Share

Kerja kelompok

Hari ini dari pagi sampai siang hari cuaca terasa begitu panas. Seiring bertambahnya laju detak waktu langit pun semakin siang semakin membiru, tak terlihat awan berarak di sekitarnya. Matahari begitu panas berasa tepat di ubun-ubun kepala. Waktu terasa semakin lama bagi Dafa sebab istrinya itu sedang marah dengannya. Tadi pagi Putri berangkat sekolah sendiri begitu juga saat pulang. Dafa pulang terlebih dahulu dan tidak melihat pucuk hidung istrinya itu. 

Panas cuaca di luar di padu dengan es jeruk memang nikmat tingkat dunia. Dafa duduk di sofa menatap ke arah luar jendela menanti istrinya pulang sekolah. 

Tap tap 

Suara langkah terdengar dari arah luar. Dafa menajamkan pandangannya ke pintu. 

Ceklek

Pintu itu terbuka lebar. Netra Dafa mendapati Putri bersama seseorang di belakangnya. Wendi dan Silva. Dafa terbelalak membuat kakinya bangun tegak. Putri membawa temannya, bukankah dia tidak ingin siapapun tau tentang pernikahannya? Tapi itu Wendi pria culun dengan mulut yang bisa dijaga 'mungkin'. 

"Masuk!" Putri mendahului teman-temannya untuk masuk ke dalam. 

"Tenang aja,"ucap Putri pada Dafa. 

Kedua temannya itu terus menatap Dafa dengan intens. Keduanya melambaikan tangan pada Dafa saat berhadapan dengan Dafa. 

"Hallo pak,"sapa Wendi. Dafa tersenyum dan mengangguk sebagai balasan. 

"Gue ganti baju dulu ya,"kata Putri diangguki kedua temannya. 

Putri melenggang pergi ke kamarnya. Dafa menyusul. Wendi dan Silva itu duduk di lantai sembari menunggu Putri. 

Cermin adalah pantulan diri kita, meski kita terlihat jelek cermin itu akan jujur begitu juga dengan sebaliknya. Putri membuka kancing serangannya satu persatu. Dia berdiri membelakangi pintu. Perlahan bajunya ia tarik dengan tangan yang direntangkan. 

Brak

Dafa membuka pintu tanpa mengetuk.

"Aaaaaaaa." Putri berteriak keras. Dafa melotot dengan bibir yang sedikit terbuka. Putri yang menghadap ke cermin itu membuat pantulan dirinya di lihat oleh Dafa. Kedua buah dadanya terlihat dan segera ia tutupi dengan bajunya. Dafa dengan segera menutup pintu itu kembali. Seketika tubuh Dafa menjadi gemetar. Dengan segera Putri mengganti bajunya. 

Putri membuka pintunya kembali dan terpampang punggung lebar Dafa. Dafa sontak berbalik dengan bibirnya yang gemetar. Putri menatap tajam Dafa sedetik lalu melangkah. 

"Putri,"kata Dafa menghentikan langkah Putri. "Maaf,"sambungnya terdengar lirih. 

"Anggap gak pernah terjadi." Putri membenarkan hoodie nya lalu berlalu begitu saja. Suara sinis Putri membuat Dafa menelan ludah kasar. Dia akan mati. 

Ketiga remaja itu sedang mengerjakan tugas kelompok. Bu sari itu memang hobi untuk memberikan tugas kelompok. Gelak tawa mengiringi di setiap tugas. Membuat peta Asia tidak semuda yang di bayangkan bahkan sudah hampir dua jam mereka bertiga belum menyelesaikan tugasnya. 

"Hahahaha dia mendengkur, gue aja gak pernah,"ucapan Wendi diiringi tawa. 

"Tau dari mana lo kalo lo gak ngedengkur kan lo lagi tidur,"tolak Silva.

"Gue pernah sengaja ngerekam diri gue pas lagi tidur,"celetuk Wendi membuat kedua gadis itu terbelalak. 

"Gabut banget hidup lo." Itu Putri. Yah mereka bertiga sedang membicarakan Dafa. 

