Pov Wilya
Aku sangat gelisah, sedari tadi menunggu Noah pulang. Mencoba menelpon sekertarisnya tadi sore, tetapi Aldi mengatakan kalau Noah sudah keluar kantor dari tadi siang. Menelponnya ponselnya juga tidak aktif. Tidak mungkin dia pergi mengunjungi mertuaku, karena mereka berdua sedang ada di Australia. Aku melihat lagi jam di dinding rumah, ini sudah pukul dua belas malam. Hati istri mana yang tidak khawatir, tidak biasanya Noah seperti ini. Aku menghembuskan napas lelah menunggunya sedari tadi di ruang tamu rumah kami, tiba-tiba saja hujan deras menambah kekacauan di dalam pikiranku. Saat petir menyambar lampu rumah ini juga ikut padam.
"Nyonya apa itu Anda?" tanya mbok Tini asisten rumah tangga yang memang tidur di kamar belakang.
"Ya mbok. Ini saya, sepertinya kerusakan listrik karena petir tadi. Kita pasang lampu semprong saja dulu ya Mbok. Saya lupa membeli lilin," kataku kemudian mbok Tini datang dengan tiga lampu semprong. Penjaga rumah ini yang biasa kami gaji sedang tidak masuk, jika dia ada mungkin aku bisa meminta tolong menghidupkan pembangkit listrik yang kami miliki di gudang belakang. Aku semakin kesal saja hari ini, Noah belum kembali dan kini listrik padam.
"Nyonya apa masih ingin disini?" tanya mbok Tini lagi sehingga aku mengangguk. Dari wajahnya aku tahu dia masih ingin bertanya, tetapi tidak dia lakukan mungkin karena segan denganku. Jam dua belas berganti menjadi jam satu dini hari, aku sudah mulai mengantuk tadinya dengan tidur di sofa ruang tamu ini, kemudian terbangun saat suara mesin mobil Noah aku dengar. Benar saja itu dia, aku melihatnya membuka pintu rumah kami.
"Sayang maaf," katanya begitu melihat wajahku yang sudah tidak mengerti lagi harus berekspresi seperti apa. Rasa khawatir dan curiga itu bersamaan ada didalam pikiranku.
"Darimana kamu?" tanyaku kepadanya dengan nada yang jelas terlihat sangat marah.
"Aku ada janji dengan teman," jawabnya ingin meraih tanganku dan langsung aku tepis.
"Teman? siapa temanmu itu? apa pantas bertemu teman sampai kamu lupa aku dirumah, dan kamu juga sudah ada janji denganku Noah. Kamu tahu ini jam berapa?" Noah tertunduk, melihatnya seperti ada rasa tidak tega, memang ini pertama kalinya dia berbuat seperti ini. "Teman mana yang kamu temui? apa itu Gilsha artis yang kemarin aku lihat memelukmu?" matanya menatapku langsung seperti menghakimi.
"Itu bukan dia, kamu bisakan tidak usah terus membawa nama dia."
"Membawa terus bagaimana? Baru kali ini aku membawa namanya!"
"Aku baru kali ini berbuat seperti ini, apa kamu tidak bisa memaafkanku? aku lelah Wilya."
"Kamu lelah karena ulahmu sendiri bersenang-senang diluar sana, sementara aku? kamu lihat hujan dan listri padam. Kalau mbok Tini tidak ada, apa kamu bisa memikirkan bagaimana aku dirumah ini." Noah bukannya menjawab, malah terus berjalan menaiki anak tangga menuju kamar kami. Sangat kesal rasanya dengan Noah, aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar tamu saja. Biar dia tahu aku sangat marah dengan yang dia lakukan, sebagai suami tidak seharusnya dia pulang larut malam seperti ini.
Di dalam kamar tamu ini aku menangis, tidak lama aku dengar pintu di ketuk. "Sayang," panggil Noah dari luar sana. "Sayang maaf, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Aku menghapus air mata ini, menatap diri didepan cermin kemudian aku bergerak untuk membuka pintu.
"Kamu janji tidak melakukannya lagi?"
"Iya Wilya, maaf ya sayang..." Aku memeluk Noah ketika dia mengatakan maaf. Aku merasakan dia mengusap lembut rambutku, sungguh ini sangat nyaman. Aku takut seandainya kenyamanan ini akan menghilang dariku, satu pertanyaan ku yang tidak dia jawab. Siapa nama temannya yang dia temui, mungkin lain waktu aku bisa bertanya. Sekarang aku tidak ingin membuat masalah ini semakin larut, apalagi benar jika Noah baru kali ini saja melakukannya.
