Home / Rumah Tangga / Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia) / 7. Pertemuan Keluarga Adhyatsa dan Manggala

Share

7. Pertemuan Keluarga Adhyatsa dan Manggala

last update Last Updated: 2023-11-25 12:09:29

'Mas Panji, anak kita sedang bersedih. Maafkan aku yang tidak bisa membuatnya tersenyum bahagia dengan wanita pilihannya. Dia tidak sama denganmu yang mau memperjuangkanku dulu. Revan memilih perusahaan demi ribuan karyawan. Apakah aku salah?' tanya Murni di dalam hatinya sambil terus menatap ke arah pigura foto mendiang suaminya. 

 

Murni sangat merasa bersalah pada sepasang kekasih. Revan adalah anaknya dan Mayang adalah gadis yang disukai Revan sejak mereka masih remaja dulu. Keberuntungan sama sekali tidak berpihak pada mereka berdua. Adhyatsa sama sekali tidak bisa dibantah. 

 

Sementara itu, Mayang sudah diizinkan untuk pulang setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit. Ia kini menjadi sosok yang murung. Sama sekali tidak ada gairah untuk menjalani hidup. Tugas akhirnya ditinggalkan begitu saja dan malas untuk ke kampus.

 

Mayang juga jarang keluar kamar jika tidak perlu. Semua teman indekosnya sangat prihatin dengan keadaan Mayang. Tidak ada yang berani mendekat atau pun bertanya pada gadis berkulit putih itu. Mayang tanpak sangat depresi saat ini. 

 

Yani dan Siska yang terbilang dekat dengan Mayang tidak berani bertanya untuk saat ini. Mereka berdua takut membuat Mayang bertambah depresi. Dokter yang merawatnya mengatakan jika gadis berkulit putih yang kini memotong rambutnya menjadi sebahu itu mengalami depresi. Harus secepatnya berkonsultasi pada seorang Psikolog. 

 

"May ... makan, yuk. Aku kebetulan masak, ya, masak ala-ala aja sih. Ada tumis daun singkong dan tempe goreng juga sambal," ajak Yani sambil menunjuk ke arah piring berisi nasi lengkap dengan apa yang dikatakannya.

 

"Makanlah, Yan. Aku belum begitu lapar. Aku permisi ke kamar dulu, ya," pamit Mayang segera beranjak dari depan teras kamarnya.

 

Mayang sudah beberapa hari tidak mandi. Ia sama sekali tidak peduli lagi dengan dirinya sendiri saat ini. Mata indah itu menatap pada kunci rumah dan sertifikat yang diberikan oleh Revan. Rumah rencana tempat tinggal mereka berdua nantinya. 

 

Mayang meremas kuat kunci rumah itu dan memasukkan kembali ke dalam laci bersama dengan sertifikat rumahnya. Ia tidak punya nyali sama sekali untuk datang ke rumah Revan dan mengembalikan dua benda itu. Bunda Revan--Murni sepertinya sudah memblokir nomornya. Tidak ada harapan sama sekali untuk bisa kembali pada Revan. 

 

Siang digantikan dengan malam dengan begitu cepat. Hati Mayang mendadak sangat sesak. Malam ini adalah jadwal rencana pertemuan keluarga Haris dengan Adhyatsa. Entah mengapa Mayang yang tidak tahu rencana itu justru mendadak hatinya sangat nyeri seperti ditusuk oleh ribuan paku.

 

Tuan Haris Manggala bersama dengan istri Nyonya Inama Manggala datang mengantarkan Andhara--putri tunggal mereka. Andhara beberapa waktu yang lalu sudah pasrah dengan rencana perjodohan itu. Saat kedua orang tuanya menyodorkan foto Revan, ia sengaja tidak mau melihatnya.

 

"Selamat malam, Tuan Haris dan Ibu, silakan masuk. Ini pasti Nak Andhara, ya? Cantik sekali," kata Adhyatsa dengan lembut sangat berbeda saat menyapa Mayang atau pun Murni.

 

"Iya, Kek. Saya Andhara, panggil saja Ara." Andhara mencium takzim punggung tangan Adhyatsa. 

