Share

Part 6

Author: Ricny
last update Last Updated: 2024-07-05 08:01:03

MADU KUJADIKAN BABU

Part 6

Aku ngikik sampe nyeri kulit perut. Apa dia kata? Biasanya istri pertama yang menderita? Ya itu 'kan biasanya, kalau dalam ceritaku ini nggak ada yang namanya istri pertama menderita. Yang ada istri kedua akan selalu tersiksa sampai gila. Hahaha.

"Apaan sih Ibu, Mas Iwan itu suami Nia, masa Ibu ngomongnya gitu." Si Nia protes.

"Ck susah emang ya ngomong sama kamu. Percuma. Dikasih tahu malah ngeyel, entar kalau kamu gila baru deh tuh nyesel."

Bi Kokom yang sedang kesal akhirnya bangkit. Aku buru-buru balik ke depan sebelum Ni Kokom lewat.

"Bi, kalau gitu Intan permisi dulu ya," pamitku pada Bi Lina.

"Oh iya Tan, hati-hati. Kamu yang kuat ya, gak usah banyak pikiran." Bi Lina menepuk pundakku.

Aku paham maksud ucapannya. Memang itu yang selalu Bi Lina ucapkan padaku tiap kali kami bertemu. Dia selalu menyuruhku sabar dan kuat karena Bi Lina paham, walau bagaimanapun tak ada yang namanya pernikahan poligami baik-baik saja. Salah satunya entah itu siapa pasti akan ada yang merasa berat, lebih-lebih suamiku berpoligami dengan sepupuku sendiri.

Bi Lina pasti sangat mencemaskanku. Aku sangat tahu itu. Dulu, saat Mas Iwan dan si Nia akan menikah, Bi Lina juga menentangnya bahkan sampai nggak datang ke rumah Bi Kokom saat Nia dan Mas Iwan akad.

Walau hanya pernikahan siri, tapi Bi Lina bilang dia akan sangat malu kalau datang ke sana.

"Bibi gak usah khawatir, Intan udah jauh lebih kuat kok." Ekor mataku menatap si madu babu yang baru saja keluar.

"Iya, Tan." Bi Lina mengulas senyum.

Aku gegas membuka pintu mobil. Sejurus dengan itu si madu babu juga nyerobot ke pintu sebelahnya.

"Eh eh, mau apa kamu, hah?"

"Ya baliklah, pake nanya lagi. Mbak Intan mau balik 'kan?"

"Iya, tapi awas awas awas." Aku berjalan memutari mobil lalu menyingkirkan tangan si madu babu dari pintu mobilku.

"Aku emang mau balik, tapi aku gak sudi ya kamu nebeng di mobilku."

Si Nia menyeringai, "emang kenapa sih, Mbak? Mobil ini juga 'kan mobil suamiku," katanya tak tahu malu.

"Ya terus kalau ini mobil suamimu kamu ngerasa berhak naik gitu? Sadar diri dong Nia, mobil ini dibeli saat Mas Iwan menikah denganku bukan dengan kamu."

Mulut si madu babu mengatup-ngatup.

"Heh Intan! Gitu amat sih kamu sama si Nia? Tinggal juga bawa, apa susahnya?" serobot Bi Kokom tak terima.

Aku menoleh padanya, "maaf Bi, tapi Intan baru aja cuci mobil, males kalau Intan harus cuci mobil lagi sepulang dari sini. Mana harus dicuci 7 kali pula biar najis mugholadohnya pada rontok."

Bi Kokom terbelalak, matanya spontan melotot, "maksud kamu apa? Dikira si Nia itu anj*ng atau ba*i apa pake dikatain najis mugholadoh?!" sentaknya.

"Yaaa nggak beda jauhlah ya," tandasku seraya menutup pintu mobil.

Blak!

"Mbak! Mbak! Aku ikut wooy!" Si Nia teriak sambil memukul-mukuli kaca mobilku.

Bodo amat. Cepat kunyalakan mesin mobil dan melajukannya.

-

-

Sampai di rumah kulihat motor butut Mas Iwan sudah terparkir di halaman.

"Tumben itu laki udah balik, biasanya 'kan sampai Maghrib di kantor."

Gegas aku masuk, dia tengah asik menonton televisi rupanya.

"Mas, kamu udah balik? Tumben."

"Oh iya nih Tan, kepala Mas pusing banget jadi balik duluan aja, kerjaan Mas bawa ke rumah."

Aku mengerling, amit deh manja amat nih laki, baru kepala pusing aja minta balik duluan.

"Kamu bisa ambilkan Mas minum gak Tan? Mas haus ini, dari tadi belum minum."

Keningku mengerut, "kamu haus dan dari tadi belum minum, Mas? Ya ambillah, ngapain nyuruh orang? Dikira aku babumu apa," tandasku seraya gegas naik ke atas.