"Aku harap kamu benar tidak macam-macam diluar sana," ucapku dan dia mengangguk.
***
Minggu pagi, hari ini Wilya dan Noah bangun siang karena mereka memang baru tidur pukul tiga pagi. Wilya masih tidur dengan lengan Noah sebagai bantalnya. Ponsel Noah yang dia letakkan didalam laci dekat tempat tidur itu berdering, tidak ingin membuat Wilya bangun perlahan Noah menggeser tubuh Wilya. Dia mengambil ponsel yang sudah dia isi baterainya semalam.
Nama Gilsha tertera, Noah bimbang harus menjawabnya atau tidak. Setelah ia pikirkan, dia mengangkat telpon itu dan pergi keluar kamar.
[Noah...kau bisa ke rumahku sore ini?]
Noah bingung menjawabnya, hari Minggu biasanya dia hanya menghabiskan waktu bersama Wilya,istrinya.
[Jika tidak bisa tidak apa-apa,aku bertanya karena Lina tidak bisa menemaniku. Sementara dua pembantu disini jika hari Minggu mereka libur.]
"Oke baiklah, sore nanti aku ke sana. Kau mau dibawakan sesuatu?" tanya Noah padahal dia sendiri masih bingung ingin memberikan alasan apa kepada Wilya.
[Aku tidak ingin apapun, cukup kamu temani saja.]
Noah tersenyum tanpa ia sadari, membayangkan wajah Gilsha saat ini itulah yang ada dalam benaknya. Sambungan telpon berakhir, dia kembali masuk kedalam kamar. Dilihatnya Wilya masih tidur pulas, rasa bersalah itu jelas ada dalam diri Noah. Namun, mau bagaimana lagi? Dia tidak bisa mengabaikan Gilsha begitu saja. Wilya memang tanggung jawabnya, dia berjanji tidak akan membuat Wilya tahu hubungan dekatnya dengan Gilsha. Jika Wilya tidak tahu kedekatan mereka, maka wanita yang bergelar istrinya itu tidak akan terluka. Begitulah yang Noah pikirkan, kemudian dia tersenyum puas dengan jalan pikiran sesat yang ia miliki.
"Sayang...sudah bangun?" tanya Wilya ketika dia melihat Noah berdiri sambil menatapnya.
"Iya aku sudah bangun, dan melihatmu yang tertidur pulas." Noah tersenyum kemudian naik lagi ke atas tempat tidur.
"Kenapa tidur lagi?" tanya Wilya saat Noah memejamkan mata sambil berbaring, tapi Wilya juga memeluk tubuh suaminya itu. Mendekatkan bagian tubuhnya, berharap bisa menggangu isi pikiran suaminya.
"Sayang...jangan menggoda ku."
"Kenapa tidak boleh? Kamu suamiku," ucap Wilya hingga Noah membuka mata tidak percaya dengan yang istrinya itu katakan.
"Aku ada pekerjaan sore nanti, jadi aku masih ingin tidur."
"Ini hari Minggu, kenapa pergi kerja? Biasanya kamu tidak mau bekerja kalau hari libur."
"Ya itu biasanya, ini luar biasa karena pekerjaanku sangat banyak dan harus segera di selesaikan." Wilya kembali melihat Noah memejamkan mata. Bahkan godaannya secara terang-terangan tadi tidak ditanggapi oleh suaminya ini. Wilya masih berpikir positif, dia berpikir Noah pasti sangat banyak pekerjaan sehingga tidak ingin berhubungan badan dengannya.
***
Gilsha sedang memakai parfum agar bisa membuat Noah tetap nyaman lama-lama dengannya. Dia memang sudah gila karena menggoda Noah kembali lagi dengannya. Sebenarnya dia tidak mengapa tidak ada yang menemani, sudah biasa dia seperti itu. Semua yang dia katakan kepada Noah hanyalah alasan, agar mereka bisa berduaan.
Gilsha tersenyum ketika melihat gaun berwarna coklat bermotif bunga, yang hanya sebatas lutut itu dia gunakan. Gaun santai yang ia gunakan ini, juga hanya bertali satu, hingga menampilkan jelas bahu indah dan juga kulit seputih porselen yang ia miliki.
Lebam di wajahnya juga sudah memudar, kecantikan yang ia miliki sudah hampir sempurna terlihat lagi.
Tidak lupa dia memoles lipstik berwarna merah di bibir penuh yang ia miliki.Deru mesin mobil membuat Gilsha tersenyum, dia tahu pasti itu Noah. Jelas sekali kalau pria itu juga masih menginginkannya. Menuruni anak tangga satu demi satu dengan perlahan, Gilsha akhirnya membukakan pintu untuk Noah.
