Sesampai di depan rumah, Ustaz Subhan sengaja tidak membangunkan Shofia yang tengah tertidur pulas di dalam mobil. Dengan gagahnya di gendong tubuh semampai sang istri ala bridal style hingga masuk ke kamar mereka.
Kemudian dengan penuh kasih sayang Ustaz Subhan meletakkan Shofia sampai menemukan posisi ternyaman. Wajah itu tempak menyimpan sebuah kelelahan. Namun, aura kecantikannya tak pernah luntur di mata Ustaz Subhan.
“Apa sebenarnya yang kamu sembunyikan dari aku, Sayang.” Ustaz Subhan bermonolog di depan sang istri yang tengah larut dalam mimpi.
Diperhatikannya lagi secara intens wajah Shofia yang tampak sedikit pucat, juga pipi yang semakin tirus. Bahkan, mata indah itu juga tampak cekung.
Setelah memastikan Shofia benar-benar terlelap, barulah Ustaz Subhan pergi ke depan.
Malam ini memang harusnya ia berada bersama Shofia, kerena semenjak menikah lagi belum pernah sekalipun Ustaz Subhan berbagi giliran dengan istri pertamanya. N
Kiyada tak memiliki keberanian untuk sekadar melihat ke jendela ruang tamu. Jantungnya berdetak kencang. Berbagai bayangan muncul silih berganti seiring pintu yang masih diketuk tanpa jeda.“Assalamualaikum.”Terdengar suara seorang laki-laki dari balik pintu ruang tamu. Kiyada tercekat, ia merasa pendengarannya sudah terganggu. Tak mungkin itu suara yang sama dengan yang didengar saat di ruangan Kyai Zuhair tadi.Beberapa menit kemudian tak lagi terdengar suara ketukan pintu. Kiyada memberanikan diri mendekati jendela ruang tamu. Disingkapnya sedikit gorden kusam yang menutupi kaca itu. Seorang laki-laki dengan jaket hitam berdiri membelakangi pintu.Meski hanya dari belakang, Kiyada tahu siapa itu. Dengan jantung yang masih berdebar Kiyada membuka daun pintu. Hati kecilnya mengatakan jika sesuatu kurang baik telah menimpa laki-laki yang pernah mengisi sudut hatinya.“Kak Farhan?” Kiyada berucap lirih saat ses
Jarum jam telah menunjuk pukul tiga dini hari. Ustaz Subhan dan Shofia melakukan rutinitas mereka setelah salat tahajud. Yakni, murojaah kitab bersama. Malam ini Shofia meminta sang suami membacakan kitab Sirah Nabawiyah untuknya.“Aisyah adalah orang yang paling banyak meriwayatkan hadis dari kaum wanita.”Hati Shofia berdesir saat Ustaz Subhan membahas tentang sosok istri termuda Rasulullah tersebut. Ia teringat akan kecerdasan juga ketangkasan Kiyada. Hanya saja Kiyada tak memiliki kesempatan untuk mendalami ilmu agama di pesantren seperti dirinya.Namun, Shofia yakin jika seiring berjalannya waktu pemahaman agama Kiyada akan semakin terasah. Dan akan menggantikan dirinya menjadi partnner dakwah sang suami.“Aisyah begitu beruntung ya. Meski bukan istri pertama, tetapi beliau istri yang paling banyak mereguk ilmu dari Rasulullah.”“Sampai kapan pun peran Khodijah sang istri pertama tak akan tergantikan.”
“Siapa Ustaz Subhan?” Farhan memicingkan mata menatap Kiyada.“Suami a-ku.” Terbata Kiyada menjawab pertanyaan Farhan.“Tidak baik seorang laki-laki bertamu di rumah wanita yang telah bersuami tengah malam begini. Apalagi suaminya sedang tak ada di rumah. Mari istirahat di rumah saya saja.” Pak Aryo menyela pembicaraan keduanya.Banyak hal yang ingin Farhan tanyakan pada Kiyada. Namun, apa yang dikatakan Pak Aryo ada benarnya juga. Bisa-bisa mereka digerebek warga sebab dikira selingkuh. Tentu ia tak mau Kiyada terlibat masalah karenanya.Akhirnya Farhan memilih mengikuti saran Pak Aryo untuk singgah di rumah beliau. Sepanjang perjalanan Farhan menceritakan secara singkat mengapa ia bisa sampai babak belur tengah malam seperti ini.***“Kamu masih memikirkan Kiyada?” Suara berat Pak Aryo membuyarkan lamunannya. Laki-laki di hadapan Farhan itu tersenyum penuh arti.Farhan tertunduk
“Mas nanti sore kan Abah sudah diperbolehkan pulang, lusa aku izin kembali ke Singapura, ya?”Ustaz Subhan yang tengah sibuk membaca buku di tangannya menoleh seketika. Pandangan matanya pada Shofia menyiratkan sebuah kekecewaan.“Kasihan ibunya Kiyada kalau di sana sendirian, Mas.” Shofia mendekati sang suami. Kepalanya yang tak berbalut jilbab ia sandarkan di pundak sang suami.Ustaz Subhan menghela napas kasar. “Kenapa nggak Kiyada saja yang kita suruh menemani ibunya di sana?”“Kan dia harus kuliah.”Ustaz Subhan kembali melanjutkan bacaannya, tak lagi menanggapi ucapan Shofia. Berdebat dengan sang istri sampai kapan pun tidak akan pernah ada ujungnya. Kecuali jika salah satu ada yang mengalah, dan itu adalah dirinya.Merasa diabaikan, Shofia tak kehilangan akal. Ia merebahkan diri di pangkuan sang suami. Sebagai seorang istri, ia paling tidak suka jika keberadaannya tak dianggap.&l
