Share

6. Jawaban Menggembirakan Untuk Tuan Adhyatsa

Mereka berdua akhirnya hanya mengemas beberapa baju Mayang dan segera menyusul pemilik indekos ini menuju ke rumah sakit. Tadi belum sempat membawa apa pun. Hanya baju yang melekat di tubuh Mayang. Entah, baju sejak kapan yang dipakai gadis cantik itu.

 

 

Dokter yang memeriksa Mayang menyebutkan jika gadis itu demam tinggi juga dehidrasi. Penyakit asam lambungnya juga kambuh. Mayang memang mempunyai penyakit asam lambung sejak SMA dulu. Pola makan tidak teratur membuatnya terkena penyakit asam lambung. Dokter segera memberikan perawatan yang tepat untuk Mayang.

 

Tiga hari Mayang tergolek lemas. Tubuhnya seolah menolak semua perawatan. Akan tetapi, dokter berusaha memberikan perawatan yang terbaik dan membuat gadis itu membuka matanya kembali. Semua teman sangat bahagia, tetapi satu hal yang terjadi, tatapan Mayang sangat kosong. Sama sekali tidak merespons apa pun yang dikatakan oleh orang yang ada di sekitarnya. 

 

Sementara itu, dalam satu Minggu ini, Revan seperti orang yang tidak mempunyai semangat hidup. Ia hanya seorang robot yang melakukan rutinitas seperti biasanya. Murni sangat menyadari keadaan aneh yang dialami oleh putra semata wayangnya. Revan lebih banyak diam dan menyendiri saat ini.

 

"Anakmu sudah memutuskan hubungan dengan anak pembantu itu?!" bentak Adhyatsa saat Murni sedang menyiapkan makan malam mereka semua.

 

"Sa-saya belum bertanya pada Revan. Dia selalu menghindar ketika pulang dari kantor." Murni menunduk saat mengatakannya pada ayah mertuanya.

 

"Aku ga mau dengar kabar buruk. Keluarga Tuan Haris Manggala akan datang berkunjung dengan putri mereka minggu ini. Revan sudah harus memastikan mengakhiri hubungan dengan anak pembantu itu." Adhyatsa mengatakannya dengan nada dingin. "Sekali pun anak pembantu itu sudah sarjana tidak akan mengubah statusnya karena dia berasal dari kalangan sepertimu. Seharusnya sejak awal kamu memberikan nasihat agar anakmu itu menjauhi gadis tidak jelas itu," lanjut Tuan Adhyatsa dengan nada tegas dan tidak ingin dibantah.

 

Murni sudah terbiasa mendengar hinaan dari keluarga mendiang suaminya. Ingin rasanya pergi meninggalkan rumah ini. Hanya saja Revan tidak setuju karena harus bertanggungjawab dengan perusahaan milik keluarganya. Dilema dan hanya kesedihan yang dialami oleh Murni setiap harinya.

 

"Ada apa, Bunda? Kenapa Bunda menangis?" tanya Revan menatap tajam ke arah sang kakek yang saat ini sudah duduk di kursi utama.

 

"Tidak apa-apa, Nak. Bunda hanya ingat mendiang Ayahmu. Lihat, Bunda masak makanan kesukaan Ayahmu," kata Murni memberikan alasan sambil menunjuk ke arah makanan yang baru saja disajikan di meja makan ini.

 

Revan tidak percaya begitu saja. Pasti ada perkataan sang kakek yang melukai hati sang bunda. Wanita tegar itu tidak mungkin mendadak menangis jika hatinya tidak terluka oleh ucapan kakek tua menyebalkan itu. Rasanya ingin berteriak di depan wajah rentanya agar berhenti menyakiti hati sang bunda.

 

"Aku sudah memutuskan hubungan dengan Mayang. Saat ini saya tidak ada hubungan lagi dengan Mayang." Tampak sangat jelas jika Revan menahan segala kepedihan dalam hatinya.

 

Murni dan Adhyatsa mempunyai tanggapan yang berbeda. Sebagai seorang ibu, Murni paham apa yang dirasakan oleh Revan. Sementara, Adhyatsa sangat bahagia mendengar kabar itu. Sebab, jika perjodohan itu berhasil, maka Tuan Haris akan loyal dan mau menggabungkan sahamnya yang sangat besar itu. 

