"What?! No, Thanks!" Seseorang memprotes kalimat yang baru saja didengarnya dari celah bibir gadis cantik berkaki jenjang yang baru saja masuk ke dalam kelasnya. Berjalan ringan mengabaikan gadis yang hanya setinggi telinganya itu dan mengambil satu bangku di barisan tengah tempatnya biasa duduk kala pembelajaran di mulai. Menyeka keringat yang sedari tadi menetes memalui celah-celah rambut panjang ikal berwarna pekat sepekat lensa indah yang menghias sepasang mata kacang almond miliknya.
"Lo nolak Malik?" tanya si gadis dengan antusias. Menaikkan nada bicara kala gadis yang diajak berbincang hanya diam sembari menganggukkan kepalanya tegas.
"Xena! What happened with you, honey?" Gadis berambut pendek sedikit keriting di depannya kembali memprotes. Menatap tajam si teman dekat yang masih diam sembari terus menyeka keringat di atas permukaan wajahnya.
"Itu Malik, Xena. Lo kenal betul 'kan? Dia sekelas dengan kita satu tahun lalu."
Xena tersenyum miring. Menghentikan aktivitas ringan yang sedang dilakukannya kemudian menatap si gadis berkulit cokelat muda yang kembali menautkan alisnya samar. Sungguh, sahabatnya satu ini benar-benar tak bisa mengapresiasi karya indah Sang Pencipta dengan baik.
"Lo bisa gantiin gue tadi kalau segitunya lo suka sama Malik," selanya ikut memprotes. Cerewet benar sahabatnya satu ini. Jikalau tentang malik ia akan selalu menjadi gadis pertama yang harus mendengar segala hal baru tentang remaja jangkung berponi naik itu.
Namanya Danita Arabella Putri Kay. Orang memangilnya Danita. Terkadang ada juga yang menyebut gadis berambut pendek dengan ujung sedikit keriting ini dengan sebutan Admin Nita. Admin? Ya! Gadis berkulit cokelat muda dengan mata bulat dan alis tebal melengkung bulan sabit dengan satu titik kecil sebagai penanda di sisi bibir tipisnya itu adalah si admin pendiri forum tak resmi tempat para gadis muda membicarakan agungnya ketampanan dan bakat-bakat luar biasa milik Abian Malik Guinandra.
Danita menyukai Malik! Bukan sebagai fans pada idolanya yang suka berteriak bak orang kesurupan kala sang idola berlalu lalang di depannya. Namun, rasa cinta itu adalah rasa yang dimiliki oleh seorang gadis pada laki-laki impiannya. Danita adalah tipe gadis yang suka 'ceplas-ceplos' kalau ia sedang berbicara. Tak mampu menahan apa yang boleh dan tidak boleh dibicarakan di depan umum pasal Malik juga dirinya. Bagi Danita yang ada di dalam hatinya bukanlah sebuah dosa, namun sebuah doa yang harus diucapkan agar semesta segera mengabulkannya menjadi sebuah kenyataan indah pasal hubungannya dengan Abian Malik Guinandra.
Satu tahun lalu, tepatnya di awal penghujung tahun Danita Arabella Putri Kay menyatakan perasaannya pada Abian Malik Guinandra. Mengatakan dengan tegas bahwa rasa cintanya sedang mengebu-gebu saat itu. Ingin memiliki raga juga rasa sang laki-laki idaman hanya untuk dirinya seorang.
Bukan Malik namanya kalau tak melucu di depan gadis yang sedang menyatakan perasaan padanya. Dengan segala tingkah menyebalkannya, Malik merogoh saku celana abu yang dikenakan oleh remaja itu. Menyodorkan dua lembar uang dua ribuan untuk Danita sembari tersenyum ringan dan mengatakan kalimat singkat ini.
"Ulangi kalimat lo," katanya tersenyum ringan.
"I Love Three Thousand," lirih gadis itu menjawab dengan nada ragu. Melirik dua lembar uang dua ribuan yang disodorkan padanya oleh Malik.
"Ambil ini, kembalian seribunya buat lo." Malik tersenyum kuda. Menatap gadis yang baru saja membulatkan matanya sebab tak mengerti maksud dan tujuan Malik melakukan itu padanya.
"Artinya, jangan sukai gue. Jadi gue balikin tiga ribunya."
Persetanan gila bukan Malik itu? Ya! Candaannya memang terkadang ia niatkan untuk maksud yang baik. Menolak para gadis yang tak sesuai dengan hatinya tanpa harus menyakiti dan melukai perasaan sang gadis. Namun, penolakan dengan candaan murahan miliknya itu terkadang juga terdengar dan terlihat benar-benar memalukan.