Putri itu bercerita saat tidur bersama Dafa, suaminya itu mendengkur keras membuat tidur Putri terganggu. Bukan hanya mendengkur tapi air liur Dafa selalu menetes sedetik sekali membuat bantal Putri basah dan bau. Putri juga tidak segan-segan untuk menjadikan itu sebuah kenangan dengan merekam Dafa melalui ponselnya. 

"Pantesan mata saya kedutan-" Dafa menyahuti membuat ketiganya menoleh ke arah Dafa. "-ternyata kalian lagi bicarain saya." Dafa melipat tangannya di depan dada. Tatapan tajam Dafa membuat Wendi dan Silva menunduk takut. 

"Emang gitu." Bukan Putri namanya kalau tidak menjawab. 

Dafa menurunkan tangannya dan memasukkan ke dalan saku celananya. Dia mendudukkan dirinya di samping Putri. "Kok masih dapat setengah perasaan udah dua jam?!" Dafa mengintimidasi. 

"Diantara kita bertiga ini-" Putri menunjuk kedua teman dan dirinya. "-gak ada yang pinter buat peta."

Dafa memiringkan bibirnya. "Yaudah sini tak bantu." 

"Beneran pak?"sahut Wendi dan Silva bersamaan. 

                                       ****

Satu jam berlalu. Hari sudah mulai gelap. Senja itu Indah tapi sayang hanya datang sebentar tapi setidaknya dia akan datang kembali tidak seperti dia yang menaruh harapan lalu pergi dengan meninggalkan ketidak pastian. Suara kicauan burung membuat suasana semakin damai ditambah tidak ada kendaraan yang lewat. Burung-burung terbang menuju rumah untuk pulang. Bahu Dafa terlalu nyaman sehingga membuatnya terbang ke alam mimpi dengan damai. Wajah indahnya tidak membuat Dafa bosan. Teman-teman nya sudah pulang sejak tadi. Dafa membantu ah tidak, hanya Dafa yang mengerjakan. 

Dafa menatapi wajah damai Putri. Gadis itu terlalu cantik bahkan saat tidur sekalipun. Antara tidak tega dan terpaksa Dafa harus membangunkan istrinya itu untuk mandi. "Putri, bangun,"ucap Dafa berbisik di telinga Putri. Putri malah berpindah ke dada Dafa membuat tangan Pria itu berada di pipinya. Pipi yang berisi dan lembut. 

Senyum tipis terukir di bibir Dafa. "Putri bangun!" Dafa sedikit menaikkan nada suaranya. Tidak mendapat respond Dafa sedikit geram, ingin sekali dia berteriak kencang pada telinga gadis itu. 

"Putri sayang bangun yuk mandi udah mau maghrib." Suara lembut Dafa kali ini membuat Putri langsung membuka matanya lebar. Putri duduk lalu menatap Dafa. Hatinya benar-benar malu, dimana harga diri itu? Putri berdiri dan berlari sambil membuang muka. Dafa itu hanya memandangi istrinya yang membuat hati menahan tawa. 

Malam dingin ditemani secangkir kopi. Suara nyamuk terlalu nyaring di telinga Dafa. Pria itu duduk di sofa ruang tamu dengan pandangan yang tertuju ke pintu. 

"Ngapain?" Putri datang dengan piyama yang ia kenakan. Dua duduk di samping Dafa. "Nungguin Bu Nonna? Ada janji sama dia?" Putri mengintrogasi. 

Dafa menghela nafas berat. "Nungguin Galih mau nonton bola bareng,"ucap Dafa membuat Putri tersedak air minum. 

Putri membelalakkan matanya. Dafa menatap Putri diiringi dengan senyum miring lalu Dafa itu tertawa keras. "Idiot." Putri mengumpat dia kembali menyeruput airnya. 

"Wendi mau kesini nobar bola,"ungkap Dafa membuat Putri melirik Dafa kesal. 

Dia sudah panik tapi ternyata Dafa menggodanya. Sialan. Bagaimana jika Galih tau kalau Putri sudah menikah? Mungkin pria itu akan kecewa dan memilih untuk meninggalkan Putri. Putri egois karena mempunyai kekasih padahal dia sudah menikah, itu namanya egois bukan? 

Ayo bantu sambil menjadi saksi keegoisan Putri dan kesabaran seorang Dafa. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status