 

Perusahaan Adhyatsa akan selamat dari kebangkrutan yang selama ini mereka takutkan. Revan harus mengorbankan cintanya hanya demi keselamatan perusahaan dan banyak pekerja yang bergantung pada perusahaan milik kakeknya itu. Apakah itu setimpal? Tentu saja tidak.

 

"Mari kita makan, tolong panggil dua adik iparmu juga suami mereka agara makan bersama. Kita harus merayakan keberhasilan ini. Kamu luar biasa Revan. Bisa mengambil tindakan yang tepat. Kakek sangat salut padamu." Adhyatsa masih saja mengoceh dan membuat Revan sangat muak. 

 

Revan tidak lagi menggubris sang kakek yang malam ini tampak sangat bahagia. Bahkan malam ini rasanya terasa sunyi bagi Revan. Bayangan tangisan Mayang selalu menghantuinya. Ia sengaja tidak mencari tahu tentang Mayang, karena takut membuat gadis yang sangat dicintainya itu semakin menderita. 

 

"Makan yang banyak, Nak. Mau capcay gorengnya?" tanya Murni membuat Revan menoleh ke arah wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.

 

"Aku kenyang, Bunda. Aku permisi duluan," pamit Revan yang malam ini sama sekali tidak menyentuh makanannya itu. 

 

Tidak ada yang memedulikan kepergian Revan. Adhyatsa terlalu sibuk dengan kebahagiaannya. Kebahagiaan di atas penderitaan dua orang yang tidak berdosa sama sekali. Mereka hanya sebagai korban dalam bisnis ini.

 

"Rantai sial berjodoh dengan pembantu sudah terputus saat ini. Kita patut lega dan bahagia," kata Adhyatsa sengaja menyindir Murni.

 

Tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang menginginkan perpisahan. Terlebih perpisahan itu dengan cara yang sangat menyakitkan hati. Semua rencana hancur begitu saja saat Revan harus menyetujui perjodohan sialan itu. Perjodohan yang dipaksakan demi menyelamatkan ribuan karyawan yang mencari sesuap nasi dan bergantung pada perushaan Adhyatsa grup.

 

"Kamu tahu, Murni, seharusnya kamu merasa beruntung karena aku masih mau melihat wajahmu yang sangat memuakan. Jika bukan karena mendiang anakku dan sahamnya, aku sudah pasti menendangmu keluar dari rumah ini. Kamu seharusnya sadar diri akan keberadaanmu. Lihat dirimu, kumal, tidak berpendidikan, hanya tamat SMP pun entah tamat atau tidak." Adhyatsa memanfaatkan kesempatan emas ini untuk menyakiti hati Murni.

 

Seperti biasanya, Murni selalu menunduk dan menahan air matanya agar tidak tumpah. Terlalu sayang ketika menumpahkan air mata hanya karena ucapan ayah mertuanya. Masih banyak hal lain yang perlu dipikirkan jika dibandingkan memikirkan hal yang tidak penting ini. Kedua adik ipar murni--Linda dan Santi tampak acuh karena setelah malam ini mereka akan pindah ke rumah suami mereka dan tidak lagi berada di rumah ini.

 

Adhyatsa sengaja membelikan kedua putrinya rumah mewah agar mereka tidak tinggal di sini. Rencananya, ketika Revan sudah setuju menikah dengan Tuan Haris Manggala, gadis itu akan diminta tinggal di rumah ini. Adhyatsa yang akan mengontrol semuanya. Ia takut jika suatu saat Revan akan mendepaknya ketika mengetahui kecurangan yang dilakukan olehnya. 

 

"Kamu juga harus selalu membujuk Revan agar segera mempunyai anak dari putri Tuan Haris Manggala. Dengan begitu, ikatan bisnis perusahaan akan kuat. Ah ... saya lupa, kamu hanya lulusan SMP, pasti tidak akan paham dengan obrolan tentang bisnis." Adhyatsa masih saja berusaha menyakiti hati Murni.

 

Lelehan air mata itu ternyata gagal dibendung oleh Murni. Lancang sekali air matanya mengaliri pipi putihnya. Murni dengan cepat menghapusnya dengan ujung hijab yang dipakainya. Adhyatsa tersenyum penuh dengan kemenangan melihat air mata wanita itu jatuh.

 

Malam ini, setelah selesai makan malam, Murni segera masuk ke kamar setelah mencuci bersih semua peralatan kotor. Ia tidak mau menunda pekerjaan. Rumah sebesar ini sama sekali tidak mempunyai pembantu. Murni-lah yang mengerjakan semuanya seperti seorang budak.

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status