Share

Part 5

Author: Ricny
last update Last Updated: 2023-09-10 02:19:59

MADU KUJADIKAN BABU

Part 5

Mas Iwan menyeringai. Dia baru akan bicara saat aku kembali menyelanya.

"Enak aja main minta, makanya suruh dong istri kamu itu nyari duit sendiri. Jangan bisanya cuma minta-minta, modal lobang doang mah kambing juga bisa," pungkasku sebelum akhirnya aku masuk ke kamar mandi.

Bikin gedeg aja emang. Aku yang belanja masa si madu babu yang harus pake bajunya. Idih amit-amit, walau andai semua baju si babu itu kebakar dan cuma ada bajuku di dunia ini yang tersisa, gak akan sudi aku minjemin dia bajuku, apalagi ngasih.

Lagipula gak peduli bajuku dibeli sama duit siapa, yang jelas duit yang udah masuk ke rekeningku haram hukumnya dikeluarkan untuk mereka berdua.

Tega? Biarin aja, salah siapa mereka berani mengkhianatiku?

Bar-bar? Biarin, yang pernah merasakan bagaimana sakitnya dikhianati tentu paham dengan kondisiku saat ini.

***

Esok hari.

"Panjang umurnya ... panjang umurnya ... panjang umurnya serta mulia, serta muuuliiiaaa serta muuuliiiaaa."

Kudengar dari kejauhan mereka mulai bernyanyi. Aku agak telat datang rupanya gara-gara tadi ikut kelas yoga dulu.

"Putri Sayang, maaf ya Kak Nia belum ngasih hadiah, tadi hadiahnya malah ketinggalan di rumah soalnya. Nanti kalau Kak Nia ke sini lagi Kak Nia bawa deh," kata si madu babu saat aku sedang membuka sandalku di teras.

Mereka belum menyadari kedatanganku karena di dalam riuh oleh anak-anak yang hadir di acara itu.

"Yaah. Iya deh nggak apa-apa."

"Assalamualaikum," ucapku.

"Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.

Sontak saja kulihat si Nia dan ibunya terkejut.

"Mbak Intan? Ngapain kamu ke sini?" tanya si madu babu, wajahnya langsung terlihat tak santai.

"Kenapa? Gak boleh? Aku cuma mau ngasih hadiah buat Putri. Ini, Sayang." Kuserahkan kado berukuran besar yang sengaja kubawa itu.

"Waaah asiik hadiah dari Kak Intan besar banget." Putri bersorak senang.

"Duh, makasih ya Tan, repot-repot banget pake bawa kado segala, padahal mah datang ya datang aja." Bi Lina ibunya Putri berbasa-basi.

"Gak apa-apa cuma hadiah kecil kok, Bi," balasku pendek.

"Kirain Bi Lina kamu gak akan datang Tan, kemarin undangannya juga mendadak Bibi sampein lewat si Nia cuma di telepon, maaf ya," katanya lagi.

Aku manggut-manggut. Oh jadi Bi Lina sebenernya ngundang aku tapi gak disampein sama si madu babu itu toh? Hh dasar kurang ajar.

Bi Lina memang tak seperti Bi Kokom ibunya si madu babu, Bi Lina orangnya baik walau usianya masih belum tua-tua amat. Beda sama Bi Kokom yang meskipun lebih tua dia jahatnya keterlaluan.

Dan sialnya, saat kedua orang tuaku meninggal karena kecelakaan ketika usiaku masih SMP, aku dan adikku malah diurusnya sama Bi Kokom. Bukannya Bi Lina nggak mau ngurus, tapi emang Bi Kolomnya yang kekeuh mau ngurus kami. Alesannya sih karena kasihan sama almarhumah adiknya yang tak lain adalah ibuku sendiri, tapi belakangan, ketika dewasa ini aku tahu alesan dia kekeuh mau ngurus kami adalah karena harta peninggalan kedua orang tuaku lumayan banyak.

Semua itu atas nama aku dan adikku, dan hanya bisa cair atau bisa dijual untuk kepentingan kami berdua, sebab itulah sekarang harta peninggalan kedua orang tuaku sekarang habis, karena pelan-pelan dijual semua oleh Bi Kokom dengan alasan untuk biaya hidup dan sekolah kami.

"Gak apa-apa kok Bi, ini Intan datang juga karena tahu dari sosmed, Nia gak ada sampein undangan soalnya," balasku seraya menatap si madu babu dengan ekor mata.