"Gak semua orang bisa jadi seberutung lo, Xena." Ia menggerutu. Menarik tangan sang sahabat yang kini berdecak ringan sembari memutar bola matanya malas.
Se-istimewanya itu 'kah Abian Malik Guinandra untuk para gadis yang mengenal remaja itu secara fisik?
"Ah tau deh! Gue mau ke kamar mandi!" tukasnya melepas kasar genggaman tangan yang mencengkram jari jemari lentik miliknya. Kembali bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan ke arah ambang pintu untuk keluar dan meninggalkan gadis di depannya itu.
•••My Stepbrother•••
Ia menatap cermin berbentuk persegi yang kini tegas memantulkan bayangan wajah cantiknya yang sedikit memerah sebab panas baru saja menyengatnya secara langsung. Mendesah ringan kala menyadari bahwa bencana besar sedang menunggunya kali ini. Sebab Malik, remaja yang baru saja membuatnya masuk ke dalam sebuah permasalahan menyebalkan yang tentunya akan menyeret namanya menjadi trending topik di forum sekolah selepas pulang nanti sore.
"Honey!" teriak seseorang pada gadis yang kini sigap memutar tubuhnya untuk menatap siapa yang baru saja membuat jantungnya hampir berhenti berdetak.
Abian Malik Guinandra!
"Honey pala kau!" gerutu Xena mematikan keran air yang ada di sisinya. Menarik tisu yang sengaja disiapkannnya di dalam saku rok pendek miliknya kemudian berjalan mendekat pada remaja jangkung yang sudah berdiri di sisi tembok bangunan toilet. Tunggu, ini adalah toilet wanita!
"Pergi atau lo bisa dicap sebagai si mesum gila," kekehnya kemudian.
"Ini jam masuk. Gak akan ada orang yang ke sini." Remaja jangkung berkaos putih polos dengan celana training panjang itu menjawab dengan enteng. Tersenyum kuda untuk menampilkan rentetan gigi putih nan bersih miliknya pada Xena. Gadis yang kini memutar malas bola matanya sebab ia membenci Malik di dalam lingkungan sekolah.
"Lo balas dendam sama gue tadi?" tanya sang gadis mengerutu. Mengingat momen menyebalkan yang baru saja terjadi padanya sebab tingkah konyol Malik.
Malik menaikkan satu sisi bahunya. Berjalan mendekat pada gadis yang kini mulai membulatkan sepasang mata indah miliknya sembari terus melangkah mundur agar menjaga jarak posisi berdirinya dengan Abian Malik Guinandra. Namun, sial! Posisinya terhalang oleh tembok besar yang ada di belakangnya saat ini.
"L--lo! Ini lingkungan sekolah!"
Malik tersenyum. Mengulurkan tangannya untuk memblokir segala pergerakan gadis yang sudah terjebak posisinya saat ini. Bersandar pada dinding besar yang ada di belakangnya dengan posisi hadap intim dengan remaja jangkung berponi naik ini.
"Minta duit lo. Uang jajan gue ketinggalan di rumah," rengek Malik kemudian. Membuat gadis yang ada di depannya itu kini menghela napasnya kasar sembari mendengus kesal.
Ini adalah salah satu hal yang membuat Xena Ayudi Bridella membenci sosok Abian Malik Guinandra. Sifat yang tak banyak diketahui oleh orang di luar sana. Malik adalah remaja tampan yang ceroboh, bodoh dalam mengingat, dan tak tahu diri!
"Mama pasti ngasih uang jajan—"
Gadis di depannya sigap merogoh saku rok pendeknya. Menyodorkan uang dua puluh ribuan pada remaja yang kini tersenyum kuda padanya.
"Thanks, tiri! Gue jajan dulu!" ucapnya mengacak puncak kepala Xena. Memicu reaksi kesal gadis yang kini kembali membenarkan posisinya. Menatap kepergian Malik dengan tatapan sayu.
Hal yang membuat Xena tak bisa menerima pernyataan cinta dari Malik sebelum ini adalah sebab Abian Malik Guinandra merupakan saudara tiri dari Xena Ayudi Bridella. Saudara tiri yang tak diketahui oleh siapapun di dalam lingkungan sekolah ini.
... To be Continued ...