 

Haris dan Inama menyalami ayah mendiang Panji. Mereka sebenarnya sudah berteman lama. Bisnis membuat mereka saling mengenal satu dengan yang lainnya. Hal yang membedakan adalah Manggala grup semakin maju pesat sedangkan Adhyatsa grup mendekati kebangkrutan karena kebodohan kakek tua itu. 

 

"Murni segera panggil Revan agar ke ruang tamu. Tuan Manggala dan keluarga sudah datang." Adhyatsa memerintah menantunya dengan nada dingin.

 

"Iya, Yah," jawab Murni sambil menunduk setelah menyuguhkan minuman dan pada ketiga tamunya juga ayah mertuanya itu.

 

Haris dan sang istri saling pandang. Calon besannya diperlakukan layaknya pembantu di rumah ini. Mereka merasa miris dan tidak menyukai Adhyatsa dan hendak membatalkan perjodohan ini. Takut jika putri mereka satu-satunya diperlakukan sama seperti istri mendiang Panji.

 

"Itu tadi Mbak Murni 'kan? Kenapa beliau semua yang menyuguhkan makanan dan minuman ini? Apa di rumah ini tidak ada pembantu?" tanya Inama dengan penuh rasa curiga.

 

"Oh ... iya benar itu Murni. Dia melakukan semua ini karena saking bahagianya anaknya mau menikah. Bukan tidak ada pembantu, mereka sedang istirahat saat ini di belakang. Murni sendiri yang ingin melakukannya." Adhyatsa sengaja berdusta saat ini demi kelancaran perjodohan cucunya.

 

"Masya Allah, luar biasa sekali Mbak Murni. Sejak dulu selalu baik hati kepada siapa pun." Inama memuji Murni dan membuat Adhyatsa menahan rasa kesalnya. 

 

Ara tidak ikut mengobrol dengan mereka semua. Matanya fokus menatap foto keluarga Adhyatsa. Matanya saat tertuju pada sosok yanh baru saja datang. Dia adalah Revan Adhyatsa yang malam ini tampak sangat menawan dengan balutan kemeja biru navy dan celana kain. 

 

"Kalian kenalan dulu," kata Adhyatsa saat melihat Revan berdiri di dekatnya.

 

Revan sama sekali tidak mau tersenyum. Saat di dalam kamar, ia berdebat dengan sang bunda. Revan tidak mau menemui keluarga Manggala. Tentu saja Murni mengingatkan jika perjodohan itu karena bisnis.

 

"Revan." Revan mengulurkan tangan ke arah putri tunggal Haris Manggala. 

 

Ara tampak terpesona pada ketampanan Revan. Cinta pada pandangab pertama pada sosok gagah dan tampan satu ini. Ara membalas uluran tangan Revan. Ia juga memperkenalkan dirinya dengan sopan.

 

"Saya Andhara, cukup panggil saya Ara," jawab gadis manis dan tinggi semampai layak model itu.

 

Ara takjub dengan ketampanan wajah Revan. Wajah yang sangat kharismatik dan sangat memesona. Tentu saja ia tidak akan menolak perjodohan ini. Ara merasa menjadi wanita yang paling beruntung. 

 

Ara segera menghubungi sahabatnya. Sayang, ia tidak menemukan akun media sosial sahabatnya itu. Nomornya juga sepertinya tidak aktif, karena pesannya hanya centang satu sejak dua hari yang lalu. Ingin pergi menemui sahabatnya, sayangnya terlalu jauh dan Ara banyak pekerjaan.

 

"Ara ... simpan dulu ponselnya. Kita sedang berbicara hal yang sangat serius." Haris menegur apa yang dilakukan oleh Ara. 

 

"Maaf," kata Ara sambil tersenyum sambil sesekali mencuri pandang ke arah Revan.

 

Revan sama sekali tidak peduli dengan pembicaran kakeknya dengan Tuan Haris. Ia hanya akan membuka suara ketika ditanya saja. Selebihnya memilih diam dan berharap mereka segera pulang.

 

"Jadi ... rencananya pernikahannya akan dilangsungkan kapan?" tanya Adhyatsa saat mereka sudah banyak mengobrolkan banyak hal. 

