada hujan, tak mendung dengan langit berbintang di atas sana. Kiranya, sambutan yang baik selepas Aksa memutuskan untuk memungkaskan perkejaan paruh waktu yang ia lakukan dan mulai menatap langit di atasnya.Ada satu alasan yang membuat dirinya datang ke tempat ini lagi. Tak penting jika ia menceritakan alasannya datang kemari pada orang-orang yang tak mengenal Nara dengan baik. Namun, baginya ini sangat penting. Kala keluar dari minimarket tempatnya bekerj