Ini bukan pertemuan mereka yang terakhir, itulah yang ingin Xena katakan lewat kehadiran dan tatapan matanya untuk Bara. Ia meminta polisi untuk menemui teman juga mantan kekasihnya itu. Perpisahan dan akhir sidang harus dirasakan dengan perasaan yang ikhlas dan lapang dada, Xena ingin memberikan kesan itu pada remaja yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Bara tak berucap apapun. Ia terus memandang Xena. Wajahnya tak sesayu dan tatapannya tak senanar sebelumnya. Gadis itu lebih terlihat 'hidup' dengan polesan make up yang khas seorang Xena Ayudi Bridella. Suasana yang ia dapatkan dari Xena mulai kembali lagi."Kenapa lo menemui gue lagi?"Xena tersenyum manis. Ia meraih ujung jari Bara dengan perlahan-lahan. Remaja yang ada di depannya mulai menatap dengan aneh. Ia tak bergerak, terus mengikuti apa yang dilakukan Xena padanya sekarang. Gadis itu mulai menggenggam ujung jari-jari miliknya lalu menatap Bara dengan penuh kehangatan
"Pengadilan menyatakan terdakwa atas nama Haidar Bara Ivander terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, penculikan dan penyekapan kelas ringan, serta penganiayaan kelas ringan. Untuk itu pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun ditambah dengan pidana penjara 2 tahun dan ditambah dengan pidana penjara 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa di tahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan selama 2 tahun mengingat usia terdakwa yang masih remaja. Pengadilan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dengan denda sekurang-kurangnya adalah 20 juta rupiah. Demikian putusan pengadilan ditetapkan."Ketokan palu terdengar begitu tegas menggema di ruangan. Remaja jangkung dengan pakaian khas seorang tahanan kota itu hanya bisa mengangguk. Tak ada yang disanggah. Pengacaranya pun nampak diam dan mulai pasrah. Tak perlu waktu yang lama, tak perlu drama ini itu untuk mengurung si iblis
Rumput hijau yang menyejukkan mata dan hati. Mendamaikan perasaan yang sedang riuh bergemuruh di dalam jiwa saat ini. Malik memutuskan untuk mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Zain pagi ini. Ia ingin berbicara banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi temannya itu. Ia tak benar-benar membenci Zain. Hanya saja, siapa dingin Zain padanya membuat Malik menjadi sedikit jauh dari temannya itu. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang dalam, ia tak pernah menyimpan dendam untuk remaja berponi naik ini. Hanya saja, ia iba. Zain terlalu lama menyimpan rasa sakitnya sendirian. Selepas kematian Tara, remaja itu menjauhi Malik dan memutuskan untuk menghilang dari peredaran. Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali datang dengan Aksa yang membawanya penuh luka dan darah segar yang mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.Memang, permusuhan keduanya sedikit unik. Tak ada pertengkaran juga perkelahian. Malik selalu memaafkan bagaimana perilaku Zain padanya. Toh juga, ada a
Semilir hawa bayu mengiringi langkah keduanya membelah trotoar jalanan yang menjadi jalur utama untuk mereka saat ini. Jalanan Kota Jakarta yang ramai, padat, dan tak pernah sepi juga sela. Selepas keluar dari bangunan kantor polisi, keduanya kini memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak dan mampir ke sebuah tempat untuk menikmati liburnya hari ini. Tanggal merah, hari penting untuk negara. Namun, surganya bagi para pelajar. Mereka diberi jeda satu untuk merilekskan otak dan hati mereka. Menikmati suasana kota di pagi hari sampai senja datang menutup kisah nanti sore. Malik dan Xena merasakan semua itu. Sedikit demi sedikit perasaan yang mengganggu di dalam hati mereka mulai hilang begitu saja. Semua masalah yang datang mulai surut bak gelombang air laut di malam hati. Rasanya sedikit tenang, mereka bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang mereka inginkan saat ini. Menjalin hubungan sederhana dan mulai merajut kasih juga cinta untuk melalui masa muda. Malik
Malik menatap wajah wanita tua yang ada di depannya saat ini. Pandangan matanya terus saja tertuju pada Sarah yang baru saja datang menghadang langkahnya. Sepasang mata dengan lensa pekat itu mulai menatap sayu dan nanar wajah mantan anak tirinya itu. Penuh luka, identik dengan apa yang terjadi pada sang putri kemarin malam. Kata Xena selepas ia sukses membuat mamanya menangis dengan keadaan wajah dan tubuhnya yang kacau, ia melegakan hati wanita tua itu dengan mengatakan bahwa untung saja Malik datang menyelematkan Xena dari Bara. Katanya, juga. Malik terluka sama dengan apa yang dialami oleh Xena. Gadis itu juga mengimbuhkan kalau yang menghantar dirinya sampai gerbang depan malam-malam begini adalah Abian Malik Guinandra, tetapi kala disuruh mampir untuk mengobati lukanya, Malik menolak. Alasannya hanya satu, ia tak mau membuat Sarah kembali kacau dengan dua luka di dalam hatinya selepas mendapatkan dua putra dan putrinya pulang dalam keadaan seperti itu. Toh juga ada papanya di
Bara mengetukkan ujung jari jemarinya di atas meja kayu yang ada di sisinya. Ia bersandar tepat di atas kursi sembari menyilangkan kaki dan menatap ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri selepas ia menyiksanya habis-habisan. Bara memukul wajah Xena. Sisi bibir gadis itu tergores dengan darah yang mulai mengering. Ujung matanya lebam selepas Bara melayangkan tinju ringan kala sang gadis terus saja mengumpat padanya. Xena mengejutkan. Jujur saja, Bara tak tahu kalau gadis itu bisa setangguh ini dengan penampilan dan tatapan wajah dan polos. Kala dirinya mendorong Xena masuk ke dalam gudang sekolah dan menutup pintunya dengan rapat. Xena bahkan mulai bergeming di tempatnya dengan terus menatapnya menggunakan tatapan tajam penuh amarah. Bara menampar wajahnya lalu mendorong tubuh Xena hingga jatuh terantuk sisi meja rusak di belakang tubuh gadis itu. Darah mengalir dari sisi sikunya dan luka lecet datang selepas paku berkarat tak sengaja menyentuh permukaan lengannya.