 

"Saya ikut saja, Pak. Bapak lebih senior dari saya. Pasti juga pilihan hari dan segala tata caranya Pak Adhyatsa sudah paham." Haris sengaja memasrahkan semua urusan pada kakek Revan.

 

"Oh ... bulan depan saja bagaimana? Takut terjadi hal yang tidak diinginkan saat ini," jawab Adhyatsa dengan mata berbinar karena merasa mendapatkan peluang emas. 

 

"Saya terserah pada Revan dan Ara saja." Pak Haris menatap putri tunggalnya dan Revan secara bergantian.

 

Revan menghela napas dengan perlahan. Keputusan itu sudah dibuat dan tidak bisa ditolaknya. Jangankan menolak, memberikan pendapatnya saja tidak akan diterima oleh si tua bangka yang kini sedang berada di atas awan. Revan memejamkan mata sejenak sebelum menjawab permintaan sang kakek.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
aq kasihan sm ara yg akan paling tersakiti setelah menikah dgn revan, entah rmh tangga seperti apa nanti nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   Akhir Cerita

    Tidak butuh waktu lama, Angga segera menemui kedua orang tua Ara. Angga sama sekali tidak mau membuang waktu percuma. Ia benar-benar mencintai sosok Anggara Manggala. Angga tidak peduli dengan status janda yang melekat pada Ara.Keluarga besar Angga juga menerima siapa pun calon menantu mereka. Hal terpenting adalah, mereka bisa saling mencintai dan kelak hidup dengan bahagia. Calon mertua Angga adalah orang biasa. Mereka pernah dibantu oleh Haris Manggala secara finansial."Terima kasih Pak Haris menerima lamaran dari putra kami," kata Suminto yang merasa sangat bersyukur setelah lamaran mereka diterima baik oleh keluarga besar Haris Manggala. "Sama-sama. Saya tidak mungkin menolak lamaran Angga. Saya tahu bagaimana karakter Angga. Angga sosok pekerja keras dan satu, dia setia." Haris memuji sosok calon menantunya. "Ara pernah gagal dalam rumah tangga. Semoga Angga adalah jodoh terbaik untuk anak saya," kata Haris penuh harapan."Saya juga berharap seperti itu. Nak Ara orang yang ba

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   107. Jawaban

    Revan menatap tajam Mayang. Ia menduga jika ibunya Kala mengatakan hal buruk pada Ara. Mayang tidak bisa ditebak isi pikiran dan hatinya. Revan merasa telah menikahi orang yang berbeda."Aku permisi," kata Ara tidak mau ikut campur masalah rumah tangga mereka.Ara melirik sekilas ke arah anak laki-laki kecil itu. Hatinya sangat sedih karena anak Revan berkebutuhan khusus. Anak itu tidak terawat dengan baik karena faktor ekonomi. Akan tetapi, Ara tidak bisa berbuat banyak untuk mereka."Ra, maukah kamu menikah kembali dengan Mas Revan?" Pertanyaan Mayang sukses membuat langkah Ara terhenti seketika. "Aku akan mundur dan tidak lagi mengganggu kalian nantinya. Aku sadar, aku banyak salah dan sudah sangat jahat padamu," lanjut Mayang yang saat ini meneteskan air mata.Tubuh Ara mendadak kaku dan tidak mau menoleh lagi. Ia merasa sakit ketika mendengar permintaan Mayang. Rasa cinta yang dipendam untuk Revan mendadak hilang begitu saja. Entahlah, hanya Ara dan Tuhan saja yang tahu."Ra, aku

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   106. Reuni

    Penundaan jadwal reuni kampus Ara membuat Revan frustasi. Ia harus semakin lama menunggu bertemu dengan mantan istri pertamanya itu. Padahal, Revan sudah mempersiapkan semua hal dengan baik. Kini terpaksa harus menyimpan semua itu.Sementara itu, Ara memutuskan untuk membuka hati untuk Angga. Ia menyadari satu hal, tidak semua laki-laki sama di dunia ini. Angga tampak sangat baik dan sopan. Sosok Dokter itu juga sangat menghormati wanita."Sudah lama di sini?" tanya Ara saat baru saja keluar dari dapur dan melihat Angga duduk seorang diri di ruang tamu.Angga terjengit kaget karena sedang sibuk melamun saat ini. Ia pun segera beranjak dari duduknya. Ara tersenyum melihat tingkah Angga. Ia menatap ke arah Dokter muda itu."Maaf, aku nggak bermaksud mengejutkan," kata Ara dengan tulus."Oh, tidak. Aku hanya ...." Angga tidak melanjutkan ucapannya."Ada apa? Ada yang ingin dibicarakan dengan Bu Salamah?" tanya Ara sambil menatap Angga yang tampak cemas.Biasanya Angga akan berbicara deng