"Oh ya?" Bi Lina langsung menoleh ke arah si madu babu yang tengah menatapku kecut.

"Maaf Nia lupa, Bi," responnya kemudian.

"Oalah kamu tuh Nia, untung Intan tahu dari sosmed, jadi bisa datang ke sini."

Si Nia mengerling.

"Kamu sepertinya banyak berubah ya Tan." Bi Lina bicara lagi sambil meneliti penampilanku dari atas hingga bawah.

"Iya ih, pangling banget kamu Tan, banyak duit nih pasti bos bakso," sahut Bu Romlah tetangga Bi Lina yang juga tengah duduk bersama kami.

"Masa sih, Bi? Perasaan Intan gini-gini aja deh."

"Enggak loh beda, badan kamu sekarang makin langsing berisi Tan."

"Oh ya? Syukur deh Bi, mungkin Intan lebih bahagia sekarang."

"Baju kamu juga bagus banget Tan, Bu Romlah bagi lungsurannya dong kalau ada, lumayan buat dipake anter cucu ke TK biar ganti-ganti," sahut Bu Romlah lagi.

"Hehe iya Bu, nanti Intan bawain ya yang udah gak kepakenya kalau ke sini lagi."

"Beneran loh, jangan lupa."

"Iya. Atau Bu Romlah kapan-kapan main aja ke rumah Intan, ajak Bi Lina juga, biar bisa milih langsung dari lemari."

"Eh beneran?" Mata Bu Romlah berbinar-binar.

Aku mengangguk, "beneran."

"Oke, nanti saya ke rumah ya. Kalau Bibimu gak bisa diajak, saya boleh kan ajak orang lain? Bu Ipah atau anak saya misalnya."

"Boleh boleh. Siapa aja boleh main ke rumah Intan."

Acara ulang tahun selesai. Semua tamu undangan bubar. Kecuali aku, si Nia dan ibunya.

"Nia, apa-apaan ini?"

"Apa sih, Bu? Pake tarik-tarik," protes si madu babu.

"Lihat itu si Intan. Kok bisa dia pake baju bagus sampe dimintain lungsurannya sama tetangga, sementara kamu pake yang lusuh, kucel, dekil begini? Gak malu kamu?"

Kudengar si madu babu tengah diomeli ibunya di ruang makan Bi Lina.

"Malulah Bu, tapi mau gimana lagi? Yang bagus cuma ini."

"Baju belel begitu kamu pake. Pake baju itu yang warnanya ngejreng biar kelihatan mahal dan mewah. Lihat itu si Intan, mana mukanya dia itu kinclong banget, sampe semua orang pada pangling lihatnya, lah kamu?"

"Nia juga 'kan udah bilang Bu, Mbak Intan itu banyak berubah sekarang, sejak Nia nikah sama Mas Iwan hidupnya jadi bebas. Gimana gak bebas? Yang ngerjain kerjaan rumah itu semua Nia. Mana Nia udah kayak babu aja, sehari juga cuma dijatah 20 ribu. Bayangin Bu, gimana pusingnya Nia ngatur duit segitu kecilnya di tengah harga-harga yang makin hari makin menjerit. Nia 'kan udah sering bilang sama Ibu kalau hidup Nia di sana itu udah kayak di neraka. Tiap hari isinya siksaan batin," terang si madu babu panjang lebar.

"Apa? Jadi selama ini kamu cerita itu serius?"

"Lah Ibu kira? Nia tuh serius Bu, Nia cerita karena gak ada lagi tempat bersandar. Mas Iwan juga gak bisa apa-apa karena kalau dia ngelawan bisa-bisa kami didepak dari rumah itu." Si Nia kesal.

"Ah parah kalau gitu urusannya. Terus satu tahun ini kamu kemana aja Nia? Udah tahu laki model begitu, kok kamu masih aja pertahanin sih? Udah mending cerai aja cerai, balik sini ke rumah Ibu. Ngapain juga kamu di sana kalau cuma jadi babunya si Intan," cerocosnya panjang lebar.

Aku ngikik. Kasihaaan, kenyataan tak sesuai harapan.

"Apa sih Ibu? Kok malah jadi nyuruh cerai? Ogah. Emang dikira gampang apa jadi janda? Lagian Nia juga udah terlanjur cinta sama Mas Iwan, Bu. Mas Iwan itu orangnya baik, cuma Mbak Intannya aja yang suka bikin kesel," tolak si madu babu.

