Share

Part 7

Penulis: Ricny
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-05 08:02:44

MADU KUJADIKAN B4BU

Part 7

"Loh tapi Tan, Mas juga laper ini, belum makan siang karena tadi pagi duit bensin Mas malah dipinta sama si Nia buat ongkos ke rumah ibunya. Bagi dikit ya Tan, Mas mohon."

"Enggak! Enak aja. Mau kamu udah makan kek, mau belum makan kek, aku gak peduli. Salah sendiri duit jatah bensin dikasih ke si Nia, jadinya rasain tuh akibatnya."

"Ya ampun Tan, kamu kok tega sama, Mas? Mas lagi sakit ini."

"Dih bodo amat, lagian kalau kamu laper makan aja tuh tumis labu siam bikinan istri mudamu, katanya masakan dia paling enak sedunia 'kan?" ketusku sambil mulai makan rice bowl pesananku.

"Emmm, ya ampun ini sih rasa sapi bakarnya enak banget, ah nyesel cuma pesen dua, tahu gitu aku pesen tiga tadi," seruku. Sengaja aku menunjukan ekspresi yang agak lebay biar pria gak tahu malu itu ngeces.

Dan benar saja, Mas Iwan yang masih mematung di dekatku meneguk ludah sambil memegangi perutnya.

"Bagi dikitlah Tan, Mas pengen nyobain."

"Ogah, tuh makan aja tumis labu siem." Kuseret mangkuk tumis labu siam itu ke depannya.

"Tapi Mas bosen makan makanan begitu terus Tan, sekali-kali kasihlah Mas makan rice bowl, itu juga 'kan rice bowlnya ada dua," bujuknya lagi.

"Nggak. Aku bilang nggak ya nggak. Kamu paham gak sih?" Aku ngegas.

Akhirnya Mas Iwan diam. Mau tak mau juga akhirnya dia mengambil nasi dan tumis labu itu ke dalam piringnya. Aku senyum kecut saja, rasain kamu Mas.

Andai kamu setia dan bisa memegang erat janji kita, mungkin sekarang kamu masih kulayani dan kuperlakukan dengan baik seperti saat awal menikah.

Sayangnya kamu malah membuat penyakit dalam rumah tangga kita, jadi sekarang kamu terimalah akibatnya.

"Hoeekk! Cuih cuih cuih. Tan, ini kok rasanya gini?" Mas Iwan melepeh makanan yang baru saja dimasukannya ke mulut.

"Apaan sih jorok amat. Gini gimana sih?" Aku kesal.

"Ini gak kayak tadi pagi, apa basi kali ya Tan."

"Masa?"

"Iya, coba deh kamu cicipi sedikit," katanya sambil mendorong mangkuk tumis labu siam itu ke dekatku.

"Dih, ogah." Kudorong lagi mangkuk itu ke dekatnya.

"Asem banget Tan, iya nih kayaknya udah basi ini tumis labu siamnya."

"Telat ngangetin kali, ini 'kan udah sore, istri kamu itu masak tadi pagi, ya iyalah wajar basi," responku santai, sambil terus kulahap makananku.

"Apa iya iya? Hhh lagian kemana sih itu si Nia? Masa pergi ke acara ulang tahun belum datang juga sampe sekarang. " Mas Iwan mulai menggerutu kesal. Dia lalu membuka ponselnya dan mulai mengetik sesuatu. Mungkin dia mau mengirim pesan pada si madu babu itu.

Ah bodo amat. Kuteruskan saja melahap makananku hingga habis tak tersisa.

"Aaaah kenyaaang." Aku bersender ke badan kursi sambil memegangi perut yang sudah penuh.

Mas Iwan menoleh, "kamu beneran habisin semuanya Tan? Cepet amat."

"Ya iyalah dihabisin semua, buat apa juga di sisain?" ketusku.

"Kirain kamu mau sisain buat Mas Tan, beneran laper banget ini, gimana ya?"

"Ya gimana? Masaklah sendiri, selingkuh aja kamu bisa masa masak gak bisa."

Mas Iwan menarik napas panjang, tanpa bicara lagi ia lalu bangkit dan gegas jalan ke arah kulkas.

"Tapi di kulkas gak ada apa-apa Tan, cuma ada air putih doang. Terus Mas masak apa ya?"

Aku mengerling, "ya apa kek cari, bawel amat. Di belakang rumah 'kan banyak rumput Jepang sama daun Akasia, masak tuh buat lauk kamu."

"Ya ampun Tan, kamu kalau ngomong kok gitu. Sa-dis amat," protesnya.

"Lah terus?" tandasku seraya gegas bangkit dan melengos pergi dari hadapannya setelah merguk segelas air.

Baru saja aku sampai di tengah-tengah anak tangga, si madu babu datang.

"Maas, kamu udah di rumah?!" teriaknya.

Mas Iwan langsung muncul dari dapur.

"Nia, lama amat sih kamu pergi. Mas hampir ma*i tahu karena kelaparan."