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   105. Pernikahan Hardi

    Sejak kejadian itu, Angga dan Ara dekat. Hanya saja, Ara membatasi kedekatan itu dan hanya sebagai teman. Angga hingga saat ini tidak tahu siapa Ara. Andai ia tahu, maka akan sangat terkejut. Angga mengenal siapa sosok Haris Manggala.Ara sama sekali tidak pernah menyebutkan siapa kedua orang tuanya. Hanya sesekali saja ia menemui kedua orang tuanya. Padahal, sudah hampir tiga tahun bercerai dengan Revan. Ara masih ingin mengobati hatinya."Aku boleh datang ke rumah orang tua kamu?" tanya Angga saat berada di panti asuhan ini."Untuk apa?" tanya Ara sambil tersenyum ramah seperti biasa.Bukan tidak paham arah pembicaraan Angga, hanya saja, Ara tidak mau gegabah dalam banyak hal. Ia masih menutup hati untuk banyak orang. Entah akan sampai kapan, tidak ada yang tahu. Ara juga menolak mentah-mentah cinta Angga dan hanya ingin menjalin hubungan pertemanan saja."Aku ingin melamar kamu pada kedua orang tuamu. Kamu tidak mau pacaran bukan?" tanya Angga sambil menatap intens ke arah mata Ara

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   104. Terpaksa Menjual Aset

    Revan akhirnya menjelaskan pada Mayang jika mengalami kelumpuhan akibat terjatuh tadi pagi. Tentu saja, Mayang sangat syok. Ia tidak bisa menerima keadaan dirinya saat ini. Menyakitkan karma yang harus diterimanya. Revan terpaksa membawa Mayang pulang karena biaya rumah sakit pasti akan membengkak jika Mayang lama dirawat."May, rumah itu mending dijual aja. Toh, itu semua aku yang beli." Revan memaksa Mayang untuk menjual rumah yang telah diubah menjadi kafe."Mas, itu satu-satunya aset kita, kalo kita jual, kita nggak akan punya apa-apa lagi," kata Mayang menolak menjual rumah pemberian Revan."Ck! Kamu tahu nggak? Kebutuhan semakin banyak dan aku banyak nganggur! Jual aja," kata Revan yang tidak sabar dengan sang istri.Mayang mengembuskan napas kasar saat ini. Ia hanya bisa duduk di kursi roda saja sekarang. Darsih tidak pernah datang lagi sejak kejadian beberapa waktu yang lalu. Mayang kali ini merasa sangat membutuhkan sosok sang ibu."Mas, kalo dijual dan kita nggak punya usaha

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   103. Karma

    Masa lalu menyakitkan tidak akan membuat seseorang dengan mudahnya memaafkan. Rahman--saksi kunci yang dulu hampir dibunuh oleh Murni ternyata berhasil selamat. Kedatangan sosok laki-laki yang usianya hampir sama dengan Murni itu sontak mengejutkan banyak orang, terutama Murni dan Adhyatsa. Revan jelas tidak mengenal sosok yang kini berdiri dengan angkuh di depan mereka semua."Ka-kamu masih hidup?" tanya Murni yang saat ini wajahnya tampak sangat pias."Ya! Setelah kamu berusaha meleyapkan nyawaku, kini aku masih berada di sini. Tuhan masih berbaik hati denganku. Murni, bersiaplah menerima hukuman." Rahman mengatakan dengan nada dingin saat ini.Semua terdiam, suasana pun mendadak hening. Rahman dengan amarah dan dendamnya pada Murni. Akan tetapi, tak lama polisi datang untuk menangkap Murni. Revan tidak bisa berbuat banyak saat ini.Semua sudah jelas, Revan bukan anak kandung Panji Adhyatsa. Ia merasa sangat sakit saat ini. Revan salah satu korban dari keserakahan Murni. Tidak ada