Sampai di kamar aku langsung membersihkan diri. Setelah itu turun lagi karena perut terasa lapar. Di tudung saji ada masakan si madu babu tadi pagi, dia masak tumis labu sama tahu goreng. Tapi lagi-lagi aku tak selera melihatnya, kupesan saja makanan kesukaanku di aplikasi ojek online. Dan tak butuh waktu lama makananku pun datang.

"Permisiii Bu Intaan."

"Iyaa." Mas Iwan yang menyahut. Dia lalu gegas bangkit ke depan.

"Makanan pesenan Bu Intan, Pak," kata si abang driver. Aku mengintip saja dari jendela. Terlanjur Mas Iwan yang menemui driver itu, biarin ajalah.

"Oh iya, makasih, Mas."

Dengan wajah berseri-seri Mas Iwan membawa plastik makanan itu masuk.

"Taaan! Intaaan!"

"Apa? Aku di sini."

Dia berbalik, tak menyadari sejak tadi aku di dekat jendela rupanya.

"Eh ini makanan pesenan kamu. Kamu mau makan ya?"

"Iya, laper."

Kuambil plastik makanan itu dari tangannya dan gegas membawanya ke meja makan. Dia mengekor.

"Widiih pesen apa kamu Tan? Kebetulan nih Mas juga laper," tanyanya antusias sambil kemudian mengelus perut.

Aku yang tengah bersemangat membuka plastik akhirnya berhenti.

"Apa sih kamu? Ini makanan buat aku bukan buat kamu. Enak aja."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Kujadikan Babu   Part 40 B End

    MADU KUJADIKAN BABU Part 40 B "Tadi tim kepolisian Tan, ngabarin kalau mereka baru aja dibawa ke rumah sakit. Kayaknya yang tadi didorong di atas hospital bed ke ruang IGD itu mereka. Makanya ayo kita lihat." Ikram pun memapahku menuju IGD. Sementara ibu yang melihat kami hendak pergi cepat menghampiri, "eh kalian mau pada kemana?" "Bibi sama si Nia, Bu. Mereka udah nggak ada katanya." Ibu terkejut. "Eh yang bener? Mereka meninggal maksudnya?" Aku mengangguk. "Ya ampun. Kok bisa?" tanya beliau sambil gegas mengekor kami menuju IGD. "Nggak tahu, Bu. Belum jelas kabarnya." "Astaga." Sesampainya kami di depan IGD kami diinformasikan bahwa jenazah si Nia dan Bi Kokom akan segera dipindah ke ruang jenazah setelah pemeriksaan selesai. Jadi kami baru bisa melihatnya saat mereka sudah ada di sana. "Maaf Pak, tapi ini gimana awalnya mereka bisa meninggal?" tanyaku pada petugas polisi yang masih berjaga di depan IGD. "Begini, Mbak. Menurut penuturan para Napi lainnya y

  • Madu Kujadikan Babu   Part 40 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 40 A"Apa sih Ikram. Bercanda ah.""Aku serius Intan." Dia menatapku lekat-lekat.Ya ampun. Ini orang kenapa? Apa dia beneran ngajakin aku nikah?"Tan. Jangan diem aja, jawab Tan," katanya lagi.Aku baru saja membuka mulut saat ibu mertua masuk."Terima saja Tan," katanya.Ikram terkesiap dan cepat membetulkan posisi duduknya. Aku juga sama."Ibu. Nggak jadi tebus obat?""Udah, dibantu sama suster tadi.""Oh."Ikram lalu bangkit dan Ibu mertua duduk di bangku yang tadi diduduki Ikram."Ikram beli minum dulu ya, Bu, Tan," izin pria itu.Aku mengangguk. Syukurlah dia memilih keluar, aku gak enak kalau dia di sini soalnya. "Tan ....""Ya, Bu?""Maaf ya, tadi Ibu dengar obrolan kamu sama Nak Ikram."Aku mengulas senyum kecil."Hehe gak apa-apa, Bu." Aku cengengesan, pura-pura biasa saja padahal malu banget aslinya."Tadi itu sebetulnya kamu kenapa kok nggak langsung jawab mau aja? Apa kamu masih ragu sama Nak Ikram?""Emm ... itu Bu, sebetulnya ... gini loh, Inta