Dia memberikan senyum terbaiknya, sementara Noah dia menelan berat ludahnya, melihat kecantikan Gilsha.Saat Gilsha memeluknya, Noah mencium harum bunga dan vanilla yang dia sukai dari Gilsha sedari dulu. "Kenapa diam saja?" tanya Gilsha kali ini wanita itu tertawa kecil. Pasti karena melihat wajah terpana Noah tadi.
"Sepertinya kau tidak sakit lagi?" tanya Noah kepada Gilsha, kali ini mereka sudah duduk di bangku taman belakang rumah Gilsha. Disana juga ada kolam renang, dan beberapa tumbuhan hijau serta bunga yang membuat suasana terasa nyaman.
"Ya benar, aku sudah baikan. Aku menelpon mu karena memang ingin kau temani." Noah lagi-lagi menatap wajah cantik serta bola mata Gilsha. Bibir merah merekah itu menganggu isi pikiran Noah. Dulu Noah pernah merasakannya dan dia menyukai hal itu.
"Ah...aku lupa membuatkan mu minum. Sebentar aku ambilkan," ucap Gilsha kemudian dia berjalan dengan cepat tidak dapat Noah tahan. Karena buru-buru Gilsha jatuh kedalam kolam, panik Noah masuk dan langsung menggapai tubuh Gilsha.
Noah mengangkat tubuh Gilsha ke pinggiran kolam itu, membaringkan Gilsha yang tersedak air. "Noah kaki ku keram," kata Gilsha membuat Noah mengangguk mengerti. Dia menggendong tubuh yang menggoda imannya itu ke dalam rumah, menuju kamar Gilsha.
Bersambung....
Dua minggu berlalu...Wilya sibuk melihat pakaian apa yang akan dia kenakan di acara ulang tahun perusahaan Noah malam ini, dia tersenyum bahagia karena Noah memintanya untuk mendampingi bukan Gilsha. Wanita yang menjadi madunya itu belakangan jarang terlihat, cerita Noah karena Gilsha sibuk dengan kegiatan artis yang wanita itu miliki. Wilya tidak perduli, yang terpenting Noah selalu kembali ke rumah dan tidur dengannya. Wilya berharap agar dia segera hamil, supaya Noah lebih mementingkannya daripada Gilsha si pelakor itu.Disaat Wilya sibuk memilih gaunnya, Gilsha sedang melakukan pemotretan untuk sampul majalah. Noah juga ada disana menunggunya, sudah dua minggu ini Gilsha jarang kembali ke rumah. Jika pulang juga larut malam, hanya pesan yang Gilsha kirimkan kepada Noah, memberitahu apa saja kegiatannya dan juga mengingatkan Noah untuk makan. Namun, setiap pesan Noah tidak wanita itu balas, bahkan pintu kamar Gilsha selalu terkunci sehingga Noah tidak dapat untuk masuk.Noah tahu
Dari balik pintu kamar Noah dan Wilya, dia mendengarkan semuanya. Isak tangis Wilya, dan juga permintaan maaf Noah. "Apa yang kau inginkan lagi dariku Noah? kenapa kau ingin aku bertahan menjadi istrimu sementara kau mengatakan mencintai wanita itu?""Aku menyayangi mu Wilya, aku mencintai Gilsha itu benar. Namun, setelah dua tahun ini aku bersama denganmu aku juga menyayangimu, aku tidak bisa melepaskanmu. Lagi pula aku sudah setuju untuk tidak mencatatkan pernikahan kami, apa lagi yang kau mau? bukankah itu syaratmu agar kau menyetujui pernikahanku dengannya?" Mendengar hal itu Noah ucapkan Gilsha berang, dia melangkahkan kaki untuk masuk menuju kamarnya sendiri. Di sana ia berusaha menahan tangisnya, Noah setuju tidak mencatatkan pernikahan mereka? apa maksudnya semua ini. Apakah Noah akan membuat dia seperti istri simpanan begitu?Tubuh Gilsha bergetar hebat, dia tidak terima jika harus diperlakukan seperti itu. Bagaimanapun dia adalah wanita yang Noah cintai, Wilya tidak bisa mem