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   102. Kejujuran yang Menyakitkan

    Ara mengembuskan napas perlahan. Wajah Revan kali ini penuh permohonan agar Ara mau berbicara. Haris yang menatap tajam tidak membuat Revan takut. Ada hal yang harus mereka bicarakan."Pa, Ma, aku akan bicara sebentar pada Mas Revan. Papa dan Mama bisa tinggalkan kami berdua?" tanya Ara kepada kedua orang tuanya.Inama mengangguk sebagai jawaban dan segera mengamit lengan sang suami. Ia memberikan waktu kepada sang putri untuk berbicara pada mantan menantu mereka. Anak muda itu, mereka membuat rumah tangga yang awalnya adem ayem sekarang justru sangat rumit. Haris kadang tidak habis pikir dengan cara sang putri."Kita bicara di sana saja," kata Ara sambil menunjuk satu pohon besar dengan kursi taman di bawahnya.Revan mengikuti Ara dari belakang. Ia masih beruntung karena mantan istrinya masih memberikan kesempatan untuk berbicara. Meski Revan sadar, Ara tidak akan mau kembali rujuk. Setidaknya itu yang tampak pada wajah Ara saat ini."Mas, apa yang mau kamu bicarakan sekarang?" tanya

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   101. Putusan Sidang

    Gita berdiri tepat di depan Revan dan Murni. Ia tampak membenci kedua orang itu. Murni hanya bisa menunduk saat ini. Gita bukan gadis sembarangan.Gita adalah adik kandung Naga Cakra Wibowo, pemilik perusahaan Cakra Buana. Gita tidak akan membuang kesempatan emas untuk membalas Murni saat ini. Beberapa waktu yang lalu, ia menemui Adhyatsa di rumah sakit dan berbicara tentang masa lalu. Tentu hal ini akan sangat mengejutkan untuk semua orang."Aku akan katakan satu hal padamu, Revan Adhyatsa. Kamu tidak pantas menyandang nama belakang Adhyatsa karena kamu bukan anak kandung Panji Adhyatsa. Wanita ini menjebak ayahku, Panji Adhyatsa agar bisa menikahi dengan dalih hamil. Bukankah itu luar biasa?" Gita tersenyum miring setelah mengatakan hal itu. "Mamaku, ada di rumah sakit jiwa juga karena ulahnya," lanjut Gita dengan wajah mengerikan.Revan mundur beberapa langkah karena terkejut mendengar ucapan Gita. Ada apa dengan hidupnya saat ini? Revan seperti orang linglung. Berbeda dengan Murni

  • Madu(Memilih Terluka Untuk Bahagia)   100. Tersangka Baru

    Wajah Mayang saat ini langsung seputih kapas. Ia takut karena Revan mempunyai bukti tentang kejahatannya. Mayang yang meletakkan obat itu di laci meja rias Ara. Pantas saja, mereka semua langsung menemukan obat itu tanpa mengobrak-abrik kamar Ara."Bagaimana?" tanya Revan dengan nada dingin dan syarat amarah yang luar biasa."A-aku bisa jelaskan, Mas. Semua ini karena ...." Mayang tidak bisa melanjutkan ucapannya.Revan langsung beranjak dari duduknya dengan kasar. Ia meletakkan laptop di atas meja. Masih dengan tatapan penuh kebencian, ia kembali mendekati Mayang. Revan tidak habis pikir dengan cara kotor istri keduanya. Entah apa yang direncanakan oleh wanita yang baru saja melahirkan itu."Kenapa? Kamu harus ingat, kita bisa menikah karena kebesaran hati Ara. Jika bukan karena dia, kita tidak bisa menikah!" Suara Revan menggelegar memenuhi kamar mereka berdua. "Apa isi otak kamu itu? Tega-teganya kamu berbuat seperti ini?!" bentak Revan sambil melempar gelas bekas minum Mayang."Ma

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status