Share

Hari Yang panjang

Langit yang masih kelabu dengan basahnya daun karena embun. Rintikan hujan terdengar merdu dan sopan masuk ke telinga. Sejuk membuat bulu kuduk merinding. Putri sedang berada di dapur, memasak untuk sang suami. Di memotong bawang sebab dia akan memasak nasi goreng. Sejauh ini hanya itu yang bisa dia buat. Dia mulai menumis bawang-bawang itu. Aroma harum sudah mulai semerbak membuat penganggu itu datang. Dafa datang dengan kaos oblong dan celana pendek di kakinya. Dia mengendus-endus wajan di depan Putri. Tangan Putri gatal ingin mendorong wajah suaminya ke wajan. 

"Pergi duduk!" Putri mulai terganggu dengan kedatangan jiwa setan. 

Dafa melangkah mundur membiarkan istrinya menuangkan nasi ke wajan. Nasi, saos, kecap ia tuangkan bergantian tak lupa sejumput garam yang ia taburkan. 

"Jangan banyak-banyak nanti asin." Dafa berkomentar sembari berdiri menonton Putri masak. 

"Itu telornya jangan lupa di goreng nanti!" Pria itu memerintah membuat Putri bergumam pelan. 

"Telor mu sini ku goreng." Putri bergumam membuat Dafa tidak kedengaran. 

Pengacau itu hanya berdiri diam tidak membantu. Dia hanya menonton. Sial sekali. Pikiran jahat Putri terlintas di otaknya. 

"Apa?" Putri membentak pasalnya Dafa terus memandanginya dengan tatapan mengintai. Dafa tersenyum miring membuat Putri mengangkat pundaknya geli. 

"Ambilin garam!"perintah Putri membuat pria itu nurut. 

Putri menaburkan sejumput garam pada telur ceplok yang ia goreng. Dia mengambil sejumput lagi. Dia melirik ke arah Dafa yang sedang memainkan ponsel. Tangan yang berisi garam itu berhasil mendarat tepat pada mulut Dafa membuat Dafa terlonjak kaget dan segera mengelap mulutnya. 

"Pleh pleh." Dafa mendecit, lidahnya terasa kasar karena asin garam itu. 

Dia meludah di wastafel lalu berkumur. Mulutnya kini benar-benar terasa asin. Putri tertawa lepas karena aksinya berhasil sesuai rencana. Dafa melenggang mendekat ke arah Putri. Gadis itu melangkah mundur lantaran Dafa menatapnya dengan tersenyum sinis. 

Putri terkekeh palsu. Dia panik, takut apa yang akan dilakukan pria ini. Hingga akhirnya Putri mepet di sudut tembok. Dia memiringkan tubuhnya ingin pergi dari Dafa tapi Dafa lebih cepat mengunci pergerakan Putri dengan tangan yang ia rentangkan di sisi kanan-kiri Putri. 

"Mau apa kamu?"ucap Putri lirih dia mulai ketakutan. 

"Putri..." Dafa mendekatkan wajahnya ke wajah putri dengan senyum miring di bibirnya. Putri membuang muka lalu menutup matanya lantaran hidungnya dan hidung Dafa saling bertemu. Hidung putri mendengus, mencium bau gosong dia segera membelalakan matanya. Putri mendorong tubuh Dafa membuat Dafa terlonjak kaget. 

Putri berlari ke arah wajan dengan telur yang sudah gosong itu. Dafa berdiri di samping Putri sambil ikut menatapi telur yang sudah gosong itu. 

                                    **** 

Pagi hari di sekolah. Mentari sudah bersinar dengan terang membuat orang-orang menyipitkan matanya bila menengok ke atas. Aspal jalanan terasa begitu panas sehingga bisa membuat tubuh terbakar. Sekolah besar itu hening sebab semua murid sedang belajar. 

Hari ini jam pelajaran Biologi membuat Dafa harus mengajar dengan dampingan guru lain. 

"Anak-anak sudah mengerti dengan puisi?" Itu bu nonna yang dikenal dengan julukan penggoda. Bahkan dia terlalu gatal sampai ada guru laki-laki yang pindah karena ulahnya. 

"Mengerti bu,"jawab murid dengan serentak. 

"Baik. Jadi tugas kalian adalah membuat puisi dengan bait minimal lima." Kali ini Dafa yang menjelaskan membuat semua murid menggerutu pelan. Minimal lima dalam lima baris itu yang di maksud Dafa. 