Dih amit, bucin amat, pake ngata-ngatain aku pula.

"Cinta dan baik juga buat apa kalau dia sebagai laki gak bisa tegas dan adil Nia? Jangan bodoh dong kamu. Dulu Ibu setuju dia sama kamu karena Ibu pikir hidup kamu bakal enak. Biasanya 'kan istri kedua selalu jadi yang utama. Dalam cerita-cerita novel juga biasanya istri tua yang menderita, ini kok malah kebalikannya sih?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Kujadikan Babu   Part 40 B End

    MADU KUJADIKAN BABU Part 40 B "Tadi tim kepolisian Tan, ngabarin kalau mereka baru aja dibawa ke rumah sakit. Kayaknya yang tadi didorong di atas hospital bed ke ruang IGD itu mereka. Makanya ayo kita lihat." Ikram pun memapahku menuju IGD. Sementara ibu yang melihat kami hendak pergi cepat menghampiri, "eh kalian mau pada kemana?" "Bibi sama si Nia, Bu. Mereka udah nggak ada katanya." Ibu terkejut. "Eh yang bener? Mereka meninggal maksudnya?" Aku mengangguk. "Ya ampun. Kok bisa?" tanya beliau sambil gegas mengekor kami menuju IGD. "Nggak tahu, Bu. Belum jelas kabarnya." "Astaga." Sesampainya kami di depan IGD kami diinformasikan bahwa jenazah si Nia dan Bi Kokom akan segera dipindah ke ruang jenazah setelah pemeriksaan selesai. Jadi kami baru bisa melihatnya saat mereka sudah ada di sana. "Maaf Pak, tapi ini gimana awalnya mereka bisa meninggal?" tanyaku pada petugas polisi yang masih berjaga di depan IGD. "Begini, Mbak. Menurut penuturan para Napi lainnya y

  • Madu Kujadikan Babu   Part 40 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 40 A"Apa sih Ikram. Bercanda ah.""Aku serius Intan." Dia menatapku lekat-lekat.Ya ampun. Ini orang kenapa? Apa dia beneran ngajakin aku nikah?"Tan. Jangan diem aja, jawab Tan," katanya lagi.Aku baru saja membuka mulut saat ibu mertua masuk."Terima saja Tan," katanya.Ikram terkesiap dan cepat membetulkan posisi duduknya. Aku juga sama."Ibu. Nggak jadi tebus obat?""Udah, dibantu sama suster tadi.""Oh."Ikram lalu bangkit dan Ibu mertua duduk di bangku yang tadi diduduki Ikram."Ikram beli minum dulu ya, Bu, Tan," izin pria itu.Aku mengangguk. Syukurlah dia memilih keluar, aku gak enak kalau dia di sini soalnya. "Tan ....""Ya, Bu?""Maaf ya, tadi Ibu dengar obrolan kamu sama Nak Ikram."Aku mengulas senyum kecil."Hehe gak apa-apa, Bu." Aku cengengesan, pura-pura biasa saja padahal malu banget aslinya."Tadi itu sebetulnya kamu kenapa kok nggak langsung jawab mau aja? Apa kamu masih ragu sama Nak Ikram?""Emm ... itu Bu, sebetulnya ... gini loh, Inta

  • Madu Kujadikan Babu   Part 39 B

    MADU KUJADIKAN BABUPart 39 B"Tan, aku mau nikah sama kamu.""What?" Lagi, aku terkejut sampai membuat langkah ibu mertua lagi-lagi terhenti di depan kami. Beliau lalu memutar badan ke arah kami."Kalian lagi pada ngapain sih? Lama amat jalannya. Ayo buruan, katanya takut keburu siang.""I-iya, Bu."Aku buru-buru melangkah mengejar ibu mertua. Ikram ikut di sampingku."Tan aku serius Tan, ucapanku tadi sama ibu mertuamu gak main-main. Aku emang mau nikah sama kamu," cecarnya sambil terus mengimbangi langkahku.Aku tak menjawab. Mendadak otakku ngeblank. Itu orang kenapa sih? Kesambet kali ah."Naik mobil Ikram aja ayo," ajak Ikram saat kami sampai di parkiran.Aku dan ibu mertua gegas naik ke mobilnya.Sampai resto yang tak jauh dari kantor Ikram, kami turun. Dan aku baru akan berputar menghampiri ibu mertua di pintu sebelah saat seseorang yang entah datang dari mana tiba-tiba menabrakku hingga ia sendiri jatuh ke dekat paving.Brak!"Eh ya ampun, hati-hati," ucapku sambil berjongkok