  • Madu Kujadikan Babu   Part 39 B

    MADU KUJADIKAN BABUPart 39 B"Tan, aku mau nikah sama kamu.""What?" Lagi, aku terkejut sampai membuat langkah ibu mertua lagi-lagi terhenti di depan kami. Beliau lalu memutar badan ke arah kami."Kalian lagi pada ngapain sih? Lama amat jalannya. Ayo buruan, katanya takut keburu siang.""I-iya, Bu."Aku buru-buru melangkah mengejar ibu mertua. Ikram ikut di sampingku."Tan aku serius Tan, ucapanku tadi sama ibu mertuamu gak main-main. Aku emang mau nikah sama kamu," cecarnya sambil terus mengimbangi langkahku.Aku tak menjawab. Mendadak otakku ngeblank. Itu orang kenapa sih? Kesambet kali ah."Naik mobil Ikram aja ayo," ajak Ikram saat kami sampai di parkiran.Aku dan ibu mertua gegas naik ke mobilnya.Sampai resto yang tak jauh dari kantor Ikram, kami turun. Dan aku baru akan berputar menghampiri ibu mertua di pintu sebelah saat seseorang yang entah datang dari mana tiba-tiba menabrakku hingga ia sendiri jatuh ke dekat paving.Brak!"Eh ya ampun, hati-hati," ucapku sambil berjongkok

  • Madu Kujadikan Babu   Part 39 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 39 APoV Intan"Saya benar-benar berterimakasih karena Nak Ikram sudah membantu menantu saya bebas dari tuduhan waktu itu. Sekaligus saya juga ingin menyampaikan terimakasih karena selama ini Nak Ikram sudah jadi bos yang baik untuk almarhum anak saya. Dan maaf karena saya baru bisa menemui Nak Iwan sekarang, kemarin-kemarin saya langsung ngedrop dan harus dirawat beberapa hari," ujar Ibu mertua pada Ikram. Hari ini beliau sengaja mengajakku mendatangi kantornya Ikram untuk mengucapkan rasa terimakasihnya. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah jadi kewajiban saya memang membela orang yang tak bersalah. Intan ini teman SMA saya dulu, jadi saya tahu betul Intan nggak mungkin melakukan itu," jawab Ikram penuh wibawa."Oh ya? Jadi kalian ini temen lama toh? Wah saya baru tahu.""Iya, Bu. Intan ini teman dekat saya sejak lama. Dan dulunya menantu Ibu ini cewek populer seantero sekolah loh Bu, pokoknya siapa pun yang dapatkan dia, waaah beruntung banget deh pokoknya. Termasuk

  • Madu Kujadikan Babu   Part 38 B

    MADU KUJADIKAN BABU Part 38 BMbak Intan, dia datang dengan wajah puas dan senyuman miring. Cepat saja, aku yang tengah terisak-isak itu bangkit."Mbak Intan, Mbak aku gak bersalah Mbak. Tolong bebaskan aku, Mbak. Aku bersumpah, ide racun itu bukan ideku Mbak.""Ya ya ya aku udah tahu Nia. Lupa kamu kalau tadi kita sidang semuanya dibuka dengan jelas? Racun itu bukan idemu, tapi ide ibumu 'kan?""Mbak aku mohon Mbak, tolong bebasin aku, Mbak. Aku gak salah. Aku janji kalau aku dibebaskan kamu boleh menjadikanku apa saja. Bahkan aku siap kalau harus jadi pembantu selamanya. Aku janji Mbak, aku janji," cecarku.Mbak Intan menyipit, "bebaskan? Lalu kalau kamu dibebaskan siapa yang akan menanggung hukumanmu Nia?""Ibu. Ibu adalah satu-satunya orang yang pantas dihukum, Mbak," jawabku asal.Sontak saja hal itu membuat ibuku geram. Lalu bangkit menarikku menjauh dari besi sel."Nia cukup! Apa-apaan ini? Kamu gila apa? Buat apa kamu memohon sama perempuan itu sampai harus bicara begitu soal

  • Madu Kujadikan Babu   Part 38 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 38 A"Kau mau mengakui sekarang atau nggak?""Ng-ngaku apa, Pak?""Ya ngaku kalau kamu pelakunya. Kamu 'kan yang meracun suamimu sendiri?""Nggak, Pak. Sumpah saya bukan pelakunya. Yang meracun suami saya itu istri pertamanya.""Bohong kamu! Mengaku atau saya tambah hukumannya," ancamnya."T-tapi saya memang gak melakukan apa-apa, Pak.""Ah bohong!"Brak!Dia menggebrak meja dengan mengangkat satu kakinya ke atas meja tersebut. Aku sampai terperanjat. Tubuhku jangan ditanya, bergetar hebat sudah bagai orang yang menggigil kedinginan."Ngaku sekarang juga!""Saya nggak mau mengakui apa-apa, Pak. Saya gak salah!" ***Hari berlalu. Untunglah aku bisa lewati walau hampir gila dan menyerah. Hampir saja aku mengakui semuanya, karena mereka yang terus menerus mendesakku untuk mengakui semuanya.Untunglah ada ibu yang tak pernah berhenti mengingatkanku, seberat apapun mereka menyiksa kami, jangan sampai pengakuan itu terucap. Sidang pun digelar kembali. "Keberatan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status