Siswa-siswi menggarap tugas yang diberi Dafa. Kelas IPS itu tentu tidak bisa diam, ada yang berjalan-jalan, ada yang berbisik-bisik untuk menyontek. Semua itu hanya sedetik. Semua kembali duduk di bangku masing-masing dengan mulut yang dikunci rapat. Dafa dan bu Nonna berkeliling mengecek tugas muridnya. Hingga keduanya bertemu di bangku Putri. Dafa mengambil secarik kertas yang berada di meja Putri. Dia membaca dalam hati dengan dalam. Bu Nonna mengambil kertas itu dari Dafa. Dia menyenderkan tangan kirinya di pundak Dafa. Bu Nonna itu tersenyum menggoda Dafa membuat Dafa terus menatap Putri yang kesal. 

Dunia begitu sempit membuatku selalu bertemu dengan isi hatiku. Ibu ku bilang bahwa hati adalah diri kita. Jika ada cinta di antara kita maka kita akan tetap bersama. Tidak tau jika aku menolak. 

Bagai kupu-kupu jika aku bersanding dengannya. Namun, aku tidak tau rasa apa itu. Bukan cinta 'menurutku'. Bagai secarik kertas jika tidak ada kehadirannya. Satu kata 'peduli'. 

Aku tidak peduli dengan cinta hanya peduli dengan hidup. Kumohon jangan menyuruhku membuat puisi karena ini menyiksa-

Bu Nonna berhenti membaca dan beralih menatap tajam Putri. Putri itu hanya menunduk dengan pulpen yang ia coret-coret di buku bagian belakang. 

"Putri!" Bu Nonna menaikkan nada bicaranya membuat Putri mendongak menatapnya. Sedetik dua detik mereka berdua berkontak mata. Lalu Bu Nonna berlalu pergi ke depan. Putri bertatap dengan Dafa lalu Dafa memberikan wink sedetik pada Putri. 

                                     ****

Malam gelap. Langit kelabu. Ketidak tenangan menyelimuti. Jiwanya risih. Putri duduk diam di sofa dengan semangkuk popcorn di tangannya. Badan lemas terkulai di atas sofa dengan kaki yang disilangkan. Tidak ada Dafa membuat hatinya sepi. Dia kembali meraih ponselnya di meja dan mencoba menghubungi dafa 'lagi'. 

Ceklek

Pintu itu perlahan terbuka membuatnya melebarkan matanya. Netra nya mulai menangkap sosok bayangan. Dafa masuk dengan tatapan sayu dan rambutnya yang berantakan. Putri bangkit sambil menekuk tangannya di depan dada. 

Dafa meringis. "Kamu belum tidur?" Dafa menyeringai tapi Putri menampilkan wajah yang ingin mengidentifikasi. 

"Kenapa tidak mengangkat telfon?" Putri bertanya dengan nada tinggi. "Apa bapak bercinta dengan Nonna?!" Putri tersenyum miring mengejek. 

"Putri,gurumu itu mengajakku ke club dan kau tau apa yang dia lakukan?" Putri menggeleng. "Dia mengajakku minum dan ke hotel tapi untung saja aku menolaknya karena mengingat dirimu!" Dafa berlalu begitu saja meninggalkan Putri yang diam. 

"Nyenyenye. Idiot!" Putri sebal dengan sesuatu tapi apa? 

Brak

Putri terlonjak kaget ketika Dafa mendorong pintu kamarnya keras. Pria itu hanya menggunakan celana pendek dengan telanjang dada. 

Putri menutupi dirinya dengan selimut. "Apa kamu kehabisan baju?" 

Dafa mendekat dan duduk di tepi ranjang. "Aku tidur di sini ya?" Dafa memohon membuat Putri menggeleng. 

"Plissssss." Dafa menyatukan kedua tangannya dengan mata yang berbinar. 

"Apa kamarmu ada tikus? Jangan macam-macam tidurlah!" Putri bergeser memberi tempat untuk Dafa. 

Dafa tersenyum lebarlalu membaringkan tubuhnya di samping Putri. Putri memungungi Dafa membuat Dafa hanya bisa menatap punggung istrinya. 

"Kamu tidur?"tanya Dafa lirih. Tidak ada sahutan dari sebrang membuat Dafa mendengus pelan. 

"Biarkan aku tidur jangan berisik pak!" Putri membalas ketus. 

"Hem." Dafa berdehem sambil sekilas melirik Putri. 

Malam tanpa pelukan dari istri itu membuatnya kurang. Dafa pikir Putri sedang PMS jadi emosinya tidak terkendali. Malam kedua sepasang insan itu hanya di beri kehangatan selimut tebal. Tanpa pelukan? Tidak, mungkin nanti jika keduanya sudah tidur lelap. 

See? Yes, see uuu

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status