  • Madu Kujadikan Babu   Part 39 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 39 APoV Intan"Saya benar-benar berterimakasih karena Nak Ikram sudah membantu menantu saya bebas dari tuduhan waktu itu. Sekaligus saya juga ingin menyampaikan terimakasih karena selama ini Nak Ikram sudah jadi bos yang baik untuk almarhum anak saya. Dan maaf karena saya baru bisa menemui Nak Iwan sekarang, kemarin-kemarin saya langsung ngedrop dan harus dirawat beberapa hari," ujar Ibu mertua pada Ikram. Hari ini beliau sengaja mengajakku mendatangi kantornya Ikram untuk mengucapkan rasa terimakasihnya. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah jadi kewajiban saya memang membela orang yang tak bersalah. Intan ini teman SMA saya dulu, jadi saya tahu betul Intan nggak mungkin melakukan itu," jawab Ikram penuh wibawa."Oh ya? Jadi kalian ini temen lama toh? Wah saya baru tahu.""Iya, Bu. Intan ini teman dekat saya sejak lama. Dan dulunya menantu Ibu ini cewek populer seantero sekolah loh Bu, pokoknya siapa pun yang dapatkan dia, waaah beruntung banget deh pokoknya. Termasuk

  • Madu Kujadikan Babu   Part 38 B

    MADU KUJADIKAN BABU Part 38 BMbak Intan, dia datang dengan wajah puas dan senyuman miring. Cepat saja, aku yang tengah terisak-isak itu bangkit."Mbak Intan, Mbak aku gak bersalah Mbak. Tolong bebaskan aku, Mbak. Aku bersumpah, ide racun itu bukan ideku Mbak.""Ya ya ya aku udah tahu Nia. Lupa kamu kalau tadi kita sidang semuanya dibuka dengan jelas? Racun itu bukan idemu, tapi ide ibumu 'kan?""Mbak aku mohon Mbak, tolong bebasin aku, Mbak. Aku gak salah. Aku janji kalau aku dibebaskan kamu boleh menjadikanku apa saja. Bahkan aku siap kalau harus jadi pembantu selamanya. Aku janji Mbak, aku janji," cecarku.Mbak Intan menyipit, "bebaskan? Lalu kalau kamu dibebaskan siapa yang akan menanggung hukumanmu Nia?""Ibu. Ibu adalah satu-satunya orang yang pantas dihukum, Mbak," jawabku asal.Sontak saja hal itu membuat ibuku geram. Lalu bangkit menarikku menjauh dari besi sel."Nia cukup! Apa-apaan ini? Kamu gila apa? Buat apa kamu memohon sama perempuan itu sampai harus bicara begitu soal

  • Madu Kujadikan Babu   Part 38 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 38 A"Kau mau mengakui sekarang atau nggak?""Ng-ngaku apa, Pak?""Ya ngaku kalau kamu pelakunya. Kamu 'kan yang meracun suamimu sendiri?""Nggak, Pak. Sumpah saya bukan pelakunya. Yang meracun suami saya itu istri pertamanya.""Bohong kamu! Mengaku atau saya tambah hukumannya," ancamnya."T-tapi saya memang gak melakukan apa-apa, Pak.""Ah bohong!"Brak!Dia menggebrak meja dengan mengangkat satu kakinya ke atas meja tersebut. Aku sampai terperanjat. Tubuhku jangan ditanya, bergetar hebat sudah bagai orang yang menggigil kedinginan."Ngaku sekarang juga!""Saya nggak mau mengakui apa-apa, Pak. Saya gak salah!" ***Hari berlalu. Untunglah aku bisa lewati walau hampir gila dan menyerah. Hampir saja aku mengakui semuanya, karena mereka yang terus menerus mendesakku untuk mengakui semuanya.Untunglah ada ibu yang tak pernah berhenti mengingatkanku, seberat apapun mereka menyiksa kami, jangan sampai pengakuan itu terucap. Sidang pun digelar kembali. "Keberatan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status