"Apa sih baru aja dateng udah diomelin. Tadi itu aku juga pengen balik buru-buru Mas, tapi Mbak Intannya malah ogah ngasih tebengan. Alhasil aku jadi harus naik angkot, kamu 'kan tahu jarak rumah Ibu ke sini lumayan jauh."

"Ah alesan terus. Buruan masak buat Mas, laper ini."

"Loh bukannya di meja ada tumis labu siam, Mas?"

"Gak ada, basi. Kamu sih dibilangin jangan lama-lama malah sampe sore begini. Ngapain aja sih di sana?"

"Iya iya maaf. Tapi aku gak bisa masak karena bahannya udah gak ada, Mas."

Mas Iwan menggosok kepala, "hadeeh terus ini perut Mas gimana?"

"Ish ya udah bentar."

Si Nia pun tiba-tiba muncul di bawah tangga. Dia cepat naik menghampiriku.

"Nah kebetulan kamu ada di sini, Mbak. Minta duit buat beli lauk, Mas Iwan laper katanya." Tanpa basa-basi si madu babu membuka telapak tangannya padaku.

"Duit katamu? Jangan harap!" sengitku.

Aku berbalik badan hendak meneruskan langkah tapi cepat ditarik lagi oleh si madu babu.

"Tunggu dulu Mbak, aku mau minta duit ini, Mas Iwan laper, tumis labunya basi, jadi aku harus masak masakan baru," katanya.

"Gak. Enak aja, salah siapa kamu telat balik? Basi 'kan tuh makanan, mubazir."

"Halah udahlah Mbak, aku males debat. Minta goceng aja sini, aku mau beli telor dua biji," paksanya sambil terus membuka telepak tangan di depanku.

Kesal karena terus dipaksa, akhirnya kurogoh saku celanaku.

"Tuh cuma ada seribu perak," ketusku sambil kutaruh seribu perak itu di atas telapak tangannya.

Dia melotot, "seribu perak? Kamu gila apa gimana sih, Mbak? Masa seribu perak sih. Cukup buat apaan seribu perak?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Madu Kujadikan Babu   Part 40 B End

    MADU KUJADIKAN BABU Part 40 B "Tadi tim kepolisian Tan, ngabarin kalau mereka baru aja dibawa ke rumah sakit. Kayaknya yang tadi didorong di atas hospital bed ke ruang IGD itu mereka. Makanya ayo kita lihat." Ikram pun memapahku menuju IGD. Sementara ibu yang melihat kami hendak pergi cepat menghampiri, "eh kalian mau pada kemana?" "Bibi sama si Nia, Bu. Mereka udah nggak ada katanya." Ibu terkejut. "Eh yang bener? Mereka meninggal maksudnya?" Aku mengangguk. "Ya ampun. Kok bisa?" tanya beliau sambil gegas mengekor kami menuju IGD. "Nggak tahu, Bu. Belum jelas kabarnya." "Astaga." Sesampainya kami di depan IGD kami diinformasikan bahwa jenazah si Nia dan Bi Kokom akan segera dipindah ke ruang jenazah setelah pemeriksaan selesai. Jadi kami baru bisa melihatnya saat mereka sudah ada di sana. "Maaf Pak, tapi ini gimana awalnya mereka bisa meninggal?" tanyaku pada petugas polisi yang masih berjaga di depan IGD. "Begini, Mbak. Menurut penuturan para Napi lainnya y

  • Madu Kujadikan Babu   Part 40 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 40 A"Apa sih Ikram. Bercanda ah.""Aku serius Intan." Dia menatapku lekat-lekat.Ya ampun. Ini orang kenapa? Apa dia beneran ngajakin aku nikah?"Tan. Jangan diem aja, jawab Tan," katanya lagi.Aku baru saja membuka mulut saat ibu mertua masuk."Terima saja Tan," katanya.Ikram terkesiap dan cepat membetulkan posisi duduknya. Aku juga sama."Ibu. Nggak jadi tebus obat?""Udah, dibantu sama suster tadi.""Oh."Ikram lalu bangkit dan Ibu mertua duduk di bangku yang tadi diduduki Ikram."Ikram beli minum dulu ya, Bu, Tan," izin pria itu.Aku mengangguk. Syukurlah dia memilih keluar, aku gak enak kalau dia di sini soalnya. "Tan ....""Ya, Bu?""Maaf ya, tadi Ibu dengar obrolan kamu sama Nak Ikram."Aku mengulas senyum kecil."Hehe gak apa-apa, Bu." Aku cengengesan, pura-pura biasa saja padahal malu banget aslinya."Tadi itu sebetulnya kamu kenapa kok nggak langsung jawab mau aja? Apa kamu masih ragu sama Nak Ikram?""Emm ... itu Bu, sebetulnya ... gini loh, Inta