Teriknya panas Kota Jakarta tidak membuat Wilya gerah menunggu kedatangan Riska di warung soto betawi yang terkenal di daerah jalan menuju pantai Ancol. Wilya memang sengaja memilih tempat itu, selain dia suka masakannya tempat itu juga sangat nyaman untuk Wilya. Dulu dia dan Riska sering ke warung soto ini untuk sekedar beristirahat setelah pulang kuliah."Wil maaf, tadi aku harus ketemu sama klien dulu.""Iya aku ngerti kok," jawab Wilya tersenyum. Riska langsung menatap sendu wajah Wilya, dia tahu sahabatnya ini baru saja menangis atau mungkin sudah dari kemarin Wilya menangis."Wil, ada apa? kamu sama Noah baik-baik aja kan?" tanya Riska langsung, hal itu membuat Wila menarik napas berat. Dia mencoba tenang dan tidak lagi menumpahkan air mata ditempat umum seperti ini. Dengan berkaca-kaca Wilya menyuruh Riska untuk memesan makan serta minuman lebih dulu. Riska benar-benar cemas melihat Wilya, dia tahu ada yang sangat berat menimpa sahabatnya.Sambil makan Wilya menceritakan apa ya
Seorang pemuda melihat mobil Fortuner putih yang masuk ke pekarangan rumah milik wanita yang sudah sejak lama dia cintai, tapi cintanya bertepuk sebelah tangan. Wanita itu percaya, jika dia masih menjadi istri dari pria lain yang tidak lagi mengingat dirinya. Pria yang belasan tahun sudah membiarkan wanita itu seorang diri.Di tempat lain, Gilsha yang duduk di kursi roda tersenyum melihat orang yang datang mengunjunginya. "Kau kembali Melodi?" tanya Gilsha lalu dia memutar kursi roda tersebut agar bisa berhadapan dengan wanita muda yang menatapnya penuh kebencian."Ya, aku ingin menyelesaikan pekerjaanku. Jika Anda tidak keberatan, apakah boleh saya bertanya mengenai kehidupan pribadi anda Ibu Gilsha Alyne?""Gilsha Alyne Oliver, itulah nama lengkap ku setelah menikah secara diam-diam dengan ayahmu." Melodi menghembuskan napasnya lelah, dia heran mengapa wanita seperti Gilsha, yang cantik pintar dan memiliki ke-populeran mau menjadi wanita ke-dua dalam rumah tangga ayah dan ibunya."B
Gilsha sudah bangun pagi-pagi sekali seperti biasa, bedanya bagi dia saat ini ia berada di rumah Noah. Gilsha turun ke bawah masih gelap, dia kemudian menghidupkan lampu. Mencari dimana sapu dan alat kebersihan lainnya, mungkin apa yang dia lakukan itu membuat pelayan dirumah tersebut bangun. Dia melihat wanita yang sudah tidak lagi muda itu."Maaf, anda siapa?""Saya Gilsha Bu, saya istri baru Noah." Wanita itu melihat penampilannya, tapi Gilsha tidak menghiraukan. "Bu letak peralatan kebersihan ada dimana ya," kata Gilsha hingga pelayan itu terkejut."Biar saja saya yang kerjakan Nyonya.""Aduh tidak perlu Bu, saya bosan dan memang biasa olahraga lagi saya itu bersih-bersih rumah. Nanti juga kasih tau saya letak peralatan masak ya, Ibu tidur aja lagi. Kalau sudah Mbak Wilya bangun, akan saya bangunkan.""Jangan begitu Nyonya.""Aduh...jangan panggil Nyonya. Panggil saya Gilsha saja, atau Nak Gilsha. Dan saya beri perintah untuk tidak mengganggu saya pagi ini juga selanjutnya, setela
Cinta memang tidak salahHanya waktu dan tempatnya yang terkadang menjadikannya salah.****Selama tiga hari Wilya menata hati dan pikirannya, dia mencoba menerima segala yang terjadi. Rumah tangga yang dia kira sempurna, ternyata hanya awalan saja. Wilya belum bercerita kepada siapapun mengenai semua ini, dia memendam kecewa itu seorang diri.Hari ke–empat, dia mulai kembali beraktivitas seperti dulu, yang berbeda hanyalah gairah dalam menjalani kesehariannya. Noah belum pulang selama empat hari itu, tidak juga menelpon menanyakan kabarnya. Wilya tidak berharap, pasti pria itu sedang menikmati hari-hari yang indah bersama istri barunya.Kehidupan sunyi Wilya itu berakhir tepat satu minggu, karena di hari sabtu malam Noah kembali ke rumah dengan membawa Gilsha. Rasanya Wilya ingin membakar wajah wanita yang suaminya bawa itu. Dia hanya diam menatap Noah dan Gilsha yang sudah masuk ke ruang tamu rumah mereka. "Wilya aku sudah meminta Gilsha untuk tinggal di rumah ini. Aku harap kau bis