Menjelang waktu Zuhur, Ustaz Subhan bersiap untuk mengisi kajian rutin di masjid. Ia sengaja tak membangunkan Shofia yang tengah terlelap. Melihat wajah sang istri yang tampak sangat kelelahan, Ustaz Subhan tak tega untuk mengusik tidurnya.Baju koko warna navy beserta sarung hitam bercorak garis-garis telah dipersiapkan Shofia sejak pagi tadi. Melangkah menuju balkon rumah, Ustaz Subhan kembali melihat layar ponselnya. Ia harus menanyakan secara langsung hal ini pada Kiyada.Namun, sayangnya ponsel Kiyada masih tidak aktif. Aplikasi hijau itu menunjukkan jika sang istri muda terakhir aktif masih empat jam yang lalu. Mengembuskan napas kasar, Ustaz Subhan kembali mengamati foto itu. Matanya memicing, mengingat postur tubuh laki-laki yang seperti tidak asing baginya.“Kamu kok nggak bangunin aku, Mas?” Kehadiran Shofia yang telah mengenakan bathrobe menyentak kesadarannya. Rambut Shofia masih tampak basah tergerai.“Kamu tidur nyeny
Kiyada keluar dengan membawakan segelas teh juga pisang goreng yang masih mengepulkan asap tipis. Kedatangan sang suami membawa kebahagiaan tersendiri bagi Kiyada. Itu bebrarti keberadaannya masih dianggap meski kini Ustazah Shofia telah kembali.“Abah meminta kamu untuk ikut menjemput beliau di rumah sakit,” ucap Ustaz Subhan setelah ia menuang sedikit teh ke lepek.Kiyada membulatkan mata. Pernyataan Ustaz Subhan yang lugas menunjukkan jika ia tidak ingin dibantah.“Kamu ada jadwal kuliah sore ini?” imbuh Ustaz Subhan. Tatapan matanya yang tajam berhasil membuat Kiyada luluh.Kiyada menggeleng. “Baiklah, saya akan ikut.”Seulas senyum terbit di bibir Ustaz Subhan. Niat hati ingin mengintrogasi Kiyada perihal foto dirinya dengan seorang laki-laki ia urungkan. Sebab tak ingin melihat Kiyada semakin merasa tertekan nantinya.“Kamu cepat siap-siap, ya. Saya tunggu,” instruksi Ustaz Subhan.
Shofia terkesiap dengan penampilan Kiyada yang tak seperti biasanya. Istri muda sang suami itu tampak lebih dewasa dan cantik.“Waalaikumsalam. Mari silakan duduk, Ki.” Susah payah Shofia menetralkan suaranya. Menekan gemuruh yang tiba-tiba hadir dalam dada.Mendapat sambutan yang cukup baik dari Shofia, Kiyada tersenyum tulus. Sejurus kemudian ia mencium takzim tangan Shofia seperti dulu saat menjadi murid beliau di TPQ.Dua wanita yang mencintai satu laki-laki yang sama itu akhirnya bertemu. Setelah suaminya resmi mengucapkan ikrar janji suci ke dua, kali ini Shofia benar-benar harus berhadapan dengan Kiyada. Wanita yang dulu menjadi murid ngaji kesayangannya, kini justru menjadi madunya.Penampilan Kiyada telah berubah 180 derajat dari saat pertemuan terakhirnya beberapa hari lalu. Wanita yang biasanya hanya mengenakan celana jins juga kaos lengan panjang sederhana, kini ia tampil lebih agamis.Make up tipis yang menghias
“Biar aku saja yang menjemput Abah. Kamu jangan terlalu capek," tandas Ustaz Subhan dengan tegas.Shofia bangkit dari posisi berbaringnya. Ditatapnya lekat manik mata sang suami, demi memastikan bahwa tatapan mesra itu hanya untuknya seorang.“Aku nggak apa-apa, Mas. Lagian besok aku kan kembali ke Singapura. Nanti abah kecewa kalau cuma kamu yang jemput beliau.”Bukan tanpa alasan Shofia kekeh ingin ikut menjemput Abah. Ia tak rela jika membayangkan Kiyada yang cantik dan masih muda berada satu mobil berdua dengan sang suami. Meski itu tidak dosa, tetapi hatinya sebagia seorang wanita sedang meminta ia untuk beesikap sedikit egois.“Sayang, aku nggak mau lihat kamu sakit.” Mengerti akan kegundahan sang istri, Ustaz Subhan merengkuh Shofia ke dalam dekapannya.Shofia merasai irama detak jantung sang suami yang teratur. Menghirup aroma tubuh yang maskulin itu untuk mencari kekuatan.“Tuan putri tidak boleh