  • Madu Kujadikan Babu   Part 39 B

    MADU KUJADIKAN BABUPart 39 B"Tan, aku mau nikah sama kamu.""What?" Lagi, aku terkejut sampai membuat langkah ibu mertua lagi-lagi terhenti di depan kami. Beliau lalu memutar badan ke arah kami."Kalian lagi pada ngapain sih? Lama amat jalannya. Ayo buruan, katanya takut keburu siang.""I-iya, Bu."Aku buru-buru melangkah mengejar ibu mertua. Ikram ikut di sampingku."Tan aku serius Tan, ucapanku tadi sama ibu mertuamu gak main-main. Aku emang mau nikah sama kamu," cecarnya sambil terus mengimbangi langkahku.Aku tak menjawab. Mendadak otakku ngeblank. Itu orang kenapa sih? Kesambet kali ah."Naik mobil Ikram aja ayo," ajak Ikram saat kami sampai di parkiran.Aku dan ibu mertua gegas naik ke mobilnya.Sampai resto yang tak jauh dari kantor Ikram, kami turun. Dan aku baru akan berputar menghampiri ibu mertua di pintu sebelah saat seseorang yang entah datang dari mana tiba-tiba menabrakku hingga ia sendiri jatuh ke dekat paving.Brak!"Eh ya ampun, hati-hati," ucapku sambil berjongkok

  • Madu Kujadikan Babu   Part 39 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 39 APoV Intan"Saya benar-benar berterimakasih karena Nak Ikram sudah membantu menantu saya bebas dari tuduhan waktu itu. Sekaligus saya juga ingin menyampaikan terimakasih karena selama ini Nak Ikram sudah jadi bos yang baik untuk almarhum anak saya. Dan maaf karena saya baru bisa menemui Nak Iwan sekarang, kemarin-kemarin saya langsung ngedrop dan harus dirawat beberapa hari," ujar Ibu mertua pada Ikram. Hari ini beliau sengaja mengajakku mendatangi kantornya Ikram untuk mengucapkan rasa terimakasihnya. "Tidak apa-apa, Bu. Sudah jadi kewajiban saya memang membela orang yang tak bersalah. Intan ini teman SMA saya dulu, jadi saya tahu betul Intan nggak mungkin melakukan itu," jawab Ikram penuh wibawa."Oh ya? Jadi kalian ini temen lama toh? Wah saya baru tahu.""Iya, Bu. Intan ini teman dekat saya sejak lama. Dan dulunya menantu Ibu ini cewek populer seantero sekolah loh Bu, pokoknya siapa pun yang dapatkan dia, waaah beruntung banget deh pokoknya. Termasuk

  • Madu Kujadikan Babu   Part 38 B

    MADU KUJADIKAN BABU Part 38 BMbak Intan, dia datang dengan wajah puas dan senyuman miring. Cepat saja, aku yang tengah terisak-isak itu bangkit."Mbak Intan, Mbak aku gak bersalah Mbak. Tolong bebaskan aku, Mbak. Aku bersumpah, ide racun itu bukan ideku Mbak.""Ya ya ya aku udah tahu Nia. Lupa kamu kalau tadi kita sidang semuanya dibuka dengan jelas? Racun itu bukan idemu, tapi ide ibumu 'kan?""Mbak aku mohon Mbak, tolong bebasin aku, Mbak. Aku gak salah. Aku janji kalau aku dibebaskan kamu boleh menjadikanku apa saja. Bahkan aku siap kalau harus jadi pembantu selamanya. Aku janji Mbak, aku janji," cecarku.Mbak Intan menyipit, "bebaskan? Lalu kalau kamu dibebaskan siapa yang akan menanggung hukumanmu Nia?""Ibu. Ibu adalah satu-satunya orang yang pantas dihukum, Mbak," jawabku asal.Sontak saja hal itu membuat ibuku geram. Lalu bangkit menarikku menjauh dari besi sel."Nia cukup! Apa-apaan ini? Kamu gila apa? Buat apa kamu memohon sama perempuan itu sampai harus bicara begitu soal

  • Madu Kujadikan Babu   Part 38 A

    MADU KUJADIKAN BABUPart 38 A"Kau mau mengakui sekarang atau nggak?""Ng-ngaku apa, Pak?""Ya ngaku kalau kamu pelakunya. Kamu 'kan yang meracun suamimu sendiri?""Nggak, Pak. Sumpah saya bukan pelakunya. Yang meracun suami saya itu istri pertamanya.""Bohong kamu! Mengaku atau saya tambah hukumannya," ancamnya."T-tapi saya memang gak melakukan apa-apa, Pak.""Ah bohong!"Brak!Dia menggebrak meja dengan mengangkat satu kakinya ke atas meja tersebut. Aku sampai terperanjat. Tubuhku jangan ditanya, bergetar hebat sudah bagai orang yang menggigil kedinginan."Ngaku sekarang juga!""Saya nggak mau mengakui apa-apa, Pak. Saya gak salah!" ***Hari berlalu. Untunglah aku bisa lewati walau hampir gila dan menyerah. Hampir saja aku mengakui semuanya, karena mereka yang terus menerus mendesakku untuk mengakui semuanya.Untunglah ada ibu yang tak pernah berhenti mengingatkanku, seberat apapun mereka menyiksa kami, jangan sampai pengakuan itu terucap. Sidang pun digelar kembali. "Keberatan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status