Fajar menyingsing dari ufuk timur. Sinarnya tegas menghantam permukaan bumi dan mencoba menghangatkan komponen yang ada di bawahnya saat ini. Gadis yang sudah berdiri di depan papan pengumuman besar di sekolahnya itu tak pernah menyangka dan mengira-ngira sebelumnya. Ia mendapatkan sebuah undangan kematian yang datang dari teman dekatnya. Seisi sekolah mulai membicarakan kematian Nara yang terkesan mendadak. Bukan hanya Xena yang terkejut. Akan tetapi, hampir seluruh penghuni sekolah. Bahkan guru-guru juga mulai memberitakan kabar ini dengan bumbu yang membuat suasana sedikit tegang. Kisahnya hari ini mungkin tak akan berakhir baik. Setiap sudut sekolah yang punya Mading besar seperti ini, akan menampilkan wajah Nara dengan pita kuning di atasnya. Ucapan bela sungkawa datang kemudian. Mereka meninggal 'note' yang mereka tempelkan di sisi undangan untuk mengirim doa pada teman mereka yang sudah berpulang ke pangkuan yang maha kuasa. "Bagaimana ini ... gue bahkan berbicara den
Sirine mobil polisi meraung-raung di udara. Membawa sebuah duka di setiap lajunya beberapa saat yang lalu. Ambulan mengikuti, mayat gadis malang turun dari sana dengan keadaan sudah terbungkus oleh kain putih. Seorang remaja jangkung mengiringi masuk ke dalam bangunan kepolisian. Mayat itu akan disimpan di dalam ruangan mayat tempat beberapa korban pembunuhan lainnya berada hingga polisi menyelesaikan penyelidikannya besok pagi. Suasana sudah kacau dengan Aksa yang tak lagi kuasa untuk mengiringi kepergian gadis yang ia cintai. Nara adalah cinta pertama yang ada di dalam hatinya. Gadis itu adalah satu-satunya gadis yang bisa menyentuh lubuk hatinya paling dalam. Belum juga menyatakan perasaannya dengan resmi, ajal sudah menjemputnya dengan tragis. Aksa tak bisa berkata apapun lagi. Semua yang ada di depan matanya bak sebuah mimpi buruk yang harus ia lalui seorang diri.--ia membenci kisah malam ini!"Aksa ... kita cari tempat duduk
Langkah kakinya tegas membelah rerumputan hijau yang ada di bawah pijakan kaki remaja jangkung itu sekarang ini. Gelap terasa, sedikit sunyi sebab tak ada yang datang untuk bertamu dan menyambangi rumah tua itu sekarang. Semua benar-benar terasa sepi bak rumah hantu yang sengaja dijauhi oleh para masyarakat dan warga setempat. Bukan, bukannya di sisihkan dari kota. Bukan juga dijauhi orang-orang, beginilah suasana rumah Nara kalau malam tiba dengan kerikan jangkrik yang khas menghiasi suasana malam. Tak ada hujan, tak mendung dengan langit berbintang di atas sana. Kiranya, sambutan yang baik selepas Aksa memutuskan untuk memungkaskan perkejaan paruh waktu yang ia lakukan dan mulai menatap langit di atasnya.Ada satu alasan yang membuat dirinya datang ke tempat ini lagi. Tak penting jika ia menceritakan alasannya datang kemari pada orang-orang yang tak mengenal Nara dengan baik. Namun, baginya ini sangat penting. Kala keluar dari minimarket tempatnya bekerj